Efek Domino Covid-19, Orang Takut Berobat ke Rumah Sakit
Pandemi Virus Corona (Covid-19) tidak hanya menimbulkan masalah serius di bidang kesehatan. Mengguncang perekonomian dan merusak sendi-sendi peradaban sosial. Tapi efek domino virus kelahiran China tersebut sudah melebar ke mana-mana.
Pedagang sepi pembeli, pekerja informal kehilangan penghasilan. Corona juga membuat arang takut berobat ke rumah sakit maupun ke Puskesmas. Ironis saat Virus Corona bertebaran ke mana-mana, malah ada warga masyarakat yang takut berobat.
Ngopibareng.id merekam alasan beberapa warga yang tiba-tiba takut ke rumah sakit. Mereka menyampaikan alasan yang sama, takut tiba-tiba dianggap terpapar Corona, kemudian masuk karantina.
Maka ketika warga ada yang batuk pilek, pegal linu mereka memilih lari ke toko obat atau apotek daripada berobat ke Puskemas.
"Saya tidak mau berobat ke Puskemas. Takut dianggap kena Cirus Corona," tutur Sulastri, seorang ibu yang sedang membeli obat sakit perut di Gerai Kimia Farma Jl S Parman, Jakarta Barat, Sabtu 4 Maret 2020.
Ibu dua anak yang tinggal di Apartemen Kedoya, Kebun Jeruk, Jakarta, mengantongi kartu BPJS Kesehatan kelas 1 dan bisa berobat gratis. Tapi tidak mau menggunakan haknya karena takut.
Ia menuturkan, penyakit yang ada sekarang, seakan akan hanya penyakit corona, tidak ada jenis penyakit yang lain.
"Flu biasa dicap Corona, badan meriang, Corona. Mual karena masuk angin dibilang terpapar Corono, kemudian masuk ODP (Orang dlm Pemantauan) atau PDP (pasien dlm pengawasan), itu yang membuat saya takut," kata Lastri.
Ia juga menyebut sekarang sepertinya hanya pasien Corona yang bisa mati. Setiap hari masyarakat disuguhi laporan data jumlah kasus Corona dari yang positif, yang dirawat, dalam pengawasan, yang sembuh sampai yang meninggal dunia.
Ia kemudian membandingkan dengan pandemi wabah demam berdarah (DBD) di Kupang.
"Iya lho, penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam sepekan terakhir bertambah. Sampai 1 April 2020 tercatat 4.518 orang yang terjangkit dan 48 orang meninggal," kata Lastri.
Ia pun memperlihatkan hp berisi data DBD di Kupang yang ia peroleh dari adiknya seorag ASN di di NTT. "Tapi tidak terekspos kan," katanya.
Pembicaraan dengan seorang fobia rumah sakit harus berakhir, karena penjemputnya sudah datang.
Dokter konsultan ahli paru RS Yarsi Jaksrta Pusat Erlin Burhan dikonfirmasi sehubungan ada warga yang takut berobat ke RS mengatakan, Lastri merupakan satu dari sekian banyak orang yang berpandangan seperti itu.
"Saya akui orang yang ketakutan seperti itu memang ada, meskipun pandangsnnya itu keliru. Tapi orang tersebut tidak bisa disalahkan," kata Erlin, Minggu 5 April 2020.
Bisa jadi ia pernah melihat ada petugas yang gegabah menyimpulkan hasil pemeriksaan Rapid Test dari seorang warga. Demam biasa kemudian disimpulkan terdampak corona.
"Kalau ada, itupun sifatnya kasuistis. Sebab untuk menyimpulkan seseorang positif atau negatif Corona melalui beberapa tahapan sampai di laboratorium. Karena itu ada yang namanya ODP (Orang dlm Pemantauan) dan PDP (pasien dlm pengawasan)," kata dokter anggota Tim Gugus Tugas Pencegahan Corona Pusat.
Kemudian ada lagi yang disebut Suspeck yakni mereka diduga terkena virus karena sudah menunjukkan gejala dan pernah berkontak atau bertemu dengan orang yang positif Corona.
"Seorang pasien baru dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 setelah melalui pemeriksaan laboratorium dan prosedur lain, tidak bisa dengan perasaan," kata dokter lulusan Universitas Indonesia Jakarta.
Advertisement