Dunia Goncang karena Salah Doktrin, Begini Penjelasannya
Julian Millie dari Monash School of Social Sciences, Australia, menjadi pembicara penting dalam Seminar Aswaja Internasional bertema "Islam, Traditionality, and Urbanity" di aula Fakultas Humaniora UIN Maliki Malang, Jumat 30 November 2018.
Julian yang mengambil tema tentang Islam Tradisoional: Budaya Manakib Syeh Abdul Qadir al-Jailani di Sunda menyatakan bahwa kegiatan manakib sangat relevan untuk menumbuhkan suasana intim, kehangatan, meriah, dan inklusif. Itu sebagai hasil penelitian disertasinya.
"Dalam manakib ada konsep tawasul, yang mana dari sudut pandang antropologi, sangat menarik,” katanya.
Setidaknya ada tokoh lokal setempat, Rustana, yang menjadi idola untuk memimpin manakib. “Dan keluarga yang memiliki acara, akan sangat bahagia apabila Rustana membacakan tawasul yang kemudian mendoakan para leluhur keluarga," tegasnya.
Seminar diadakan Pimpinan Cabang (PC) Lembaga Kajian Sumber Daya manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kota Malang bekerja sama dengan Fakultas Humaniora Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Selain Julian Millie dari Monash School of Social Sciences, Australia, sebagai pembicara adalah Prof Mas'ud Said selaku Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur, dan M Hasan Basri dari Western Sydney University. Kegiatan dimoderatori Achmad Tohe selaku dosen Universitas Negeri Malang.
"Karenanya, betapa penting keberadaan lembaga pendidikan untuk mengajarkan doktrin yang benar. Dan Islam rahmatan lil alamin hadir sebagai ajaran yang tepat untuk Indonesia yang majemuk,” kata Julian Millie
Menurut Julian Millie, dosen lulusan Belanda ini, pusat tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah yang mentradisikan kegiatan manakib ada di Pondok Suryalaya, Tasikmalaya.
“Dan minimal satu bulan sekali, para jamaahnya berkumpul untuk membaca manakib secara bersama,” ungkapnya.
Walaupun menurut penelitiannya, sebagian anak muda Bandung, merasa bahwa budaya manakib ini kolot, akan tetapi faktanya tetap berlangsung secara turun-temurun. “Suasana kekeluargaan dan perasaan saling terbuka, menjadikan manakib sesuatu yang dibutuhkan untuk kehidupan bermasyarakat,” jelasnya.
Sedangkan Mas'ud Said, mengangkat tema tentang pentingnya kurikulum yang tepat untuk pendidikan di Indonesia. Dan kurikulum yang relevan itu adalah doktrin keberagamaan futuristik yakni Islam rahmatan lil alamin.
Menurutnya, dunia goncang karena salah doktrin. Baik kesalahan doktrin di bidang agama, politik, ekonomi, maupun pendidikan. Kalau itu tidak diantisipasi akan sangat berbahaya untuk keberlangsungan bangsa dan negara ini.
“Karena agama yang dibumbui konflik etnis dan kesenjangan, akan sangat mudah tersulut kaos yang massif," terangnya.
Menurut dosen Universitas Islam Malang lulusan Flinders University ini, konflik bahkan peperangan sekarang bukan lagi antaragama maupun negara, tapi mayoritas sesama pemeluk agama dan antarwarga negara. “Dan ini bermula dari manusia yang digerakkan oleh doktrin keliru tersebut,” sergahnya.
Karenanya, betapa penting keberadaan lembaga pendidikan untuk mengajarkan doktrin yang benar.
“Dan Islam rahmatan lil alamin hadir sebagai ajaran yang tepat untuk Indonesia yang majemuk,” tegasnya.
Dalam pandangannya, bangsa Indonesia wajib bersyukur.
“Kita perlu bersyukur bahwa Indonesia bineka tunggal ika, dan itu harus terus kita jaga dan rawat,” katanya.
Hasan Basri sebagai narasumber penutup mengemukakan bahwa Islam di Indonesia adalah green Islam terbesar di dunia.
"Dunia yang sedang mengalami sekarat, karena ulah tangan manusia yang mengeksploitasinya secara berlebihan," ungkap dosen Unusia Jakarta ini.
Alumnus Pesantren an-Nuqayah Guluk-guluk Sumenep tersebut mengemukakan pesantren dan para tokoh agamawan harus hadir dan memberikan solusi atas keberlangsungan penghijauan di dunia ini.
Hal tersebut bisa dimulai dari penanaman pohon, seperti yang dilakukan di Pesantren an-Nuqayah. “Pada waktu saya awal modok dulu, santri diwajibkan untuk menanam tiga pohon. Dan diberikan tanggung jawab untuk mengurus pohon tersebut sampai besar," tutur peneliti dalam bidang green pesantren ini.
Acara yang berlangsung hingga sore tersebut dihadiri Rais Pengurus Cabang NU Kota Malang, KH Chamzawi, Ketua PCNU Kota Malang, KH Isroqunnajah, Wakil Dekan 1 Fakultas Humaniora yang juga Ketua PC Lakspedam NU Kota Malang, Faisol Fatawi, dan para tokoh masyarakat.
Juga tampak hadir civitas akademika UIN Maliki Malang, pengurus NU, mahasiswa, serta peserta yang berasal dari luar kota Malang. (adi)
Advertisement