Ekstremisme Benih Terorisme, Pancasila Benteng Tangguh Jaga NKRI
Wakil Kementrian Dalam Negeri John Wempi Wetipo menyatakan, ekstremisme merupakan benih terorisme. Hal itu, dipengaruhi dengan cara berpikir. Pencegahan terorisme merupakan agenda pemerintah dalam memberikan negeri yang aman dan damai.
"Semua itu sudah diwujudkan melalui upaya komprehensif memberantas terorisme," tegas Wempi dalam dialog kebangsaan dan deklarasi kesiapsiagaan nasional dengan tema "Membangun sinergi cegah dan deteksi dini ancaman terorisme berbasis pemberdayaan masyarakat".
Dialog digelar Badan Nasional Pemberantasan Terorisme, dihadiri peserta acara dari masing-masing instansi maupun dari masyarakat di grand Borobudur hotel Jakarta 2 Agustus 2022.
Menurut Wempi, sebagaimana dinamika sospol saat ini memberi dampak berbangsa bernegara.
Banyaknya tuntutan aksi berlebihan, primordialisme serta aksi separatis anarkis memunculkan dampak instabilitas nasional.
Muncul Konflik Sosial
"Banyak konflik yang muncul yaitu konflik bernuansa suku agama dan golongan, apalagi di beberapa tahun kedepan akan dilaksanakan pemulu 2024. Semakin tinggi dinamika maka akan memunculkan masalah didalamnya. Ketentraman dan ketertiban merupakan tujuan output yang saling berkait keseluruhan. Perlu upaya dan langkah dan strategi dari pemerintah yaitu dengan deteksi dini di dalam masyarakat di daerah dengan melibatkan masyarakat yang ada didalam NKRI," tegas Wempi.
Lebih lanjut Wempi menyatakan, sejak diterbitkan UU Oonomi Daerah pada saat ini tugas Kepala daerah diatur pasal 65 tahun 2003 tentang pemerintah Desa.
"Tugas pemerintah daerah yaitu untuk pencegahan dan rehabilitasi sesuai dengan PP mendagri nomor 22 thn 2018 yang diperbarui menjadi PP 46 thn 2019 sebagai dasar pemerintah daerah untuk membentuk tim kewaspadaan masyarakat dan forum kewaspadaan masyarakat."
Sesi Dialog Kebangsaan
Selanjutnya dalam sesi dialog kebangsaan Antonious Benny Susetyo menyatakan, bicara tentang radikalisme maka semua agama itu radikal. Kerap kali kebenaran agama dimanipulasi mengenai kekerasan.
"Hati-hati jika agama tidak ditafsirkan dalam konteks kebudayaan masa itu maka gampang sekali dimanipulasi untuk kepentingan politik merebut kekuasaan. Trend dalam dunia maya sekarang konteks manipulasi itu dibenturkan antara agama dengan Pancasila. Maka Pancasila bisa menjadi perisai menjawab masalah yang terjadi saat ini di Indonesia yaitu keretakan hidup berbangsa dan bernegara. Masalah saat ini yang sering terjadi dalam masyarakat yaitu mayoritas-minoritas, politik identitas, fundamentalisme yang menyebar melalui media sosial," ungkap Benny.
"Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran literasi digital untuk menyatukan 4 komponen yaitu pemerintah perguruan tinggi ,media ,dan masyarakat untuk bersama memerangi bahaya intoleransi maupun radikalisme kepentingan bangsa dan negara," kata Benny.
Menurut Benny, kita harus kolaborasi merebut ruang publik karena hampir 120 juta pengguna gadget di Indonesia sering menggunakan medsos tanpa memiliki kesadaran kritis apakah konten itu bisa menghancurkan keutuhan hidup bangsa. Kesadaran terhadap literasi digital yang lemah itu membuat kita lebih bisa dimanipulasi.
"Di sini kekuatan sinergi sangat penting dalam membangun konten yang mempengaruhi perilaku salah satunya dengan Kebudayaan.Kebudayaan memiliki nilai adat istiadat dan nilai kearifan. Kalau kita bicara kolaborasi adalah sila ke-3 Pancasila. Problem kita adalah ego sektoral dan kepentingan global membuat kita tergantung dan lemah," tutur Benny.
Menurut Benny, untuk melawan itu kita tidak mungkin melawan kecuali kita memiliki benteng yaitu Pancasila. Bangsa Indonesia harus bersyukur memiliki Pancasila, andaikata Pancasila tidak dimiliki oleh bangsa Indonesia maka saat covid bangsa ini menjadi hancur.
"Anak-anak di zaman dulu itu doktrinal tapi sekarang sudah tidak bisa lagi.Saat ini anak-anak harus menciptakan Konten-konten yang harus beridentitas bagaimana kita bangga trhadap produk dalam negeri dan itu harus dikapitalisasi menjadi kekuatan. Anak-anak sekarang memiliki tempat ekspresi yang terbatas," kata Benny.
Menurut Benny, Pancasila harus menjadi working ideology dimana tujuannya yaitu harus terwujudnya masyarakat sejahtera lewat kebijakan maka setiap elit politik pemeritahan daerah memiliki kesejahteraan kebijakan memihak yang lemah.
Cntohnya pak jokowi memberikan anggaran terhadap desa.sedangkan living ideologi yaitu Pancasila dihayati dalam keseharian.
"Dahulu anak terbiasa dengan permainan tradisional tapi sekarang dikuasai oleh gadget. Maka seyogyanya kembalikan pendidikan keluarga itu karena penting.Mulai sekarang mari hidupkan tradisi lokal untuk melawan radikalisme, budayakan kritis yang positif untuk membedakan mana yang baik dan buruk dalam media sosial.
"Manusia hanya satu dimensi yaitu mekanis teknologi, pendidikan literasi digital harus masuk kedalam pendidikan. Literasi digital juga harus masuk dalam keluarga maupun dalam pra perkawinan," tutup Benny.
Waspadai Proses Radikalisasi
Selanjutnya Psikolog Arijiani menyatakan, proses radikalisasi berujung teror itu bukan sebuah proses yang sebentar tapi proses panjang sekali. Dalam penelitian remaja yang terpapar radikalisasi ada tahapan pre-radikalsm.ini membuat semua orang yang terkena terpaan berita di sosmed akan terkena paham Radikal akibat munculnya berita berulang.
Munculnya keinginan untuk eksistensi di masyarakat mendorong anak remaja terpapar paham radikalisme. Salah satu tanda munculnya adalah suka mengkritisi aturan baik di rumah maupun di negara.
Mereka sedang menguji pemikiran nya di luar bagaimana mereka bisa diakui dalam tataran lebih luas. Hal itu kalau kita lihat menjadi sangat rentan bagi ideologi radikal untuk masuk. Jika ini dibiarkan maka akan memunculkan generasi kemartiran yang mereka bisa bergerak sendiri karena panggilan dalam hati dan tanpa jaringan.
Sadar tidak sadar agen ini mengkosntruksi eksklutivitas agar generasi muda memiliki cara berpikir seperti itu dengan membeda bedakan agama.
"Formula paling tepat adalah ketika membentuk perisai benteng ancaman radikalsime yang berawal dari ketidakmampuan permasalahan keberagaman, perilaku enklusif harus melibatkan kita semua terutama dalam menggalakan kegiatan positif ke depannya," tuturnya.