Ekspedisi Jawadwipa: Menyusuri Jejak Sesar Aktif di Jatim
Sejumlah daerah di Jawa Timur (Jatim) dilalui oleh sesar aktif yang bisa menimbulkan bencana. Di sisi lain, pengetahuan lokal maupun sejarah di masa lampau terkait mitigasi masih banyak yang belum digali.
Hal tersebut membuat sejumlah peneliti yang tergabung dalam Ekspedisi Jawadwipa, tergerak untuk menelusuri sejumlah sesar aktif di Jatim. Juga mencari pengetahuan lokal terkait pengurangan risiko.
Ekspedisi Jawadwipa diisi oleh, supervisor, Trinirmalaningrum; ketua tim operasional, Nugrah Aryatama; peneliti ahli geologi, Dr. Amin Widodo; peneliti ahli sejarah, Rakai Hino Galeswangi, dan ketua tim peneliti, Lien Sururoh.
Selain itu, Ekspedisi Jawadwipa juga diisi oleh belasan anggota dengan tugas masing-masing, seperti tim dokumentasi, komunikasi, kesetariatan, serta akomodasi dan kehumasan.
Ketua tim peneliti, Lien Sururoh mengatakan, penelusuran tersebut dimulai sejak Senin, 14 November 2022, kemarin, dengan menjadikan Pacitan sebagai daerah pertama yang didatangi.
Kemudian, kata Lien, penelitian tersebut dilanjutkan ke Blitar, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Mojokerto, Tuban, dan Surabaya sebagai daerah terakhir yang didatangi.
“Kalau Surabaya kita fokus untuk mendatangi atau menyusuri tempat yang diperkirakan dilaui sesar Surabaya dan sesar Waru,” kata ketua tim peneliti, Lien Sururoh, ketika dikonfirmasi, Selasa, 15 November 2022.
Salah satu tempat di Surabaya yang rencananya akan didatangi oleh Ekspedisi Jawadwipa adalah Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria yang berada di Jalan Kepanjen.
“Sejarah menyebutkan Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria itu rusak (akibat gempa) di tahun 1800an,” jelasnya.
Sedangkan, lanjut Lien, di wilayah Jatim lainya timnya akan mendatangi berbagai prasasti, candi, maupun artefak yang berkemungkinan menjelaskan terjadinya gempa di masa lampau. “Ada prasasti juga, kita juga cari lagi apakah ada sastra lisan ataukah tulisan dan lain-lainya yang ada hubunganya dengan bencana di masa-masa sebelumnya,” ujar dia.
Dalam perjalananya, Lien juga akan bertanya kepada masyarakat sekitar terkait mitigasi bencana. Sebab, warga yang bertempat tinggal di sesar aktif sebagian besar memiliki cara masing-masing dalam peringatanya.
“Pengetahuan lokal yang digali itu, mulai dari penyebutan bencana dari masa ke masa, keadaan atau memori kolektif dalam menanggapinya, terus dituangkan dalam bentuk apa,” ucapnya.
Lien berharap, penelitian tersebut dapat memperkenalkan kepada masyarakat luas dan pemerintah, bahwa penduduk sekitar sesar aktif memiliki pengetahuan lokal terkait mitigasi kebencanaan.
“Kalau dari memori kolektif biasanya punya sifat spesifik per daerah dan itu yang dimungkinan dijadikan strategi mitigasi bencana. Karena lebih mengenal ke masyarakat dan lebih aplikatif,” tutupnya.
Advertisement