Ecoton Ajukan Gugatan Atas Pembiaran Ikan Mati Massal
Pencemaran di Sungai atau Kali Brantas Jawa Timur memasuki babak baru. Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) pun menempuh langkah hukum.
Hal itu menyusul, makin tingginya fenomena ikan mati massal. Dalam kurun waktu setahun terkahir saja, Ecoton mencatat setidaknya sebanyak enam kali peristiwa itu terulang. Seluruhnya bahkan terjadi di Kali Brantas dan anak sungainya.
Belum lagi, dalam kurun waktu 3 tahun terkahir yaitu dari 2015 hingga 2018, peristiwa ikan mati massal atau yang popular disebut ikan munggut di Kali Brantas berulang kali terjadi.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menyebut, peristiwa ini juga hampir setiap tahun terjadi dalam 10 tahun terakhir tanpa adanya penanganan yang serius dari pemerintah untuk melakukan investigasi sumber pencemaran.
"Sumber pencemaran itu apakah dari limbah cair industri sepanjang Brantas atau limbah domestik atau dari sumber-sumber pencemaran yang lain, oemerintah lah yang lunya wewenang," kata Prigi saat ditemui di PN Surabaya, Jumat 4 Januari 2019.
Begitu pula upaya pemantuan lingkungan atau membuat sistem tanggap darurat ketika terjadi ikan mati massal yang sebagaimana mestinya menjadi pedoman penanganan sampai gugatan akan diajukan, pemerintah menurut Prigi, juga belum malukan tindakan apapun untuk upaya tersebut.
"Acuhnya pemerintah itukah yang menjadi dasar utama Ecoton mengajukan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Surabaya," katanya.
Pihaknya pun menggugat dua lembaga kementerian dan satu pemerintah daerah. Yakni, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo.
"Ketiga instansi pemerintahan tersebut, adalah instansi negara yang paling berwenang terkait perlindungan, pengelolaan dan pelestarian sungai, khususnya yang menyangkut pencemaran dan kualitas air," kata dia.
Hal itu, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Prigi mengatakan UU itu secara jelas mengatur setiap tanggung jawab mutlak yang harus dilaksanakan oleh instansi-instansi tersebut.
"Bahwa dengan pembiaran yang dilakukan oleh mereka, maka hal tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Maka, dengan ini kami menuntut kepada para calon tergugat dengan sejumlah gugatan," kata dia.
Ecoton, dalam dengan nomor perkara 08/Pdt G/2019/PN Sby, itu mendesak pemerintah untuk menindak dan menghukum industri yang terbukti melakukan pembunuhan ikan massal di Kali Brantas, melalui limbahnya.
Lalu, pemerintah diminta segera membentuk dan melaksanakan patroli kali brantas yang melibatkan seluruh pihak yang berkontribusi dan bertanggung jawab terhadap lestarinya sungai Kali Brantas yang merupakan Sungai Strategis Nasional.
Prigi juga mendesak, pemerintah untuk meminta maaf kepada Kali Brantas karena telah gagal memberikan pengawasan dan penanganan melalui media cetak dan online serta elektronik nasional sedikitnya 5 media.
Dalam pengawasan, pemerintah juga diminta memasang CCTV di setiap titik yang menjadi outlet perusahaan sepanjang sungai Kali Brantas.
"Kemudian, pemerintah mami imbau untuk menganggarkan dalam APBN 2020 untuk program pemulihan daerah aliran sungai (DAS) Kali Brantas," kata Prigi.
Dan poin yang terpenting kata Prigi, yakni, Ecoton meminta pemerintah untuk menyusun SOP penanganan ikan mati di Kali Brantas atas pencemaran dan perusakan yang terjadi dan memberikan sanksi hukum yang berlaku baik sanksi administrasi, perdata dan pidanan lingkungan hidup. (frd)