Duto, Kicauanmu Tak Lagi ada di Om Kicau
Sungguh kabar duka siang ini sangat mengagetkan.
"Telah berpulang ke rahmatullah Bapak kami Duto Sri Cahyono pada Senin, 21 Desember 2020. Doakan untuk Bapak kami semoga diampuni kesalahannya dan diberikan tempat terbaik di sisinya".
Kabar itu tertulis di laman Facebook Duto Sri Cahyono. Tampaknya status itu ditulis oleh anaknya. Sayang, saya tidak mempunyai nomor kontak keluarganya.
Hanya punya nomor selular milik Duto sendiri.
Dia adalah kawan sejak mahasiswa. Juga sesama wartawan yang sudah lebih dulu meninggalkan profesi itu. Lalu membuat blog Om Kicau, blog khusus untuk penggemar burung.
Duto yang mengawali karirnya sebagai wartawan Kedaulatan Rakyat ini betul-betul kawan dekat. Beberapa tahun tinggal berbagi satu kamar saat menjadi mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.
Tidak hanya berbagi kamar. Tapi juga berbagi kasur. Karena, di kamar kost kami memang hanya satu kasur tanpa dipan. Dengan lantai beralaskan karpet plastik, kami berdua bertahun-tahun tinggal bersama.
Untuk ngirit, kami memasak sendiri di kost. Bergantian. Terkadang dia. Terkadang saya. Bergantian masak nasi maupun sayur. Yang sering masak lodeh karena paling gampang dan kesukaan bersama.
Duto tergolong orang yang sangat cerdas. Juga selalu ceria. Dalam keadaan apa pun ia penuh dengan tawa. Terkadang bermain gitar di sela-sela waktu senggangnya.
Jago main gaple. Hiburan paling murah bagi mahasiswa miskin tahun 1980-an. Permainan yang terkadang menjadi ajang berkumpul berjam-jam. Malah bisa sampai pagi hari.
Kalau nggak salah, saya baru berpisah dengannya setelah ia lebih dulu lulus sarjana. Lalu pindah ke Semarang menjadi wartawan Suara Merdeka. Juga berkeluarga di kota itu.
Saya tidak tahu pasti kapan ia pindah ke Solo. Barangkali bersamaan dengan berdirinya Harian Solo Pos. Koran anak perusahaan Bisnis Indonesia. Lalu mandiri dengan membikin situs hobi Om Kicau.
Duto memang tipe orang yang tak betah terlalu lama di suatu tempat. Ini mungkin karena kecerdasan yang telah menjadi gawan bayinya. Ia selalu lincah ke sana ke mari. Termasuk dalam karir kewartawanannya.
Sampai suatu ketika ia mengabarkan kalau menderita gagal ginjal. Yang tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Hanya karena terkena batu ginjal yang agak telat penangannya.
Toh, ia menghadapi sakitnya dengan penuh semangat. Tetap ceria dan kadang-kadang celelekan. Seperti tidak pernah menderita sakit apa-apa.
Setelah sakit yang mengharuskan setiap minggu dua kali cuci darah, Duto masih juga bersemangat. Termasuk dengan hobinya yang baru memancing ikan di laut.
Beberapa kali laman facebooknya mengunggah foto-fotonya memegang ikan hasil pancingannya di tengah laut. Ia juga masih ikut reuni dengan teman-teman seangkatan saat kuliah di Yogyakarta.
Sesaat setelah gagal ginjal, saya sempat menyambanginya saat cuci darah di RS PKU Solo. Ditemani istrinya. Sambil menjalani cuci darah, ia masih nyerocos bercerita tentang sakitnya.
Ia mengaku pasrah menjalani apa yang diterimanya. Tanpa beban. Setidaknya itu keluar dari pernyataan maupun keceriaan setiap kali bertemu atau berkomunikasi jarak jauh dengannya.
Kayaknya, ia pun meninggal tanpa harus menderita terlalu lama. Sejam sebelum dikabarkan ia meninggal masih berkomunikasi dengan salah satu teman seangkatan yang anaknya baru saja terkena Covid.
Melalui whatsapp, ia bercerita kalau Covid menyerang lambungnya. Dampaknya, mulutnya kering sekali. Tidak dijelaskan sejak kapan ia terpapar virus Corona ini.
Beberapa minggu terakhir, beberapa kali saya kepikiran dia. Bahkan, sempat pingin mampir rumahnya di Solo ketika mau ke Yogyakarta. Ingin mengajaknya makan Tengkleng Mbak Diah yang juga menjadi klangenannya.
Tapi entah, selalu saja sampai di Solo tidak pas waktunya. Saat berangkat anak dan istri yang semobil tidak mau mapir-mampir karena paranoid dengan Covid.
Saat sendiri sepulang perjalanan dinas ke Blitar, minggu lalu, sampai di Solo sudah tengah malam. Sehingga tak mungkin mampir untuk mengajaknya makan tengkleng kambing.
Sungguh saya kehilangan seorang kawan yang penuh ceria sejak mahasiswa. Seorang kawan yang selalu optimistik dengan hidupnya. Pekerja keras dan cerdas.
Satu yang menggemberikan. Meski lebih tua saya, Duto sudah menggapai puncak kebahagiannya sebagai orang tua. Ia sudah menyaksikan anaknya diwisuda, menyaksikan anaknya menikah, dan menyaksikan anaknya punya anak.
Selamat jalan Duto. Saya yakin kau tetap ceria di sana. Hanya kicauanmu tak lagi mewarnai Om Kicau milikmu.
Advertisement