Eksotisnya Pantai Ringgung dan Pulau Pahawang
Traveling
oleh Febriyanti Dwi Safitri
Kapal Feri Elvina
Walaupun cuaca mendung, begitu tiba di Pelabuhan Merak, Banten, yang berada di pulau Jawa bagian Barat, kami dapat langsung menyeberang ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung, Pulau Sumatera bagian Selatan.
Tanpa harus mengantri apalagi menunggu kapal terisi penuh oleh penumpang, hari itu kami serasa menaiki private cruise karena dapat langsung meninggalkan Pelabuhan Merak sesegera mungkin.
Beruntung sekali rasanya dapat Kapal Motor Elvina. Walaupun berukuran kecil, kapal itu terlihat masih baru, bersih dan nyaman. Mendapatkan kapal feri yang memiliki kondisi baik adalah untung-untungan.
Untuk menyeberang, mobil pribadi dikenakan tarif sebesar Rp375.000,00 (tanpa menghitung jumlah penumpang). Tarif tersebut berlaku sama untuk semua jenis feri tanpa melihat kondisi ataupun fasilitas feri yang tersedia.
Di Kapal Feri Elvina ini, kalau ingin duduk di ruang VIP harus membayar lagi Rp10.000,00 per orang. Kalau sudah masuk ruang VIP, kemudian ingin fasilitas tambahan berupa matras (seperti kami—gara-gara tidak kebagian sofa panjang), harus menambah lagi Rp5.000,00.
Menjelang tiba di Pelabuhan Bakauheni, dari kejauhan tampak Menara Siger berwarna kuning. Siger adalah topi adat pengantin wanita Lampung.
Tidak berapa lama kapal feri bersandar, mobil penumpang mulai keluar bergantian. Kami mencoba tol baru yang secara jarak masih relatif pendek. Kemudian, lanjut menggunakan jalan lama ke Tanjung Karang untuk check-in hotel.
Tanjung Karang, Lampung
Tiba di Tanjung Karang, selalu kagum dengan penataan kotanya yang cantik. Banyak patung bernuansa budaya Lampung yang kental dan juga tugu di setiap bundaran atau perempatan jalan.
Saat tiba di Tanjung Karang, kami belum bisa check-in di Pop Hotel Jl. Wolter Monginsidi. Sambil menunggu waktu check-in dan teman-teman yang lain datang, kami mencoba bakso dan mie ayam Son Haji Sony yang kebetulan sejalan dan dekat dengan hotel tempat kami menginap nanti.
Sayangnya di tahun 2021 ini saya membaca berita bahwa Bakso Son Haji Sony tutup di sejumlah gerai.
Pantai Sari Ringgung, Lampung
Tujuan utama liburan ke Lampung adalah mengunjungi Pulau Pahawang. Namun, itu akan jadi agenda esok, sesuai kesepakatan bersama teman-teman suami dan keluarganya.
Setelah check-in, menunggu waktu magrib dirasa masih terlalu lama, sehingga mencari ide untuk menghabiskan waktu di liburan hari pertama ini. Di lobi hotel, suami saya berbincang dengan dua orang temannya. Akhirnya mereka sepakat ingin eksplorasi Pantai Sari Ringgung.
Akses menuju ke Pantai Sari Ringgung di Maret 2018 masih melalui jalan tanah. Namun, mendekati bibir pantai, sudah banyak terlihat gazebo berjajar dan bis-bis pariwisata. Banyak terlihat pengunjung yang bermain-main di tepi pantai.
Rombongan kami terus menjalankan kendaraan masing-masing sampai di gerbang atau gapura yang bertuliskan "Krakatau View". Jalannya menanjak dan curam, membuat hati ciut.
Namun, dengan perhitungan yang matang, kami sepakat untuk menjajal membawa kendaraan untuk sampai ke tanah yang lebih tinggi dan lapang.
Saat mengambil foto-foto Pantai Sari Ringgung dari atas dalam keadaan gerimis, para suami melihat ada jalan yang lebih menanjak lagi. Adrenalin mereka pun terpacu untuk mencoba membawa kendaraan. Kondisi jalan tanah berbatu, tidak dapat berpapasan walau dengan motor sekali pun, sisi tebing kiri kanan masih tanah. Akhirnya, kami selamat sampai di puncak bukit.
Pemandangan dari puncak bukit ini membuat hati saya tergetar akan kehebatan maha karya Sang Pencipta. Ternyata di sini tempat untuk melihat view terindah untuk melihat Pantai Sari Ringgung.
Pulau Pahawang Kecil, Lampung
Beruntung rombongan kami kenal baik dengan Om Rob yang asli Lampung. Beliau berjasa sekali mencarikan rute anti macet sampai urusan nego harga perahu motor dan paket makan siang.
Sesuai pesannya, kami meninggalkan hotel pukul 07.00 pagi sambil membawa cemilan dan minuman di tas karena di sana tidak ada warung. Makan berat baru ada siang nanti.
Setelah rombongan siap, Om Rob bertindak sebagai road captain untuk mencari jalan pintas yang anti macet menuju dermaga Ketapang. Tiba di dermaga Ketapang, menghitung jumlah rombongan dan life jackets yang diperlukan, akhirnya diputuskan harus menyewa dua perahu motor.
Perjalanan dengan perahu motor di tempuh lebih kurang dua jam. Serasa perjalanan tanpa ombak karena cuaca sangat bersahabat. Kami sungguh beruntung.
Dalam perjalanan, di perahu motor ini saya baru tahu kalau Pahawang itu ada dua, yaitu Pahawang Kecil dan Pahawang Besar.
Rencana Rute Perjalanan dengan Perahu Motor
Dua perahu motor menuju Pahawang Kecil. Di sana nanti anak-anak dapat berenang sambil bermain air. Di Pahawang Kecil tidak ada warung ataupun toilet. Ada 1-2 orang yang menjual kelapa muda serta minuman kemasan. Pahawang Kecil ini, katanya adalah pulau pribadi. Jadi kami hanya dapat bermain-main di bibir pantai yang indah.
Setelah tiba di Pahawang Kecil, satu perahu motor lanjut menuju spot snorkeling untuk sebagian teman-teman yang tiba-tiba mendadak ingin snorkeling. Kami sepakat mereka yang snorkeling hanya boleh sampai menjelang makan siang karena akan makan siang bersama di Pahawang Besar.
Sedangkan satu perahu motor lagi tetap tinggal untuk kami yang memilih menikmati suasana di Pantai Pahawang Kecil.
Saat tiba di Pahawang Kecil, air laut masih surut. Takjub saia melihat pantainya yang begitu cantik. Pasirnya seolah membelah lautan. Perahu pun harus diseret melewati pasir bila ingin meneruskan perjalanan.
Kami diyakinkan oleh tour guide untuk jalan ke "pulau" sebrang. "Rasanya cuma seperti melewati banjir aja, kok," katanya.
Akhirnya kami mencoba beramai-ramai dengan hati dag dig dug. Mendekati "pulau", tiba-tiba gerimis datang. Akhirnya kami kocar-kacir kembali ke dekat perahu ditambatkan.
Di tempat ini banyak spot cantik untuk yang menyukai swafoto.
Pulau Pahawang Besar, Lampung
Waktu menunjukkan sekitar pukul 11 siang saat meninggalkan Pahawang Kecil menuju Pahawang Besar.
Kami sempat melewati perahu motor yang digunakan teman-teman yang masih snorkeling. Namun, tak berapa lama terlihat perahu motor tersebut mulai jalan juga menuju Pahawang Besar.
Mendekati dermaga Pahawang Besar, tampak jelas terlihat di bawah permukaan air laut banyak terlihat ganggang laut. Di sini tidak ada pasir yang landai. Jadi kami harus meloncat naik dari perahu ke atas jembatan dermaga.
Menginjakkan kaki di Pahawang Besar, kami mengikuti tour guide yang merangkap sebagai pengemudi perahu motor menuju lokasi makan siang. Tiba di sebuah gazebo besar yang berada di paling ujung pulau ini dan terlihat sudah tersedia beberapa kursi plastik hijau.
Makan siang kami terlihat sudah siap dengan menu sederhana, antara lain: ikan, ayam, sayur asem & lalapan sambal. Walaupun menu sederhana rasanya begitu menggugah selera.
Kita tidak perlu khawatir mengenai air bersih. Di sini tersedia keran air bersih untuk cuci tangan, sebelum dan sesudah makan. Atau dapat juga menumpang ke rumah penyedia katering atau prasmanan bila ingin ikut ke toilet. Serasa berlibur di pulau pribadi walaupun fasilitas masih sederhana.
Setelah makan siang, begitu terkena tiupan angin semilir dari pohon kelapa, kami mulai terserang kantuk. Akhirnya para suami mulai memesan kopi. Alasannya karena nanti begitu kami kembali ke Dermaga Ketapang, mereka harus lanjut menyetir untuk pulang ke Jakarta dengan keluarga masing-masing.
Pesta Durian
Tiba di dermaga Ketapang kami bersih-bersih di toilet umum. Untuk yang muslim dapat lanjut salat di masjid yang cukup besar. Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Bakauheni.
Di pertengahan jalan para suami walaupun sambil menyetir tetap saling kontak melalui radio komunikasi (HT). Mereka akhirnya sepakat ingin mencoba durian Lampung. Beruntung ada Om Kum yang menyimpan nomer penjual durian tersebut. Singkat cerita, penjual datang membawa durian di meeting point yang disepakati.
Berbagai cara dikerahkan untuk membuka durian. Termasuk suami saya yang berusaha membuka durian menggunakan obeng. Sayangnya kualitas durian kurang bagus. Jadi saya tidak jadi berbagi nomer ponsel penjualnya agar teman-teman tidak kecewa seperti kami.
Herannya, walau durian kualitasnya kurang bagus, semua tetap semangat untuk mencoba. Itulah namanya liburan, seru-seruan bersama dan menikmati bersama, apa pun kondisinya.
ditulis berdasarkan pengalaman perjalanan pada 17-18 Maret 2018
Advertisement