Edaran Pemkot Wajib Imunisasi, Dianggap Mengintimidasi
Sejumlah warga menilai edaran dari Pemerintah Kota Gorontalo, yang berisi surat pernyataan dan konsekuensi yang harus diterima orang tua bila menolak imunisasi measles dan rubella (MR) berlebihan. Dalam surat pernyataan yang dikeluarkan Wali Kota Gorontalo Marten Taha dan Kepala Dinas Kesehatan setempat Nur Albar, poin satu meminta orang tua menjelaskan alasan penolakan imunisasi.
Kemudian poin ke-2 menyatakan orang tua bertanggungjawab atas semua biaya pengobatan anak, apabila di kemudian hari terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak dan Rubella. Orang tua juga diminta untuk menyetujui persyaratan bilamana di kemudian hari diberlakukan sertifikat imunisasi sebagai syarat masuk sekolah oleh Kemendiknas.
Salah seorang orang tua siswa di Gorontalo, Sri Wahyuni, menilai isi surat tersebut bersifat intimidasi bagi para orang tua yang sedang menunggu kebijakan MUI setelah membaca peraturan pemerintah pusat.
"Bila tetap dipaksakan maka kami akan mengajukan tuntutan hukum dengan terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) dalam jangka pendek dan panjang, ataupun tidak terjadi KIPI," katanya.
Selain itu, kata dia, anak-anak dan keluarga yang divaksin dan tidak divaksin memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum, sehingga tidak boleh ada diskriminasi dan intimidasi.
Ia mengungkapkan sederet alasannya menolak vaksin MR, di antaranya tenaga medis tidak pernah menjelaskan secara rinci komposisi, efek negatif dan pengawet vaksin MR.
"Padahal dokter dan tenaga kesehatan wajib memberi tahu apa saja komponen penyusun obat-obatan dan vaksin serta efek sampingnya secara lengkap. Ini melanggar UU Kesehatan ," tandasnya.
Orang tua lainnya, Iyam Harun, mengaku kaget membaca surat pernyataan tersebut dan menunggu kejelasan dari Pemkot.
"Kalau saya tanda tangan nanti seperti pemda lepas tangan. Harusnya tidak pakai ancaman begitu," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, Nur Albar menjelaskan perihal surat pernyataan yang viral di media sosial tersebut. Menurutnya surat pernyataan tersebut adalah konsep dari Kementerian Kesehatan dan berlaku untuk seluruh daerah di Indonesia.
"Tentu pemberlakuan surat pernyataan ini adalah langkah terakhir dari petugas di lapangan, apabila ditemui orang tua yang bertanggungjawab terhadap anaknya dan menolak imunisasi tanpa alasan jelas," katanya.
Ia menambahkan, pihaknya tetap mengutamakan pendekatan secara persuasif, meminta kesadaran bagi yang menolak sekaligus memberi kesempatan untuk memikirkan kembali hingga masa kampanye MR berakhir September mendatang.
"Dalam juklak sudah disebutkan siapa yang bisa diimunisasi, siapa yang harus ditunda dan yang memang tidak boleh diimunisasi. Petugas lapangan sudah bisa mengidentifikasi hal itu," urainya.
Meski demikian, lanjutnya, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tetap mungkin terjadi sama halnya pada jenis imunisasi lainnya misalnya demam, muntah, dan kejang.
"Itu semua SOP penanganannyanya sudah ada dan wajib dipedomani oleh petugas termasuk pelaporannya," imbuhnya. (ant)
Advertisement