Ekonomi Musuh Potensial Jokowi, Bukan Prabowo!
Mayoritas rakyat Indonesia adalah rakyat yang hidupnya pas-pasan. Dari sisi ekonomi, mereka telah sangat lama termarjinalkan oleh program pembangunan ala rezim Orde Baru yang lebih memberikan kenyamanan masyarakat kelas papan atas dan menengah atas.
Sebagai masyarakat kelas papan bawah, dalam arti hidup di wilayah kemiskinan multi dimensional, bertemu dan bercengkrama mesra dengan para pemimpin yang bertengger di pusat kekuasaan, sangat tidak mungkin.
Apalagi bermimpi bisa selfie dengan Presiden. Hal itu hanyalah mimpi di siang bolong yang jauh dari kemungkinan akan terjadi.
Pada dasarnya, kondisi psikologis masyarakat pinggiran ini selalu merasa miskin dan terkurung dalam rasa rendah diri yang sangat kuat. Dalam keadaan yang pengab sosial-ekonomi dan merasa serba tertekan ini, tiba-tiba datang uluran tangan dari seorang presiden yang membebaskan mereka dari segala beban psikologis dan kemarjinalan selama ini.
Dinding yang memisahkan jarak antara rakyat dan pemimpinnya, dirobohkan langsung oleh tangan sang presiden sendiri. Siapakah sang Presiden ini? Sangat mudah ditebak karena seluruh mata rakyat Indonesia menyaksikannya. Sang Presiden ini tak lain adalah Jokowi, Presiden RI ke-7 (tujuh).
Eforia mendapat pemimpin yang sederhana, dimana rakyat merasa berada dalam satu rumpun dan bahasa ketika tatap muka enggan Presiden idamannya, begitu menggema di seluruh pelosok Tanah Air.
Rakyat di lapisan papan bawah, langsung jatuh cinta dan terlanjur larut dalam hubungan batin yang terpatri kuat di hati rakyat kecil yang merasa 'diwongke' oleh presidennya. Suatu bentuk suasana batin yang selama ini tak pernah ada sejak kepergian almarhum Bung Karno di tahun 1970.
Kuatnya akar cinta yang menjalar dan tertanam di hati mayoritas rakyat kecil ini, sudah begitu meluas dan meroyan. Sangat sulit untuk dirontokkan oleh Prabowo hanya dalam waktu 6 enam bulan ke depan.
Tidak mudah bagi rakyat yang mayoritas masih berada dalam kultur masyarakat tradisionil, yang selalu sulit untuk berpindah rasa cinta dalam sekejap. Dari figur yang dicintai begitu intens, harus berpindah cinta pada figur yang baru dan tak begitu akrab dengan budaya hidup mereka.
Dengan demikian, bila upaya melakukan pergantian lewat Pilpres pada 2019, yang diajukan adalah sosok Prabowo sebagai faktor penentu melengserkan Jokowi, saya khawatir apa yang ditargetkan bakal meleset. Karena dalam kenyataannya Pilpres 2019 lebih menonjolkan perlombaan siapa cepat dapat.
Maksudnya yang lebih cepat mengambil hati rakyat, dialah yang bakal menang. Adu program dan rencana ke depan oleh dua kandidat nggak begitu penting. Yang penting sregnya hati dan emosi mayoritas pemilih yang tak lain adalah masyarakat papan bawah.
Dalam kehidupan di masyarakat papan bawah, mereka cenderung tulus dalam memberikan cinta mereka kepada figur yang digandrunginya. Dalam hal ini Jokowi jagonya. Ia mampu menyihir rakyat dilapisan bawah hingga mereka rela berkorban hidup sedikit susah untuk tetap bersama Jokowi.
Prinsipnya, nggak apa sedikit susah dan hidup kekurangan, tapi bahagia. Dari pada hidup dalam kualitas ekonomi yang lumayan baik, tapi tidak bahagia karena merasa jauh dengan para pemimpin, tidak ‘diwongke’, dan merasa terbuang. Kekhawatiran inilah yang ada pada mereka ketika harus meninggalkan Jokowi pindah hati ke Prabowo.
Dalam kaitan ini, saya berkeyakinan, figur Prabowo bukan merupakan faktor determinan yang bisa memenuhi panggilan 2019 Ganti Presiden. Karena musuh potensial yang dapat menggerus dukungan mayoritas rakyat kepada Jokowi hanyalah kondisi ekonomi mayoritas rakyat.
Bila perekonomian ke depan secara intens menyeret mereka ke lembah kehidupan yang serba sangat sulit, dan bahkan untuk hanya sekadar bertahan hidup, maka barulah Prabowo hadir sebagai harapan.
Keterpurukan ekonomi ini, salah satunya bisa jadi dipicu oleh nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang terus merosot tanpa bisa dibendung lagi, alias tak terkendali.
Jeritan emak-emak yang nyata dan diperbesar menggelembung oleh gerakan politik "2019 Ganti Presiden", merupakan musuh Jokowi sangat potensial yang mampu menggerus cinta pada Jokowi yang ada di hati mayoritas masyarakat kita.
Nah, bila hastag 'Jokowi Dua Periode' mau menjadi kenyataan, urus saja ekonomi hingga gerakan emak-emak anti Jokowi kehilangan bukti dan alasan nyata, karena rakyat masih tercukupi semua kebutuhan dasar mereka. Cukup itu saja! Tapi bila ekonomi bergerak semakin dalam ke arah yang tak berpengharapan, 2019 Ganti Presiden dipastikan bakal terjadi!
So, pilihan ada pada para pendekar yang ada di sekeliling pak Jokowi!
*)Oleh Erros Djarot, budayawan. Dikutip sepenuhnya dari www.watyuthink.com