Ketika Sukmawati Sudah Mengaku Khilaf Kita Wajib Memaafkan, Begitulah Islam
Apa yang sebaiknya dilakukan Umat Islam merespons puisi Sukmawati Sukarno Putri yang isinya memang sangat tidak bijak itu?
Ketika pertanyaan di atas diajukan kepada pengamat politik Eep Saefulloh Fatah, ia pun menjawab, "Menurut hemat saya, cukup menuntut Sukmawati meminta maaf atas kekhilafannya lalu memaafkannya," katanya, Rabu, 4 April 2018 malam.
Menurutnya, energi besar umat Islam dan para pemimpin Islam jauh lebih produktif jika digunakan untuk agenda-agenda perlawanan, bukan untuk meletup-letupkan kemarahan.
"Perlawanan itu punya agenda, pertimbangan dan perhitungan serta berhadapan dengan soal-soal mendasar yang jangkauannya bukan cuma jangka pendek tapi juga jangka menengah dan panjang. Ada banyak agenda-agenda perlawanan sekarang ini. Antara lain terus mengingatkan para pemimpin yang tidak amanah, mengatasi masalah kemiskinan, kesenjangan dan ketertinggalan yang dihadapi umat di berbagai bidang, serta melapangkan jalan menuju penyejahteraan sosial dan ekonomi umat," tambahnya.
"Kemarahan itu biasanya cuma berurusan dengan soal-soal berjangka pendek, tak punya agenda. Memanjakan kemarahan tak akan membuat umat Islam maju, bahkan sebaliknya akan bikin umat tersandera dan jalan di tempat," lanjut Eep.
"Sukmawati bisa keliru, bisa khilaf, bisa kurang pertimbangan, dan bisa kehilangan kebijakan. Siapapun bisa begitu, termasuk saya, termasuk Anda dan siapa saja. Ketika Sukmawati sudah mengakui kekhilafan, kekeliruan dan kesalahannya, maka kewajiban kita umat Islam adalah memaafkannya. Begitulah Islam mengajarkan, bukan?" kata Eep Saefulloh. (*)