Ekonom Sederhana Rujukan Gubernur
Kabar mengejutkan datang hari ini. Begitu membuka laman Facebook agak siang, dindingnya dipenuhi ungkapan duka. Juga foto profil Drs Soebagyo close up dengan senyum
khasnya.
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair itu telah menghembuskan nafas terakhir di RS RKZ, Sabtu dini hari (31/3/2018), pukul 03.20 WIB dalam usia 68 tahun.
Kesederhanaannya, wajahnya yang serba senyum, dan tutur katanya yang selalu lembut membuat orang tak akan mengira ia sudah berumur jelang 70 tahun. Saya pun meyakini masih berusia di bawah 60 tahun.
Belum lama ini, di wall FB-nya ia pamit dari tugasnya sebagai anggota dewan komisaris Bank Jatim. Dari statusnya, ia tampak lega bisa menyelesaikan tugasnya mengawal bank daerah tersebut sampai tuntas masa periode jabatannya.
Dini hari ini, ia tak hanya pamit dari kiprah profesionalnya. Tapi pamit selamanya untuk meninggalkan dunia fana ini. Nderek belo sungkowo untuk keluarga yang ditinggalkannya.
Pak Bagyo --demikian ia biasa dipanggil-- ekonom membumi yang selalu menjadi rujukan pemerintah daerah. Selama dua periode pemerintahan Soekarwo-Gus Ipul, ia menjadi anggota dewan pakar Pemprov Jatim.
Ia menjadi partner berpikir Pakde Karwo --panggilan akrab gubernur Jatim itu-- dalam merumuskan kebijakan di bidang ekonomi. Sampai kemudian melahirkan konsep Jatimnomics yang menjadi pendekatan pembangunan ekonomi Jatim.
Ia juga pernah menjadi staf khusus bidang ekonomi Pemkot Surabaya. Saat Pak Bambang DH menjadi walikota dam saya wakilnya. Pak Bagyo menjadi rujukan kami berdua setiap menyusun kebijakan ekonomi kota ini.
Saya suka Pak Bagyo dalam menjelaskan berbagai teori ekonomi. Tidak rumit dan gampang dicerna. Banyak ekonom pinter tapi tidak bisa menjelaskan teori rumit dengan sederhana seperti dia. Para mahasiswanya pasti juga menyukainya.
Suatu ketika saya ngangsu kaweruh (belajar) khusus tentang SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan). Yaitu selisih antara surplus atau defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi.
Dengan senang hati ia menjelaskan dengan sabar. Itu berlangsung di ruangan kerjanya di FEB Kampus C Unair Surabaya. Sore hari: dari jam 16 sampai 19. Diselani salat maghrib dan makan nasi kotak bersama. Saat itu, saya merasa seperti kuliah intensif secara privat.
Pertemanan terus saja berlangsung akrab meski saya sudah tidak berada di pemerintahan. Terkadang saling bersapa lewat laman pertemanan di media sosial. Juga bersapa langsung di setiap kali ada forum diskusi ekonomi bersama.
Kini, ekonom sederhana yang awet terlihat muda itu sudah meninggalkan kita. Tapi tidak dengan ilmu dan pemikiran yang telah ditularkan kepada kita semua.
Selamat jalan Pak Bagyo!