Ekonomi Umat dan Non Umat, Lho Koq?
Sejak Kiai Haji Ma’ruf Amin dinobatkan sebagai Calon Wakil Presiden RI mendampingi Calon Presiden Joko Widodo pada kontestasi Pemilu Pilpres 2019, terminologi ‘Ekonomi Umat’ menjadi sangat popular. Apalagi sempat diucapkan sendiri oleh Presiden Jokowi..”Sebagai Negara dengan penduduk muslim terbesar, kita harus mengatasi masalah kemiskinan-kesenjangan dengan memperkuat ekonomi umat”.
Ucapan Presiden Jokowi ini terkait dengan upaya melegitimasi pilihan Cawapresnya, KH Ma’ruf Amin. Dikarenakan banyak yang masih meragukan kemampuan KH Ma’ruf Amin untuk menjawab tantangan ekonomi kita saat ini yang cukup rawan dan membutuhkan penanganan serius. Keraguan atas kemampuan Ma’ruf Amin menjadi kian meruncing ketika Prabowo memunculkan Sandiaga Uno yang berlatar belakang pelaku bisnis aktif sebagai Wakil Presiden. Para pendukung Jokowi-Ma’ruf gencar meyakinkan masyarakat bahwa KH Ma’ruf adalah sosok yang paham betul tentang ekonomi syariah yang selama ini digelutinya. Gayung pun bersambut ketika Presiden Jokowi membenarkan bahwa untuk menanggulangi masalah ekonomi umat, perlu kehadiran seorang Ma’ruf sebagai cawapres untuk mendampinginya membangun perekonomian bangsa ini.
Dari ucapan Jokowi ini, ada kesan seolah dalam menangani masalah perekonomian Indonesia, rakyat terpisahkan menjadi dua bagian, yang tergolong dalam satuan ‘umat’ dan ‘non umat’. Nah, sampai di sini saya dipaksa untuk merenung dan berimajinasi dengan berandai-andai. Andai saja Bung Karno masih hidup saya akan bertanya padanya: Apa perlu dihadirkan terminologi ‘ekonomi umat’ dalam kamus perekonomian bangsa Indonesia? Karena Bung Karno sendiri selalu mengajarkan kepada kita untuk senantiasa mengatakan Rakyat itu SATU…Rakyat Indonesia. Beraneka ragam suku dan agama tapi SATU, Rakyat Indonesia. Berkulit hitam, kuning, sawo mateng, coklat, bule, dan yang berlatar belakang agama Hindu, Budha , Kristen, Konghucu, aliran kepercayaan dan Islam, tapi mereka tetap SATU…Rakyat Indonesia!
Maka dalam situasi dan kondisi serta peristiwa apapun, rakyat harus tetap satu. Sebagai satu entitas yang tak boleh dipisah-pisahkan oleh kepentingan apapun, termasuk dan terlebih lagi demi kepentingan sesaat (baca: Pemilu-Pilpres). Sehingga pada saat harus menerima arahan seakan ada dua kubu rakyat yang berbeda di wilayah ekonomi, ekonomi umat dan non umat, tidakkah pendekatan segregasi yang memisahkan kubu rakyat Muslim dan non-Muslim ini, justru satu hal yang ditabukan oleh para pendiri Republik kita? Mengapa tidak gunakan saja istilah ekonomi rakyat, perekonomian rakyat, ekonomi kerakyatan, yang semua ini dalam upaya menjawab penderitaan rakyat Indonesia.
Dengan pertanyaan yang saya ajukan ini, tentu saja dalam upaya agar tidak ada lagi di pihak lain yang berkelompok untuk merumuskan sistem dan bangunan ekonomi non umat sebagai antitesis. Belum lagi bangunan ekonomi lain dengan berbagai istilah yang semakin membelah-belah rakyat menjadi terkotak-kotak. Tanpa harus melakukan pembenaran terhadap pilihan KH Ma’ruf Amin sebagai Capres Jokowi, Rakyat telah menerimanya dengan tangan terbuka. Bisa dibuktikan dari berbagai dukungan yang dapat dibaca di berbagai sosmed maupun media massa nasional, dimana tak satu pun kelompok yang secara ekstrim tidak menerima kehadiran KH Ma’ruf Amin.
Bahwasanya ada sebagian rakyat yang kecewa, seperti dinamika yang terjadi dalam tubuh komunitas Ahokers, bukankah hal ini justru memperkaya dan memperindah pesta demokrasi yang malah mendewasakan rakyat dalam melakukan pilihan?! Begitu pula halnya dengan berseliwerannya komentar terhadap gambar dua sosok santri; yang satu muda sederhana, dan yang satu lagi kiai gaek tua yang bergandengan berjalan di bawah lebel yang sangat meyakinkan: Capres-Cawapres pilihan rakyat 2019. Walau banyak yang kemudian berkomentar lesu, karena kehilangan gairah melakukan kampanye saat menatap poster yang kurang menggairahkan semangat anak muda, biarkan juga hal itu ada. Toh pada akhirnya, kinerja pak Jokowi lah yang menjadi magnet bagi rakyat menentukan pilihannya.
Kalau kemampuan Ma’ruf Amin dipertanyakan juga oleh para pendukung setia pak Jokowi, hal ini hanyalah merupakan bentuk kekhawatiran dan menjaga agar tetap aman, Jokowi terpilih kembali memimpin negeri ini untuk yang kedua kalinya. Hal mana tertkait sangat erat dengan kondisi perekonomian kita hari ini yang sangat memerlukan penanganan khusus. Karena diyakini oleh para pendukung yang paham situasi, hanya masalah ekonomilah yang akan menjadi penentu mulus tidaknya Jokowi melewati PIlpres 2019 dengan sukses dan lancar. Selain tentunya over confident (over Pede) adalah musuh paling dekat!
*) Ditulis oleh Erros Djarot -Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari watyutink.com