Eksekusi Rumah di Atas Tanah Pemprov di Kediri, Warga Histeris
Eksekusi sejumlah rumah di Jalan Veteran lingkungan Persada Sayang Kecamatan Mojoroto Kota Kediri diwarnai isak tangis dan pingsannya warga. Seorang ibu terlihat tak kuasa menahan tangis dan kemudian pingsan saat tempat tinggalnya dieksekusi oleh petugas gabungan dari Satpol PP, Polri dan TNI.
Saat pingsan kondisi perempuan berusia lanjut tersebut terlihat lemas dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat menggunakan mobil ambulans. Tak ayal kejadian ini membuat sejumlah kerabatnya menangis. Sejumlah Warga hanya bisa bersikap pasrah saat petugas gabungan mengeluarkan isi benda yang ada di dalam rumah satu persatu.
"Tindakan hari ini merupakan kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah pada masyarakat kecil oleh karena ada banyak hal. Pertama objek di atasnya ada bangunan rumah warga sudah berlalu puluhan tahun, mulai tahun 1985," terang Agustinus Jehandu selaku kuasa hukum warga.
Ia menjelaskan jika pada tahun 1985 sebidang tanah itu dipergunakan oleh warga. Sebagian besar warga yang menggunakan tanah itu berstatus sebagai pegawai UPT PU Bina Marga Kota Kediri.
Kemudian pada tahun 1986 terbit sertifikat hak pakai atas nama Pemerintah Daerah Tingkat 1 Provinsi Jatim. Disebutkan jika peruntukannya adalah untuk bangun rumah dari pegawai Pekerjaan Umum (PU), yang ketika itu mereka masih belum memiliki tanah untuk membangun tempat tinggal.
"Lalu setelah terbitnya sertifikat hak pakai nomor 16 warga dibebani membayar retribusi setiap tahun dan itu dipatuhi oleh warga. Kemudian rumah yang dibangun diatas lahan sertifikat hak pakai nomor 16 itu, dilengkapi dengan izin mendirikan bangunan. Dengan demikian dapat saya katakan bahwa bangunan tersebut bukan bangunan liar," ceritanya.
Pada tahun 2015 Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan surat keputusan yaitu pengalihan peruntukan lahan sertifikat hak pakai nomor 16 tersebut. Semula untuk membangun rumah dari pegawai PU pada zaman itu, peruntukannya dialihkan kepada Dinkes Jatim UPT Rumah Sakit Kusta Kediri. Sejak terbitnya SK itu warga tidak lagi ditarik retribusi.
Setelah keluarnya SK, lalu dibuat serah terima dari Dinas PU ke Dinkes Provinsi Jatim. Dalam hal ini warga minta tetap diperlakukan sebagai manusia di mana mereka menuntut agar diberi ganti rugi bangunan. Tetapi ternyata permintaan warga tidak direspons dengan baik.
"Karena situasi semakin tidak kondusif maka saya dengan tulus hati mengajukan gugatan ganti rugi ke Pengadilan Negeri Kota Kediri. Sudah saya daftarkan pada tanggal 23 Mei 2023, dan sudah teregistrasi Panitera Pengadilan Negeri Kota Kediri. Perkara tersebut sudah diagendakan sidang pertamanya pada tanggal 27 Juni 2023," terangnya.
Ia menyebut total bangunan yang ditempati oleh warga kurang lebih sebanyak 18 unit. Agustinus Jehando menambahkan sebelum penertiban berlangsung dirinya sudah berusaha untuk meyakinkan tim dari Pemprov Jatim agar ditangguhkan.
"Kita sama-sama menghormati proses hukum oleh karena dalam hal di Pengadilan Negri Kota Kediri, adalah prosedur mekanisme yang ditempuh dan dilakukan tidak melanggar undang-undang oleh karena itu institusi pengadilan dibentuk oleh negara. Seharusnya baik saya maupun tim dari provinsi sama-sama menghormati hukum," tuturnya.
Sementara itu diketahui rencananya lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur tersebut akan digunakan untuk pengembangan Rumah Sakit Daha Husada. Ketika ditanya terkait adanya gugatan yang sudah di daftarkan ke Pengadilan Negri Kota Kediri terkait hal ini. Dokter Darwan Triyono selaku Direktur RS Daha Husada menjawab, "Kita mengikuti saja, kita lihat situasi dan kondisi," ujar Darwan.
Kata dia, proses eksekusi ini tak berlangsung ujug-ujug. Namun sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi dan perundingan.
"Surat teguran itu ada tiga kali, surat teguran satu, dua dan tiga. Kemudian dilanjut dengan proses surat peringatan juga diberikan tiga kali. Semua prosedur sudah kita lewati untuk penertiban ini, tetapi tidak ada titik temu. Sebagian orang dengan sadar mengosongkan diri. Dari 26 kaveling itu enam kaveling sudah kosong, 13 kaveling telah pindah dan dibongkar mandiri. Karena proses sudah berjalan sesuai prosedur maka kita lakukan penertiban," terangnya.
"Mereka menuntut ganti rugi bangunan. Sebenarnya sudah sadar bahwa ini adalah aset tanah Pemprov Jatim. Tetapi seperti perjanjian awal dulu, disebutkan bahwa apabila Pemprov Jatim membutuhkan aset tanah ini maka warga harus mengembalikan dalam kondisi kosong. Artinya tidak ada ganti rugi bangunan tetapi warga melayangkan gugatan, kepada warga kami persilahkan, sesuai prosedur hukum," tambahnya.