Dwi Koendoro, Perintis Televisi Eksperimen di Surabaya
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Dwi Koendoro Brotoatmojo, seniman kartun, meninggal dunia pada usia 78 tahun. Dwi Koen mengembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Premier Bintaro, Kamis 22 Agustus 2019 pukul 03.14 WIB. Dwi Koendoro, seniman sekaligus penulis komik Panji Koming, meninggal setelah mengalami stroke yang dideritanya sejak lama.
Terakhir, Dwi mengalami jatuh saat berolahraga di depan rumahnya. W Ichwandiardono, anak kedua dari kedua dari mendiang Dwi Koen mengatakan, pascajatuh kondisi kesehatan ayahnya mulai menurun. Sebelum Dwi meninggal, Ichwan dan keluarga menerima pesan penting.
"Iya betul beliau meninggal, tadi pagi," kata Vani, sahabat keluarga Dwi Koendoro, beredar di media sosial.
"Sempat masuk ICU, tapi saya tidak tau pasti beliau sakit apa," ucapnya lagi.
Dwi Koendoro sebelum menggeluti karir di Jakarta, merupakan aktivis mahasiswa di Surabaya. Ia bahkan dikenal mempunyai ide-ide segar, dikenal di kalangan ITS dan Unair.
"RIP mas Dwi Koen,kartunis Panji Koming yang juga pelopor TV Eksperimental Surabaya bersama teman-teman ITS sebelum TVRI Surabaya lahir," kata Soesilo Marsidik, teman dekatnya di Surabaya.
Selama ini, Dwi Koendoro dikenal sebagai pencipta Panji Koming "Kompas Minggu".
Dalam catatan media, Dwi Koen lahir di Banjar, Jawa Barat, pada 13 Mei 1941. Dia bergabung dengan Kompas Gramedia pada tahun 1976 dengan menjadi Karyawan bagian tata artistik dan ilustrator.
Pada 1979, dia diangkat menjadi Kepala Bagian Produksi PT Gramedia Film (1979-1983). 1984, dia menjadi Kepala Bagian Audio Visual PT Gramedia Film bidang dokumenter, film iklan, animasi, dan grafis serta slide program dan studio perekaman (1984) dan Staf redaksi Harian Kompas.
Panji Koming adalah strip komik ciptaannya yang secara berkala diterbitkan di surat kabar Kompas edisi Minggu sejak 14 Oktober 1979.
Nama komik ini berasal dari nama tokoh utamanya, Panji Koming, yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit. Selain singkatan "Kompas Minggu", Koming juga berarti 'bingung' atau 'gila'. Cerita Panji Koming mengambil setting masa lalu.
Namun, kasus yang diangkat sering kali dikaitkan dengan hal-hal aktual yang terjadi di Indonesia, terutama masa Orde Baru dan sesudahnya.
Tokoh Panji Koming adalah seorang pemuda kelas menengah bawah yang memiliki karakter lugu dan agak peragu. Ia memiliki pacar yang bernama Ni Woro Ciblon yang cantik, pendiam dan sabar.
Dalam kehidupan sehari-hari, Panji Koming memiliki kawan setia bernama Pailul. Dia digambarkan sebagai sosok yang agak konyol namun lebih terbuka dan berani bertindak. Kekasih Pailul adalah Ni Dyah Gembili, perempuan gemuk yang selalu bicara terus terang.
Tokoh protagonis lain adalah "Mbah", seorang ahli nujum yang sering ditanya mengenai masalah-masalah spiritual serta seekor anjing buduk yang dijuluki "Kirik" (anak anjing dalam bahasa Jawa).
Tokoh antagonis yang sering kali menjadi objek lelucon adalah seorang birokrat gila jabatan yang bernama Denmas Arya Kendor. Karakter Panji Koming terpilih untuk gambar perangko Indonesia (1999).
Pelanjut kritik
Sementara itu, suasana duka menyelimuti rumah kediaman Dwi Koendoro di jalan Cucur Barat V, Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis 22 Agustus 2019.
"Jangan hilang legacy yang sudah dibangun bapak saya. Jadi saya bertiga dengan dua saudara saya akan meneruskan Panji Koming," kata Ichwandiardono, putri Dwi Kondoro.
Dwi Koen memberikan pesan untuk kalau anak-anaknya harus tetap berkarya. "Intinya sih dia kalau ketemu kita dengan tangannya memegang erat menandakan saya harus terus meneruskan karya dia jangan pernah berhenti untuk berkarya," paparnya. Dwi Koen mengembuskan napas terakhir di usia 78 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri, tiga orang anak dan lima orang cucu.
Rencananya Dwi Koen dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan pada Kamis 22 Agustus 2019 pukul 15.15 WIB.
Selamat jalan sang seniman, sang kritikus sosial lewat kartun.
"Seniman sekaligus penulis komik Panji Koming itu mengembuskan napas terakhir di rumah sakit Premier Bintaro. Dwi Koen meninggal setelah mengalami stroke yang dideritanya sejak lama. Terakhir, Dwi mengalami jatuh saat berolahraga di depan rumahnya. W Ichwandiardono, anak kedua dari kedua dari mendiang Dwi Koen mengatakan, pascajatuh kondisi kesehatan ayahnya mulai menurun. Sebelum Dwi meninggal, Ichwan dan keluarga menerima pesan penting."