Eks PM Jepang Shinzo Abe, dari Anak Menteri hingga Skandal Tanah
Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe resmi mengundurkan diri dari jabatan. Pengumuman itu disampaikan dalam konferensi pers di Tokyo, pada Jumat 28 Agustus 2020. PM dengan jabatan paling lama menyatakan bahwa dia mundur karena alasan kesehatan.
Abe mengaku mengidap penyakit kolitis ulserativa atau radang usus besar kronis yang menyebabkan peradangan di saluran pencernaan. Ia pun meminta maaf atas pengunduran dirinya itu. Dengan membungkukkan badan, pria 65 tahun itu mengucapkan maaf kepada rakyat Jepang.
"Saya membuat keputusan bahwa saya tidak melanjutkan pekerjaan saya sebagai perdana menteri. Saya harus melawan penyakit dan perlu dirawat. Meskipun masih ada satu tahun lagi dalam masa jabatan saya dan ada tantangan yang harus dihadapi, saya telah memutuskan untuk mundur sebagai perdana menteri," kata Abe.
Terjun ke Politik Mengikuti Karir Sang Ayah
Dilansir dari situs Kantor Berita Perdana Menteri Jepang, Abe lahir pada 21 September 1954 di Tokyo, Jepang. Dia menamatkan pendidikan di Jurusan Ilmu Politik Fakultas Hukum, Universitas Seikei pada 1977, lantas melanjutkan kuliah di jurusan politik University of Southern California, Amerika Serikat. Setelah itu, dia bekerja di perusahaan Kobe Steel.
Dilansir Japan Times, Abe memutuskan keluar dari Kobe Steel pada 1982. Ia menjadi asisten sang ayah, Shintaro Abe, yang didapuk menjadi Menteri Luar Negeri. Dia juga mengikuti jejak ayahnya bergabung dengan Partai Demokratik Liberal (LDP). Sejak itu dia bergelut dengan politik.
Abe pertama kali lolos menjadi anggota parlemen Jepang (Diet) dari wilayah konstituen Yamaguchi, sama seperti mendiang ayahnya. Karir politiknya dengan dukungan LDP terus melesat hingga menjadi Wakil Kepala Sekretaris Kabinet pada Juli 2000. Lima tahun kemudian dia terpilih menjadi Kepala Sekretaris Kabinet.
Setahun setelahnya, Abe berhasil terpilih menjadi perdana menteri mengalahkan pesaing politiknya, Taro Aso dan Sadakazu Tanigaki. Namun, Abe harus mundur pada 2007 akibat kondisi kesehatan.
Dia lalu maju lagi pada 2012 dan menjabat sebagai perdana menteri sampai saat ini.
Bencana di Jepang
Dilansir surat kabar The New York Times, Abe menjabat sebagai perdana menteri selama hampir delapan tahun. Selama masa jabatannya, Jepang menghadapi bencana alam gempa bumi, tsunami, bencana nuklir hingga pandemi corona.
Selama masa pemerintahannya, Abe mengusulkan gagasan amandemen undang-undang dasar Jepang. Diduga hal itu dia lakukan untuk memperkuat militer Jepang akibat kondisi geopolitik di wilayah sekitarnya, seperti agresivitas Korea Utara dan China yang gencar membangun persenjataan.
Abe juga berupaya menjadi penengah pertikaian antara Amerika Serikat dan Iran. Kedua negara itu adalah sekutu Jepang. Dengan AS, Jepang bergantung dari sisi militer. Sedangkan Iran semula adalah salah satu pemasok minyak bumi kepada Jepang, sebelum diembargo oleh AS.
Akan tetapi, di masa pemerintahannya, hubungan Jepang dan Korea Selatan (Korsel) menemui ganjalan. Sebab, Jepang hendak memperhalus isi buku sejarah bangsa dengan tidak menonjolkan kekejaman pasukan mereka saat Perang Dunia II.
Sedangkan Korsel sampai saat ini menuntut tanggung jawab dan ganti rugi dari Jepang atas kekerasan militer hingga pemerkosaan yang dialami para perempuan Korsel saat PD II.
Didemo Warga Jepang
Karir politik Abe tak selalu mulus. Dua tahun lalu, Abe terjerat dugaan skandal penjualan tanah milik negara dengan diskon besar kepada operator sekolah nasionalis yang memiliki hubungan dengan istrinya.
Abe dituding menjual tanah negara seharga 10 persen dari harga pasar kepada lembaga pendidikan Moritomo Gakuen. Moritomo Gakuen merupakan operator sekolah yang dijalankan oleh teman dekat istri Abe, Akie Abe.
Kasus ini pertama kali terungkap pada 2017. Sejak terendus media, nama Akie Abe langsung dihapus dari dokumen resmi jual-beli tanah tersebut. Menteri Keuangan Taro Aso bahkan mengaku sudah mengubah sejumlah dokumen terkait penjualan kontroversial itu.
Skandal itu dinilai sebagai krisis politik terbesarnya sejak menjabat pada Desember 2012. Skandal itu juga memicu gelombang aksi unjuk rasa menuntutnya untuk mengundurkan diri.
Abe pun meminta maaf kepada masyarakat Jepang terkait kasus itu.