Eddy Rumpoko, Walikota Punya Selera
WALIKOTA Batu Eddy Rumpoko bicara menggebu-gebu dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Itu terjadi saat keduanya semobil dalam perjalanan dari pendopo Kabupaten Blitar ke makam Bung Karno, beberapa waktu lalu.
Apa yang ia sampaikan kepada Gus Ipul --panggilan akrab Wagub? Ia mengutarakan pikirannya tentang perlunya semua bupati dan walikota di Jatim berpikir tentang pembangunan regional. Membangun bersama ekonomi Jatim, Pariwisata Jatim, Smart Jatim dan sebagainya.
''Sudah cukup kita mengembangkan kota dan kabupaten masing-masing. Kita harus berpikir tentang kompetisi antara provinsi. Caranya semua bupati dan walikota harus bergandeng tangan, bukan semata-mata untuk daerahnya tapi untuk Jatim,'' katanya.
Saya yang kebetulan juga dalam satu mobil hanya menjadi pendengar. Saya nggak tahu arah akhir dari walikota yang sudah hampir menyelesaikan masa tugasnya selama dua periode ini. Apakah ia punya niat maju dalam Pilgub tahun depan? Kalau ya, kenapa pikirannya disampaikan ke Gus Ipul yang juga menjadi calon kuat?
Biarlah misteri itu dijawab sendiri oleh yang bersangkutan. Yang pasti, Saya agak terkejut dengan perubahan kota Batu, saat ini. Sebagai kota wisata ternama di Indonesia, rasanya setiap tahun ada yang baru. Wahana wisatanya, keindahan kotanya, dan ini yang perlu pemecahan: kemacetannya.
Kota dengan city brand Shining Batu ini terasa begitu terlihat kemajuannya. Hampir setiap saat ada wahana baru. Mulai Jatim Park 1, Jatim Park 2, dan segara dibuka Jatim Park 3. Tak pelak, kota ini samakin menjadi jujugan wisatawan dari mana saja. Kemacetan pun menjadi langganan setiap hari libur tiba.
"Ini dulu kebon jeruk. Sekarang menjadi kebon wisata dan manusia," seloroh Dr Dody Kuskrido, pengamat politik dan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) yang lahir dan besar di Batu sambil menujuk Klub Bunga dan Jatim Park I di sebelahnya. Ia pun merasakan perubahan yang berkelanjutan setiap tahun mudik untuk menyambangi ibunya yang sudah tua.
Saya memang sudah agak lama tidak mengunjungi Batu dengan durasi panjang. Baru lebaran 2017 ini menyempatkan berkeliling Batu dengan keluarga. Menelusuri tempat-tempat kuliner, spot foto yang bagus, menyusuri beberapa pojok kota, dan menengok beberapa wahana wisata baru yang ada. Kesan baru saya: kota ini punya selera.
Sejak kapan kota yang ketika jaman Belanda sudah menjadi tempat rendevous kaum berduit yang ingin melepas penat ini bergeliat untuk berubah? Yang sangat terasa sejak sepuluh tahu lalu. Yakni setelah Eddy menjadi orang pertama yang terkenal dengan apelnya ini. Ia memimpin kota wisata tersebut sejak Desember 2007.
Ia mewarisi bakat kepemimpinan ayahnya Kolonel Sugiyono yang pernah menjadi Walikota Malang dan Wakil Gubernur Irian Jaya di zaman pemerintahan Presiden Soeharto. Sugiyono dikenal sebagai tokoh legendaris sehingga mendapat sebutan Bapake Arek Malang.
Saya mengenal Eddy Rumpoko di awal tahun 2000-an. Saat itu, ia sudah punya obsesi menjadi walikota. Mungkin karena ingin meneruskan pengabdian ayahnya, ia mencalonkan diri menjadi walikota Malang. Namun usaha itu gagal karena saat itu walikota masih dipilih DPRD. Belum melalui pemilihan langsung. Karena itu, dukungan partai-partai menjadi sangat menentukan.
Sejak saat itu, ia sudah membuka diri untuk menggaet masukan dalam mengembangkan kota. Dia mempersiapkan secara matang visi misi yang akan dijalankan. Mulai dari konsep penataan kota, pengembangan ekonomi warga, sampai dalam hal tata kelola pemerintahan.
Sebagai wartawan saya sempat diminta membantu mengkonstruksikan berbagai pemikiran dan mimpinya tentang kota Malang. Sayang, mimpi dan visinya tentang kota yang berhawa dingin itu belum bisa diwujudkan.
Kayaknya mimpi itulah yang kemudian dicurahkan saat memimpin kota wisata Batu. Ia berhasil menggerakkan masyarakatnya, menggalang investor untuk membangun kotanya, dan menjadikan kota Batu jujugan wisata ternama di Indonesia.
Selama dua hari berada di Batu saya merasakan cita rasa Eddy Rumpoko tercermin dalam wajah baru kotanya. Lihatlah Balaikota Among Tani yang dibangun di era pemerintahannya. Kantor itu berdiri megah dengan arsitektur yang elegan. Anggun tanpa harus terasa aneh dengan lingkungannya. Ada modernnya, merakyat, tapi juga tetap berwibawa sebagai kantor pemerintahan.
Eddy juga memoles arena rakyat seperti alun-alun menjadi tempat wisata yang menyenangkan. Tidak hanya tempat berkumpul warga, tapi juga menyediakan arena permainan. Ada bianglala, tempat mainan anak dan sebagainya. Cita rasanya berbeda dengan para kepala daerah lainnya dalam memoles alun-alunnya. Ini fungsional dan artistik.
Di sekitar alun-alun kuliner jalanan bertebaran. Amat populer. Seperti Ketan Legenda, Susu KUD, dan Satay Malaysia. Di tempat ini, orang bisa menyaksikan keasikan manusia antre memesan jajanan yang mereka sukai. Sungguh alun-alun yang ramai dan hidup setiap saat.
Memimpin penduduk tiga kecamatan, Eddy Rumpoko tampak berhasil menggerakkan partisipasi warga. Selama lebaran, misalnya, ia menggelar Kampung Hias Lebaran. Meriah dan menambah artistik kota. Sejumlah lampian dan kerlap-kerlip lampu hias bertebaran di seluruh kota.
Yang mengesankan seleranya dalam menata kota. Saya memperhatikan trotoar dan pedestriannya. Wuik, indah dan nyaman dipandang. Meski bukan berbahan batu granit, tapi artistiknya terasa. Ia lebih memilih bahan keramik terakota dengan desain khusus. Mungkin bikinnya menggerakan para perajin keramik yang bertebaran di Malang.
Sebagai kota wisata, ia berhasil menyediakan sarana untuk berbagai segmen masyarakat. Mulai kelas rakyat sampai dengan mereka yang bertajir. Hotel dan villa tumbuh sangat cepat. Semuanya menyedikan layanan terbaik untuk para wisatawan.
Soal wahana wisata buatan (thema park) jangan ditanya. "Membangun bisnis thema park tidak boleh berhenti kreatif. Harus selalu berpikir membangun wahana baru agar wisatawan kembali. Ini tantangan kami," kata Satro, bos Jatim Park Group suatu ketika.
Eddy Rumpoko sangat beruntung punya investor lokal seperti Sastro yang punya komitmen tinggi membangun kotanya. Melalui tangan dinginnya, percepatan membangun Batu sebagai destinasi wisata menjadi lebih gampang terwujud. Berbagai wahana yang dihasilkan telah menjadi pengungkit ekonomi Batu. Dalam lima tahun terakhir, PDRB Perkapita kota naik hampir 100 persen menjadi Rp 24 juta lebih.
Lho kok bisa? Bayangkan, jutaan pengunjung setiap tahunnya membuat bisnis turunan pariwisata tumbuh kembang. Pusat oleh-oleh terus berkembang di berbagai tempat. Jajanan berbasis hasil pertanian memperoleh pasarnya. Itu tampak dari berbagai jenis jajanan yang banyak tersedia di pusat oleh-oleh.
Eddy Rumpoko dengan cita rasanya telah mampu mengubah Batu menjadi kota wisata ternama. Ke depan ia masih tetap bisa berkiprah untuk mewarnai perubahan Kota Batu karena ia akan digantikan Dewanti Rumpoko yang tak lain adalah istrinya.
Yang pasti, keberhasilan Eddy Rumpoko mengubah Kota Batu mengukuhkan temuan Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) bahwa visi kepala daerah sangat menentukan kemajuan daerahnya. Mereka yang berselera bisnis akan mendorong keunggulan pembangunan ekonomi daerahnya. Mereka yang bervisi kepemerintahan akan unggul di bidang layanan.
Maka lahirlah berbagai inovasi yang memunculkan walikota taman, bupati festival, dan lainnya. Eddy Rumpoko yang punya selera telah menjadikan Batu unggul sebagai kota wisata. Dan selera itu masih bisa ia teruskan meski ia telah dua periode menjadi walikota. (Arif Afandi/Foto Nizar)
Advertisement