Ebony Guns, Senapan Angin Eksklusif dari Pare
Ebony Guns | Pemilik : Ridwan Kamaludin | Showroom : Jl Letjend Sutoyo 28-30 Pare, Kediri | Telepon : 081 335 906 448/0816 567 448
Eksklusifitas, itulah yang diunggulkan dari produk buatan Ridwan Kamaludin, hasil senapan angin karya perajin asal Pare, Kediri, ini sungguh berbeda dari senapan dari perajin-perajin lain. Ridwan mengerjakannya dengan handmade. Seluruh kerangkanya terbuat dari kuningan, popor atau gagangnya terbuat dari kayu pilihan. Desainnya pun unik nan cantik.
Karenanya, produk besutan Ridwan yang bermerek Ebony Guns bakal susah ditemukan di toko-toko penyedia senapan, karena ia hanya membuat senapan khusus sesuai pesanan konsumennya langsung, ia tidak menjualnya di toko atau pedagang, apalagi pakai sistem reseller, harganyapun tak dipatok, ia menyesuaikan tingkat kesulitan dan kualitas membuatnya.
Ketertarikannya pada senapan, bermula pada sakit hatinya pada sang Ayah. Semasa SMA Ridwan dilarang main senapan, padahal ayahnya hobi menggunakan senjata angin itu. “Sekali-kali tetap boleh, tapi ditunggui. Kan nggak asyik,” kenang pria kelahiran Pare, 10 Juli 1970, ini.
Bertahun kemudian, ketika dirinya telah bekerja sebagai programer di Jakarta pada tahun 1991, Ridwan bertekad menggunakan gaji pertamanya untuk membeli senapan. Dari situlah dia mampu membeli senapan buatan AS, dengan merek Benjamin Franklin. Senapan itu dibongkar pasang olehnya. Itu terjadi berkali-kali, sampai akhirnya ia paham cara membuatnya.
Setelah mahir, tahun 2000 dia memutuskan pulang kampung ke Pare untuk memproduksi senapannya sendiri dan dijualnya. Kala itu, Ridwan berkongsi dengan seorang temannya. Modal awal usahanya cuma Rp 5 juta, plus dua karyawan.
“Nggak tahunya laku. Dua tahun kemudian saya ngurus izin ke Dinas Perindustrian dan kepolisian,” kata pria yang juga pernah menjadi pengajar di sejum-lah lembaga kursus bahasa Inggris di Pare ini.
Ketakutan Ridwan
Ridwan takut senapan buatannya dijiplak oleh pedagang-pedagang atau produsen lain. “Terus terang saya takut karya saya dijiplak. Bisa saja kan pedagang membeli senapan saya, lalu minta perajin lain untuk membuat barang yang sama persis,” tuturnya.
Hal itulah yang mendasari Ridwan tak mau menjual produknya di toko-toko atau pedagang lain. Jika nanti senapan tiruan itu diproduksi massal dan dijual dengan harga lebih murah, dirinya tentu merugi.
Ridwan menjamin senapan produksinya, baik jenis klasik, militer maupun sport, berbeda dengan karya perajin lainnya. Pasalnya, sebagian besar perajin senapan di Pare adalah bekas pegawai pabrik senapan lain. Karena pernah bekerja di pabrik, otomatis rujukan mereka adalah senapan buatan pabrik. Beda dengan Ridwan yang tidak pernah kerja di pabrik, ia lebih berkiblat pada senapan luar negeri, terutama Amerika Serikat.
Kini Ridwan, dibantu enam pekerja yang mengurus pembuatan rangka senapan serta popor kayu. Namun, untuk finishing dan pengujian akurasi tembakan, itu ditangani Ridwan sendiri. Sebab, menurutnya, itu yang paling menentukan kualitas.
Untuk menyelesaikan sebuah senapan dia butuh waktu 10 hari. Waktunya sama saja ketika mengerjakan empat atau lima pesanan. Soalnya, terang Ridwan, “Antara satu proses dengan proses yang lain harus saling tunggu. Contohnya popor, setelah dicat kan harus ditunggu sampai kering. Makanya daripada membikin satu lebih baik bikin banyak sekalian.”
Dalam sebulan, rata-rata Ridwan mampu memproduksi 30 pucuk senapan. Harganya bervariasi, mulai Rp 900 ribu sampai yang termahal Rp 4 juta.
Senapan Ebony yang menggunakan tenaga angin atau gas terbilang aman karena dibatasi pada kaliber 4,5 mm. Pompa angin ada yang ditempatkan di bagian bawah senapan, samping, atau di ujung laras (gejluk bumi). Semua tergantung permintaan konsumen. Bagi yang malas memompa, Ridwan siap melengkapi senapannya dengan tabung yang bisa diisi gas oksigen murni (O2) sebagai sumber tenaga.
Dari sekian senjata angin buatannya, yang paling istimewa adalah senapan multisistem. Disebut ‘multi’ karena sumber tenaganya tidak hanya satu.
“Bisa dibilang senapan kombinasi, pakai pompa bisa, gas O2 bisa, PCP (Pre-Charged Pneumatic) juga bisa. Ini tidak ada di pabrik, di luar negeri juga belum ada,” terangnya, merujuk senapan khusus yang dihargai Rp 2,5 juta itu.
Bermitra dengan Semen Indonesia
Ridwan bersyukur bisa menjadi mitra binaan Semen Indonesia sejak tahun 2012 lalu, sehingga punya kesempatan mengikuti pameran ke berbagai daerah. Sebelumnya ia hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, ia juga menghindari jual-beli melalui internet karena takut ditipu.
Berkat Semen Indonesia, kini produknya bisa dipromosikan lewat pameran, penghasilannya dalam sebulan Ridwan mampu mengukir omzet penjualan Rp 25 juta hingga Rp 30 juta.
Selain itu, dia juga dua kali mendapat pinjaman modal masing-masing senilai Rp 20 juta dan Rp 40 juta. Ridwan memanfaatkan pinjaman lunak dari Semen Indonesia itu untuk membeli onderdil serta peralatan pembuatan senapan dari luar negeri.
“Peralatan sekalian saya beli yang bagus dari luar negeri, biar nggak gampang rusak,” katanya menyodorkan alasan.
Beberapa kali mengikuti pameran Inacraft (Jakarta International Handicraft Trade Fair) serta PRJ (Pekan Raya Jakarta), Ridwan pun sukses menggaet pelanggan asing dari Jerman, Rusia, Jepang dan AS. Di mata suami Siti Mahmudah ini, konsumen asing sangat menghargai barang-barang handmade.
“Kalau orang kita biasanya malah tanya, ‘ini produk lokal ya?’ Kalimat produk lokal itu kan kurang enak didengar. Sebaliknya, orang asing malah terkagum-kagum begitu tahu kalau senapan saya ini handmade,” pungkasnya. (frd)
Advertisement