Ekskursus Centrius, Dekatkan Kitakyushu pada Warga Surabaya
Center for Identity and Urban Studies (Centrius) menggelar webinar bertajuk “From Surabaya to Kitakyushu: Building Green Cities through Urban Relations”, pada Jumat 27 November 2020. Webinar yang merupakan forum Ekskursus dari Centrius, membahas tentang kerja sama Surabaya dengan Kitakyushu yang telah berjalan selama 22 tahun. Di dalamnya, Centrius berupaya mendekatkan isu tentang kerja sama Surabaya dengan lembaga internasional, pada warga lokal.
Dias Pabyantara, koordinator Centrius menyebut jika ia terinspirasi dari kerja sama Surabaya dengan Kitakyushu yang berlangsung sejak tahun 2012. “Ekskursus adalah upaya awal untuk menjembatani diskusi antara pengambil kebijakan, aktivis, serta akademisi,” ungkap Dias saat membuka webinar tersebut. Lewat Ekskursus, Centrius berharap dapat meningkatkan kualitas hubungan antar masyarakat Surabaya dan Kitakyushu.
Pembicara pertama, Yazawa Takahiro, Konsul Ekonomi dan Transportasi dari Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya, mengungkapkan bahwa hubungan Indonesia dan Jepang di bidang lingkungan merupakan hubungan yang produktif. “Misalnya, terlihat dari pembangunan moda raya terpadu (MRT) di Jakarta serta program rehabilitasi fasilitas perairan di Pacitan,” ungkap Yazawa.
Sedangkan Hamamoto Ryuuta, Staf Senior dari Biro Lingkungan Kitakyushu Asian Center for Low Carbon Society menambahkan, bahwa kolaborasi Surabaya dan Kitakyushu memiliki potensi yang masih dapat dikembangkan. Di antara potensi yang disorot, salah satunya adalah kerja sama penanganan limbah medis menyusul adanya pandemik Covid-19. “Pemerintah Kitakyushu ingin selalu bisa membangun hubungan berbasis win-win solution dengan kota-kota lain,” ujar Hamamoto, yang juga sebagai perwakilan dari Kota Kitakyushu.
Menanggapi presentasi dari pihak Pemerintah Kitakyushu, Farah Andita sebagai Perwakilan Bagian Administrasi Kerja Sama Kota Surabaya mengatakan jika kerja sama ini memiliki nilai tersendiri bagi Kota Surabaya. “Berbeda dari sister city Surabaya yang lain, kerja sama kami dengan Kitakyushu ini secara spesifik disebut green sister city,” ungkap Farah. Ia juga menambahkan bahwa kerja sama ini adalah aktivitas sister city Surabaya yang paling aktif.
Pembicara lain, Gracia Paramitha, dosen London School of Public Relations, yang hadir sebagai perwakilan akademisi, menyatakan jika kota memiliki peran yang penting dalam upaya pelestarian lingkungan.”Dampak perubahan iklim dapat langsung dirasakan oleh masyarakat kota,” ungkap Grace. Sehingga, menurut Grace, diperlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan kota terkait lingkungan. “Terkait hal tersebut, peran pemuda dan komunitas lokal menjadi penting,” pungkasnya.
Dari perspektif komunitas masyarakat, Syafrizal Zaqi dari Kampoeng Djoeang menekankan pentingnya kalangan muda untuk bisa aktif dalam merespons perubahan iklim. Dalam pemaparannya, Zaqi, panggilan akrabnya, menyoroti pentingnya peran komunitas pemuda dalam merawat lingkungan. Ia berpesan bahwa pemuda perlu membumikan isu lingkungan dengan efektif. Menurutnya, hal tersebut dapat dilaksanakan dengan turun ke masyarakat demi mengetahui apa yang dibutuhkan. “Pemuda bisa membuat perubahan sekecil apa pun,” ungkap Zaqi menutup pemaparannya.
Sementara, Ekskursus merupakan sebuah forum yang bertujuan membahas tema-tema urban kontemporer melalui perspektif global dengan mengundang pemateri dari berbagai latar belakang. Edisi Eksursus kali ini didukung oleh Go-Work Coworking Space dan Ngopibareng.id. Edisi Ekskursus pertama diadakan tahun lalu pada 4 September 2019, bermitra dengan Institut Francais Indonesia di Surabaya.
Advertisement