Edy Mulyadi Batal Ajukan Penangguhan Penahanan
Tersangka Edy Mulyadi batal mengajukan penangguhan penahanan ke penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri.
"Kami tidak ajukan penangguhan penahanan," kata kuasa hukum Edy, Djudju Purwanto, Selasa, 8 Februari 2022.
Djudju tidak membeberkan alasannya membatalkan pengajuan penangguhan penahanan. Namun, dia memastikan keputusan itu hasil perundingan Edy dan kuasa hukum.
"Kita akan buktikan saja di persidangan, bahwa EM (Edy Mulyadi) tidak bersalah," kata Djudju.
Menurut Djuju, kliennya yakin tidak melakukan tindak pidana. Edy, kata dia, hanya meluapkan kritikan konstruktif atau pandangan ilmiah tentang ibu kota baru.
"Juga tidak menyebut atau menyasar sama sekali tentang suku-suku di Kalimantan, termasuk suku Dayak, beliau merasa dikriminalisasi," kata Djudju.
Di samping itu, Djudju mengatakan kliennya dalam keadaan sehat. Calon legislatif (caleg) gagal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, hingga dilimpahkan ke Kejaksaan untuk disidang.
Edy ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait ujaran kebencian yang menyebut lokasi pembangunan Ibu Kota Nusantara sebagai tempat jin buang anak.
Edy dijerat Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP yang mengatur terkait penyebaran berita bohong yang membuat keonaran.
Kemudian, Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang mengatur terkait penghinaan dan ujaran kebencian bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Lalu, Pasal 156 KUHP tentang Tindak Pidana kebencian atau Permusuhan Individu dan atau Antargolongan. Dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.