Dzauq, Makna Maqam Ma'rifatullah dan Ciri-Cirinya Zaman Terkini
Di kalangan umat Islam di Indonesia, kehadiran Imam Al-Ghazali sangat tertanam di hati, khususnya dalam ajaran tasawuf dan praktik syariat. Bagi seorang santri, karya Imam Ghazali sangat akrab, kitah Ihya Ulummiddin. Selain itu, kitabnya dipelajari secara khusus di antaranya, Kitab Mi ‘raj as-Saalikhiin (mi’raj para salik) dan Kitab Misykat al-Anwar (relung cahaya) bercerita, hasil laku salik adalah nyata. Bukan lewat mimpi atau metafor (perumpamaan).
Dalam khazanah tasawuf, ada istilah dzauq. Menurut al-Ghazali, adz-dzauq merupakan kehadiran hati (hudhur al-qalb) ketika salik berdzikir kepada Allah secara kontinyu (terus-menerus).
Buah dari dzikir itu, kata al-Ghazali, menghasilkan cita rasa spiritual (dzauq) paling dalam di tengah kesadaran tertinggi.
Dzauq merupakan tahapan hal atau al-ahwal (kondisi spiritual) pertama dalam pengalaman pengungkapan diri Allah (tajalli). Dzauq juga bisa dipahami sebagai kondisi ruhani/pengalaman spiritual salik yang larut dalam kecintaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Kecuali orang-orang yang benar mencintai kehidupan akhirat dan menjaga perilaku setiap harinya untuk merasakan dzauq.
Pandangan pengkaji
Soal Dzauq kini menjadi kajian pelbagai kalangan. Ada dua jenis dzauq yang bisa dipahami.
Pertama, Dzauq Bathinyyah (Dzauq rohani), yakni semua rasa yang dialami oleh hati atau bathin seperti rasa tenteram, sebab merasa nikmat dalam berdzikir, shalat, dan lain sebagainya.
Kedua, Dzauq Dhahiriyyah (Dzauq jasmani) yaitu semua rasa yang diterima oleh panca indera, seperti bau wangi, rasa sakit, pedas, asin, pahit, asam dan lain sebagainya.
Dari Dzauq, perjalanan seorang sufi akan diarahkan pada hakikat dari Keesaan Allah SWT yang sering disebut juga sebagai “syarab” (minuman dari hidangan rohani Illahi). Sehingga dahaga akan spiritual yang dirasakan menjadi hilang dan terpuaskan.
Catatan Terkini Abdillah Toha
Catatan menarik dari Abdillah Toha tentang Dzauq (Dhauq) cukup membuka wawasan bagi kita, tentang definisi terkini di abad kita:
Nilai tertinggi dalam Islam secara berurutan adalah Iman, Akhlak, baru kemudian Ilmu dan Amal. Tapi diantara akhlak dan ilmu ada yang dinamakan Dzauq atau Dzawq.
Sulit didefinisikan, namun inilah diantara sifat yang dimiliki golongan 'arifin yang bisa mencapai maqam ma'rifatullah.
Dalam bahasa Indonesia barangkali arti dhauq yang paling mendekati benar adalah cita rasa atau selera. Seniman dan artis yang baik harus punya cita rasa (dzauq) yang tinggi dan tajam. Tanpa itu dia tak akan mampu menuangkan imaginasinya kedalam kata-kata, atau gambaran.
Batas antara akhlak dan dhauq memang tipis tapi bisa dibedakan. Sebagai contoh: memenuhi janji untuk bertemu seseorang tepat waktu adalah akhlak, tapi ketika ia datang terlalu dini dari waktu yang disepakati saat tuan rumah belum siap menerimanya, adalah absennya dzauq.
Absennya dzauq juga ketika kita bertamu di saat jam makan atau tidur tanpa membuat janji sebelumnya.
Ciri-ciri Dzauq dalam Pergaulan Sehari-hari
Di antara ciri-ciri orang yang memiliki dzauq dalam pergaulan sehari-hari antara lain adalah:
Peka terhadap segala sesuatu yang ada di sekelilingnya
Menaruh segala sesuatu ditempatnya yang pas
Bersih dan berselera bagus (bukan mahal) sehingga tidak mengganggu kenyamanan pandangan, pendengaran, atau penciuman orang lain
Bisa mengukur diri dan tidak sok paling tahu
Menghormati kerahasiaan dan kesendirian (privacy) orang lain
Ketika bertamu, tahu saat datang dan tahu waktu pulang
Ketika berbicara, tahu saat mulai dan tahu saat berhenti
Ketika berbeda pendapat atau mengeritik, tidak menyasar kepada pribadi lawan bicara tetapi kepada substansi pembicaraan
Ketika memberi tidak merasa bangga
Ketika menerima pemberian tidak melihat nilainya
Ketika makan bersama tidak berlebihan dan menyisakan bagian orang lain
Ketika berada di wilayah orang, menyesuaikan diri dengan adat dan norma setempat
Ketika beribadah merendahkan diri dihadapanNya dan tidak pamer dan ujub
Ketika memutuskan sebuah perkara, mengambil jalan yang paling adil
Ketika berbicara tidak berteriak tetapi juga tidak terlalu lembut sehingga tetap terdengar dengan jelas oleh lawan bicaranya
Ketika berpakaian menutup auratnya dengan sopan
Ketika berjalan melihat lurus kedepan
Tertawa dan bercanda pada tempat dan waktu yang tepat
Mampu membedakan yang indah dari yang buruk dan sebaliknya
Tidak bicara rahasia dengan berbisik dihadapan orang lain
Tidak memotong pembicaraan seseorang yang sedang menjelaskan sesuatu kepada kita.
Tidak berbicara terlalu panjang sehingga seakan hanya mau didengarkan tapi tak mau mendengarkan
Dan banyak lagi......
Konsep Tasawuf
Dzauq adalah juga sebuah konsep dalam tasawuf. Dalam tasawuf, dzauq diartikan sebagai kondisi merasakan (kenikmatan) pengetahuan atau pengalaman spiritual.
Kita tidak bisa merasakan keesaan Tuhan hanya dengan menyebut kalimat Tauhid tapi harus mengalaminya melalui proses dhauq. Seperti juga kita tidak bisa merasakan manisnya gula hanya dengan menyebut kata "gula".
Dhauq dalam arti yang lebih dalam itu adalah atribut yang menuntun kita ke jalan ma'rifah Allah, karena sumber dzauq adalah ilmu, akhlak, dan hati yang bersih.
Dzauq membawa para Arifin Billah mampu menembus berlapis hijab antara makhluk dan Khaliknya.
Mudah-mudahan Allah menuntun kita untuk mencapai akhlak yang mulia, Ilmu yang tinggi dan bermanfaat, serta Dzauq yang tajam. Amin.
Demikian Abdillah Toha (19062021/revised)
Advertisement