Dunia Pariwisata Harus Punya Ide-Ide Gila Agar Wisatawan Berhamburan Datang
Untuk membangun sebuah co-branding di Destinasi Digital, dibutuhkan strategic contexts. Selain itu, harus ada ide-ide gila yang diwujudkan Generasi Pesona Indonesia (GenPI). Strategi ini sangat perlu bagi pariwisata yang menjadi core economy Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Tenaga Ahli Bidang Co-Branding Kementerian Pariwisata, Priantono Rudito, Sabtu (21/4). Tepatnya dalam Training On Trainer (TOT) Pembentukan Destinasi Digital.
Menurut Priantono, branding sangat diperlu. Dan pariwisata Indonesia telah mendapatkan pengakuan dunia untuk hal itu. “Buktinya, dari awal tahun 2018 pariwisata Indonesia telah mendapatkan 20 award dari sejumlah negara. Dan hal ini sangat positif untuk branding pariwisata Indonesia,” papar Priantono.
Hal ini turut berpengaruh bagi pariwisata Indonesia. Sebab, pariwisata Indonesia tumbuh tiga kali lebih cepat. “Di level ASEAN hingga dunia, pariwisata Indonesia tumbuh 3 kali lebih cepat. Dan ini memberikan kontribusi ekonomi yang cukup baik. Buktinya, pariwisata sekarang menjadi penyumbang devisa nomor dua di Indonesia. Dan nanti, pariwisata akan menjadi nomor satu,” kata Priantono optimis.
Untuk itu, Priantono meminta agar anggta GenPI memiliki pola pikir seperti Menteri Pariwisata yang selalu melakukan terobosan. “Kawan-kawan GenPI harus mempunyai pola pikir seperti Menteri Pariwisata. Hal itu akan membuka wawasan dan bermanfaat untuk mengembang pariwisata di tanah air kita," terang Priantono yang juga seorang dosen.
Menurutnya, salah satu pemikiran Menteri yang harus ditiru adalah digital tourism. “Karena, dalam digital tourism harus muncul ide-ide gila. GenPI harus melakukan itu, memunculkan hal-hal gila. Sebuah bisnis baru yang belum ada sebelumnya. GenPI harus menjadi pusat aktivasi ide-ide segar. Karena kalau tidak, someone else will do it. Karena setiap menit selalu ada ide-ide segar yang muncul,” paparnya.
Priantono menambahkan, lengah sedikit tidak melakukan inovasi, kita akan ditinggalkan. “Itulah tantangan GenPI. Bisnis baru yang salah satunya free alias tidak bayar. Dalam destinasi digital semua memungkinkan,” terangnya.
Priantono juga mengingatkan jika seluruh bisnis yang digeluti pasti memiliki sebuah garis merah. Yaitu harapan konsumen.
“Apa itu garis merah? Garis merah adalah costumer expectation. Wisatawan pasti selalu punya ekspektasi. Oleh karena itu, dibutuhkan garis hijau. Yaitu, butuh improvement. Garis hijau dibangun berdasarkan knowledge yang digunakan sejak awal. Jika semua terpenuhi, maka hadirlah kepuasan konstumer atau costumer satisfaction,” papar mantan direksi Telkom itu.
Sedangkan Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan Destinasi Digital bisa menjadi incubator buat GenPI untuk belajar 2C sekaligus, yakni memperkuat Creative Values sekaligus Commercial Values.
“Anak-anak muda millennials itu akan belajar bermedia sosial yang keren, positif, mengangkat dan mempromosikan kekuatan pariwisata Indonesia. Sekaligus belajar bisnis, menciptakan peluang, dan menggerakkan ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Dijelaskan Menteri Arief, Destinasi Digital juga mengasah GenPI untuk terus berkreasi, berinovasi, mengikuti selera zaman yang makin cepat bergerak.
“Saya ingin menghidupkan minimal 100 Pasar Genpi baru di tahun 2018 ini. Kita kategorikan menjadi 3, sama dengan portofolio bisnis pariwisata. Pertama Destinasi Digital Nature, yang berbasis pada alam sebagai objek selfie. Kedua, Destinasi Digital Culture, yang mengambil tema karya budaya. Ketiga, Destinasi Digital Man-made atau kita sebut Urban Market, untuk di dalam kota,” katanya.(*)