Ekspor Perdana Tuna Kaleng Asal Banyuwangi ke Kanada, Nilainya US $10 juta
Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono, melepas ekspor perdana ikan tuna kaleng ke Kanada. Ekspor tuna kaleng ini dilakukan PT Pasifik Masami Indonesia. Total nilai ekspor tuna kaleng ke salah satu negara di Benua Amerika itu mencapai US $10 juta. Nilai ekspor ini akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Tergantung pada kapasitas produksi yang dihasilkan.
Ekspor perdana Tuna Kaleng ini diberangkatkan dari pabrik PT Pasifik Masami Indonesia, di Jl, Raya Situbondo, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Senin, 30 September 2024. Selain ekspor ke Kanada, saat yang sama juga diberangkatkan ekspor tuna kaleng ke Dubai dan Australia.
Dijelaskannya, tantangan yang dihadapi industri hilir pengalengan ikan adalah membenahi sektor hulu, yakni bahan baku. Sebab, nelayan tidak mentaati aturan dalam proses penangkapan ikan. Kondisi ini menurutnya sebenarnya sama dengan yang terjadi di negara maju. Di mana nelayannya selama 5-10 tahun selalu bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam proses penangkapan ikan.
“Pekerjaan hulu menjadi pekerjaan yang njlimet. Penangkapan ikan terukur itu, bagian dari bagaimana membenahi sektor hulu. Tujuannya supaya industri hilir bisa suistain,” kata Sakti Wahyu Trenggono usai pelepasan ekspor.
Dia menyebut, sekarang ini industri pengolahan ikan masih kekurangan bahan baku. Sebab, tidak mungkin semua bahan baku didapatkan di Indonesia. Sehingga para pelaku industri pengolahan ikan mau tidak mau harus impor bahan baku ikan. Industru hilir ini, menurutnya, tidak hanya satu. Ada beberapa perusahaan yang juga sudah ekspor keluar. Seperti di wilayah Bitung.
“Kita akan dukung, karena inilah sebetulnya masa depan bangsa ini. Kalau kita jualannya raw material raw material menjadi tidak bermanfaat, tidak ada nilai tambahnya,” jelasnya.
Saat ini menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang berupaya untuk melakukan pembudidayaan ikan tuna. Hasil riset yang dilakukan, wilayah Biak adalah tempat yang paling bagus untuk lokasi budidaya. Sekarang ini sedang dicoba dilakukan di tempat itu. Dia juga sedang mencari wilayah mana yang dekat dengan Banyuwangi untuk menjadi lokasi budidaya.
“Lalu di Aceh, di dekat Sabang juga bagus, yang dekat Morotai juga bagus. Ini semua sedang dirancang,” bebernya.
Dalam kesempatan yang sama, Marketing Director PT Pasifik Masami Indonesia, Sherly Indrawati Aminoto mengatakan, sebenarnya untuk permintaan tuna kaleng dari Kanada ini tidak terbatas. Namun untuk kontrak ekspor kali ini senilai US $10 Juta. Nilai ini menurunut
“Untuk sekarang 10 juta dolar, next 20 juta dolar pertahunnnya. Tergantung dari kapasitas produksi kita. Ini one of the largets di Canada,” katanya.
Sherly mengakui saat ini bahan baku ikan menjadi salah satu persoalan besar yang harus dihadapi. Karena bahan baku adalah persoalan yang sangat penting. Pihaknya masih menyiasati bagaimana caranya bisa melakukan budidaya ikan yang menjadi bahan baku.
Sebagai pelaku industri pengolahan ikan, dirinya harus tahu posisi ikan ada dimana. Ke depan juga perusahaannya harus memiliki kapal yang bisa mendetaksi ikan tertentu ada di mana. Sehingga bisa melakukan impor bahan baku dari negara yang menjadi posisi ikan. Dia mencontohkan, ikan lemuru ditemukan di perairan Pakistan. Ikan lemuru di sana sama persis dengan yang di Muncar, Banyuwangi. Bahkan lemuru dari Indonesia keliling hingga ke Jepang.
“Jadi mereka bertelur dari ujung ke muncar lalu jalan ke India menuju Pakistan. Tapi mereka tidak punya pabrik, kita impor, diproses di sini jadi produk Indonesia,” katanya.
Untuk menyiasati keterbatasan bahan baku, saat ini, PT Pasifik Masami Indonesia sudah memiliki cold storage yang cukup besar. Di pabrik Ketapang, bisa menampung 4.000 ton ikan dan pabrik Muncar berkapasitas 10 ribu ton. Cold storage ini mampu menyimpan bahan baku untuk kebutuhan minimal 2 bulan.
“Saat di sini tidak ada ikan, masih ‘hidup’ bulan depan. Bulan depannya lagi kita mesti cari lagi dimana itu ikan, mesti kayak gitu terus,” pungkasnya.