Dunia Marah, Orang Berilmu Menurut Imam Al-Ghazali
oleh: KH Husein Muhammad
Perbincangan soal isu "Menghafal" dan "Menalar" juga pernah disinggung oleh filsuf besar sekaligus sufi agung, Imâm Abu Hamid al-Ghazâlî, penulis buku "Ihya Ulum al-Din" yang amat populer itu. Beliau mengatakan :
فإنه إن اكتفى بحفظ ما يقال كان وعاء للعلم ولا يكون عالما. ولذلك يقال : فلان من أوعية العلم . فلا يسمى عالما إذا كان شأنه الحفظ من غير إطلاع على الحكم والاسرار. ومن كشف عن قلبه الغطآء واستنار بنور الهداية صار فى نفسه متبوعا مقلَّداً. (إحياء علوم الدين 1 ص 78.)
"Jika dia merasa cukup dengan menghapalkan apa yang dikatakan "shahib al-syari'ah" (Nabi atau ulama), maka dia disebut "Wi'a al-'Ilm" (wadah ilmu) dan dia bukan seorang 'Alim. Oleh karena itu dikatakan : "si Fulan/Anu itu termasuk wadah ilmu", (atau "kamus"?). Tidak disebut âlim (pandai/pintar/ulama) orang yang pekerjaannya hanya menghapal teks-teks tanpa mengkaji dan menggali hikmah-hikmah dan rahasia-rahasianya. Dan “Orang yang telah terbuka hatinya dan hati itu memancarkan cahaya petunjuk Tuhan, maka dirinya adalah panutan”. (Ihyâ Ulûm al-Dîn, I/87).
Bahkan dalam karyanya yang lain : "Al Mustashfa", Al Ghazali, melakukan kritik amat tajam :
من لا يحيط بالمنطق لا ثقة بعلومه اصلا
"Orang yang tidak menguasai ilmu logika, maka pengetahuannya tak bisa dipercaya".
Saat Dunia Marah
Jika aku menyebut kata "marah" atau "al-Ghadhab" di sini, maka itu marah yang disebutkan dalam kata-kata Nabi : "La Taghdhab. La Taghdhab. La Taghdhab wa Laka Al Jannah".
Apakah maknanya ?. Ada banyak definisi yang dibuat orang untuk kata ini. Antara lain : "Marah adalah refleksi psikologis yang diakibatkan oleh darah yang mendidih karena adanya ancaman yang bisa menghilangkan kenyamanan dan kesenangan diri.
Dengan kata lain marah adalah refleksi penolakan yang muncul dari situasi jiwa yang terancam. Ini menurut kacamata psikolog.
Imam Al-Ghazali dalam "Ihya ulum ad-Din", kitab yang terkenal itu, menyatakan :
إن الغضب شعلة نار اقتبست من نار الله الموقدة التي تطلع على الأفئدة، وإنها لمستكنة في طي الفؤاد. استكنان الجمر تحت الرماد،
"Marah adalah nyala api yang dipetik dari api neraka yang naik ke ulu hati di dalam dada. Api itu terpendam dalam lipatan hati, sebagaimana bara api yang menyelinap di bawah abu".
Jika marah seperti ini tidak bisa dikendalikan/ditahan/dipadamkan, maka ia niscaya menjadi api yang membakar diri dan yang lain, lalu bisa meledak menjadi malapetaka sosial.
Marah yang tak terkendali akan berkembang menjadi agresi, kekerasan dan tindakan destruktif lainnya.
Saat aku diam dan merenung, aku menemukan bahwa marah dan membenci orang telah menyia-nyiakan begitu banyak waktu, menghabiskan begitu besar energi secara percuma dan membuat diri sendiri sakit dan orang lain. Dunia sekitar menjadi buram muram. Wajah-wajah jadi kusam dan masam. Tak bercahaya.
Hari-hari ini Kemarahan sedang menjadi fenomena di sini, di negeri ini.
Lalu aku berkata-kata sendiri : "Masyarakat ini akan mengalami stress, depresi, kegilaan, lalu memuntahkan ledakan bara api marah, manakala mereka menyimpan saling berburuk sangka, merendahkan dan membenci yang lain."
KH Husein Muhammad
(Pengasuh Pesantren Dar-el Quran Arjawinangun Cirebon. Semoga bermanfaat. (13.04.22/HM)