Eksotisme Batik Sendang Dhuwur, Ikon Desa di Lamongan
Membatik telah menjadi budaya yang mentradisi bagi masyarakat Desa Sendang Dhuwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Ratusan perempuan penuh kesetiaan menguri-uri kerajinan warisan adiluhung leluhur ini.
Memasuki desa di daerah perbukitan ini, terasa suasana lengang menyambut. Namun bila melongok kedalam rumah atau dipekarangan belakang rumah warga terlihat kesibukan para perempuan sedang tekun menorehkan canting diselembar kain yang disampir di batang bambu, membatik.
"Membatik sudah menjadi salah satu urat nadi ekonomi warga Sendang Dhuwur. Ratusan warga menggantungkan hidup dari membatik," kata Kepala Desa (Kades) Sendang Dhuwur Bahrul Rohmil.
Dari total jumlah penduduk 2009 jiwa ratusan warga berprofesi sebagai pembatik. Terdapat 198 pengusahs batik tulis. Setiap pengusaha batik rata-rata dibantu 8 hingga 10 orang tenaga kerja, yang mayoritas warga Sendang Dhuwur sendiri.
Umumnya 'garapan' membatik dibawa pulang dan dikerjakan dirumah sembari nyambi mengerjakan pekerjaan dirumah atau sambil momong anak.
"Dari tahun ke tahun jumlah pengusaha batik tulis terus meningkat. Biasanya pembatik yang sudah mahir kemudian mandiri dengan membuka usaha sendiri," tutur Kades dua periode ini.
Tidak hanya membuka usaha batik didesa sendiri, menurut Bahrul, tak sedikit perajin batik yang kemudian 'berkarya' di wilayah lain karena menikah dan mengikuti suami pindah ke luar daerah.
"Kalau ada motif batik Sendang Dhuwur di wilayah lain karena cikal bakalnya memang dari warga sini yang pindah dan membuka usaha batik di tempat lain," jelas Bahrul
Terus tumbuhnya pengusaha batik tulis di Desa Sendang Dhuwur tidak lepas dari prospektifnya potensi pasar. Berapapun produksi batik tulis yang dihasilkan semuanya selalu terserap pasar.
Sampai saat ini pangsa pasar batik tulis Sendang Dhuwur telah merajai pasar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Untuk Jawa Timur pemasarannya menjangkau Kabupaten Jombang, Malang, Kediri, Ngawi, Bojonegoro dan Tuban sedang pemasaran di Jawa Tengah menembus Kabupaten Rembang, Blora,Pati dan beberapa kota lainnya.
Untuk pemasaran batik tulis,selain langsung di kirim ke penjual di pasar juga ada pengepul atau pembeli yang langsung datang membeli produk batik Sedang Dhuwur.
"Selain pemasaran langsung pengrajin batik tulis juga mengandalkan pemasaran dari even-even pameran yang seringkali di adakan Pemkab Lamongan. Batik tulis Sendang Dhuwur yang telah menjadi icon batik Kabupaten Lamongan selalu di sertakan dalam setiap kegiatan pameran,"papar Bahrul.
Camat Paciran Fadheli Purwanto menambahkan usaha batik tulis Desa Sendang Dhuwur telah menjadi penggerak ekonomi warga setempat.
"Selama ini dukungan Pemkab Lamongan cukup besar. Selain pembinaan batik tulis Sendang Dhuwur juga selalu diikutsertakan dalam setiap even pameran produk unggulan baik di wilayah Jawa Timur maupun skala nasional. Setahu saya beberapa motif batik juga sudah di patenkan oleh Pemkab Lamongan,"papar Fadheli Purwanto.
Salah satu pengusaha batik Siti Enifah mengaku sejak masa kanak-kanak sudah akrab dengan dunia batik karens dibesarkan di keluarga yang menekuni usaha batik. Selama belasan tahun menekuni kerajinan batik, dirinya kini menjadi salah satu pengusaha batik tulis Sendang Dhuwur dengan omzet penjualan hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya.
"Sejak kecil saya sudah akrab dengan batik. Setiap hari melihat ibu dan nenek saya membatik," kata Siti Enifah.
Bahkan dimasa kecilnya menggoreskan canting di selembar kain menjadi bagian permainan yang mengasyikkan. Ibunya tidak pernah memarahi atau melarangnya untuk 'mecorat-coret' kain dengan canting.
Mungkin, membiarkan anak bermain dengan cara tak lazim itu menjadi cara tersendiri bagi ibu Siti Enifah untuk menumbuhkan kecintaan pada membatik.Seiring bertambahnya tahun Siti Enifah semakin tekun memainkan jari jemarinya membatik hingga membuatnya piawai sebagai pembatik.
"Proses regenerasi membatik di Desa Sendang Dhuwur umumnya dari kebiasaan melihat keluarganya membatik, lalu kepingin mencoba dan diajari langsung cara membatik oleh ibu atau neneknya, " ujar perempuan ramah ini.
Siti Enifah sendiri mengaku merupakan generasi ke enam yang mewarisi dan menekuni usaha batik turun temurun tersebut.
Prosesnya memang tidak instan. Butuh waktu berhitung bulan bahkan tahun. Membuat batik memang membutuhkan modal kesabaran dan ketelatenan tinggi sebelum 'dikukuhkan' sebagai pembatik.
Dari proses belajar bertahun-tahun,perempuan yang juga istri dari Kades Sendang Dhuwur ini kini telah menguasai hampir semua motif batik yang menjadi ciri khas batik Sendang Dhuwur.
Sedikitnya terdapat empat motif khas batik tulis Sendang Dhuwur yaitu melati, burung, gendhakan, patina, dan bandeng lele.Untuk jenis kain batik sendiri yaitu Primis, Sanrio, mesres prima hingga sutra.
"Untuk batik kain sutra biasanya dibuat berdasarkan pesanan khusus. Karena harga jualnya mahal dikisaran Rp 2 juta," ujar Siti Enifah. Sementara untuk batik dengan jenis kain biasa harganya antara Rp 150 ribu hingga Rp 500 ribu perlembar.
Dibantu 7 orang tenaga kerja, setiap bulannya ibu empat putra ini bisa memproduksi sekitar 130 lembar batik. Pemasarannya diwilayah Jombang, Malang, Kediri, Ngawi hingga Cepu (Blora).
Untuk omzet penjualan sendiri Siti Enifah enggan menyebut nominal namun bisa mencapai belasan juta.
"Prosesnya memang sangat njlimet. Dalam sehari seorang pembatik hanya bisa menyelesaikan satu batik," urainya lagi.
Yang membuat Siti Enifah bersyukur, diantara penuh sesaknya produksi batik dipasaran, produksi batik tulis Sendang Dhuwur masih punya tempat tersendiri dipasaran.
"Batik tulis Sendang Dhuwur punya kekhasan tersendiri yang tidak dimiliki batik dari daerah lain seperti pada motif hewan dan bunga, dengan warna teduh.saya optimis, usaha batik tulis ini masih bisa eksis dan berkembang," tandasnya penuh keyakinan.(Totok Martono)
Advertisement