Dumping Limbah Ancam Produk Ekspor Perikanan
Oleh: Oki Lukito
Pemprov Jatim menetapkan Peraturan Daerah yang mengintegrasikan ruang darat dan laut akhir Desember 2023. Perda Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Timur Tahun 2023-2043 terdiri 145 Bab, 145 pasal dan 31 lampiran. Salah satu diktumnya mengijinkan perairan atau laut Jawa dan Samudra Hindia menjadi tempat pembuangan limbah atau dumping (Pasal 79 ayat 4). Hal tersebut ditegaskan pula di lampiran Matriks KKPRL Kawasan Pemanfaatan Umum Zona Dumping/Pembuangan (DA) pada halaman 75. Ketiga lokasi dumping berada di perairan utara Gresik, Tuban, dan Banyuwangi selatan seluas 4.325 Ha.
Penetapan area dumping seharusnya dilakukan secara hati-hati dan didukung penelitian ilmiah serta melibatkan stakeholder. Besaran jumlah penduduk di pesisir yang akan terkena dampak pencemaran di area dumping diperkirakan sangat besar, serta menimbulkan kerugian pada nelayan, masyarakat pesisir lainnya selain secara ekologis akan merusak lingkungan laut. Pemprov Jatim abai menetapkan area dumping ini mengingat dampak kerusakan sumber daya pesisir, perairan laut, pulau-pulau kecil dan pencemaran lingkungan yang akan terjadi.
Bahan kimia berbahaya seperti dioxin, merkuri dan lainnya akan mengakibatkan ikan hasil tangkapan nelayan terkontaminasi racun. Demikian pula hasil budidaya ikan dan udang di sekitar area dumping yang air lautnya dialirkan ke tambak akan memengaruhi kualitas ikan. Dampaknya produk ekspor akan ditolak negara tujuan, terutama USA dan Uni Eropa yang sangat ketat soal biosecurity. Cemaran mikrobiologi, kimia dan kandungan logam berat seperti kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan timbal (Pb) menjadi alasan produk ekspor perikanan dari Jawa Timur akan ditolak negara pengimpor. Padahal tahun 2024 ini KKP mencanangkan ekspor udang 2 juta ton. Sementara Jawa Timur tercatat sebagai salah satu penghasil udang terbesar untuk diekspor.
Ketetapan dumping limbah di laut meresahkan pembudidaya ikan, pengusaha perikanan, termasuk diantaranya petambak udang vaname dan tradisional (udang windu), Unit Pengolah Ikan serta UMKM Perikanan. Sebagai referensi jumlah pembudidaya ikan tercatat 267.670 orang, Pabrik Pengolahan Ikan (UPI) 365 unit dengan ribuan pekerja serta Pengolah Perikanan Usaha Menengah 26.070 UMKM dengan produk olahan 1,2 juta ton per tahun.
Menurut catatan Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPMHP) ekspor komoditas perikanan Jawa Timur ke mancanegara tahun 2022 tertinggi mencapai 381.477 ton dengan nilai ekspor 2.602.492. 056 USD. Sementara volume ekspor di tahun 2023 sebesar 367.956.569,62 ton, total nilai uang (USD) ekspor sebesar 2.213.723.489,33. Berdasarkan data BKIPMHP untuk komoditas ekspor perikanan Jawa Timur tertinggi secara nasional. Dengan komoditas unggulan ekspor yaitu udang mencapai total 84.582,49 ton, dan ikan Tuna dari Pelabuhan Perikanan Pondokdadap, Kab. Malang dan Tamperan, Pacitan dengan total ekspor 54.195,79 ton
Data Statistik Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur menyebutkan total produksi perikanan tangkap tahun 2022 mencapai 598.317 ton tertinggi secara nasional mengungguli Maluku (551.846,2 ton), Sulawesi Selatan (417.700,72 ton), Sulawesi Utara (366.738,21 ton), dan Maluku Utara (361.499,65 ton). Sedangkan komoditas unggulan perikanan tangkap di Jatim didominasi ikan tongkol dengan hasil produksi mencapai 64.947,80 ton yang diproduksi oleh 20 Pelabuhan Perikanan dan ikan lemuru walaupun sentra lemuru di Selat Bali menghilang, produksinya tercatat mencapai 70.284,83 ton.
Perlu diketahui terdapat tiga jenis komoditas unggulan perikanan budidaya di Jawa Timur yang mencapai hasil produksi paling tinggi. Ketiga komoditas tersebut bandeng dengan capaian produksi sebesar 170.319 ton, lele dengan capaian produksi sebesar 136.435,89 ton, dan udang vannamei dengan capaian produksi sebesar 103.949,74 ton. Salah satu sentra budidaya bandeng terbesar berada di Ujung Pangkah, Gresik. Sementara sentra udang vaname di sepanjang pantura dari Pasuruan hingga Banyuwangi, Gresik, Lamongan, Tuban.
Di tiga lokasi area dumping yang terdiri dari 5 spot tersebut juga merupakan area fishing ground atau wilayah penangkapan ikan. Sebagaimana tercantum di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Area dumping di Gresik dan Tuban berada di WPPNRI 712 Laut Jawa, sedangkan area dumping di Selatan Banyuwangi termasuk WPPNRI 573 Samudera Hindia. Selain itu lokasi dumping di Gresik berada di alur pelayaran barat Surabaya yang sangat padat dan merupakan pintu masuk dan keluarnya ratusan kapal barang, ferry, kapal intrainsuler dan outgoing dari dan menuju ke lima pelabuhan komersial di Tanjung Perak, Pelabuhan Gresik dan Teluk Lamong.
Masing-masing area dumping selain beririsan dengan zona Perikanan Tangkap, lokasinya tidak jauh pula dengan zona Perikanan Budidaya (bandeng) tepatnya di Kecamatan Ujungpangkah Gresik dan Kecamatan Klampis, Bangkalan (udang vanamei) serta merupakan zona Ekosistem Pesisir dan lokasi Destinasi Pariwisata. Sementara di pesisir Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi selatan dijadikan area dumping limbah penambangan emas Gunung Tumpang Pitu, lokasinya berdampingan dengan zona Pencadangan Kawasan Konservasi, Pemanfaatan Umum, dan Perikanan Budidaya. Sebagai informasi di Gresik terdapat Smelter Freeport, residu ore sisa smelter mungkin saja direncanakan dibuang di spot yang jaraknya dari Pelabuhan Semen Gresik sekitar 22 mil itu. Sedikitnya terdapat 30 perusahaan industri berat di Gresik yang limbahnya berpotensi mengandung B3 dan sebagian besar perusahaan tersebut selama ini membuang limbahnya di Cilengsi, Bogor.
Kebijakan Pemprov Jatim mengijinkan dumping di laut jelas tidak sesuai dengan ketentuan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), kampanye laut bersih, Bulan Cinta Laut, Jawa Timur Peduli Nelayan. Dumping dan dredging mengancam keberlangsungan ekpsor ikan. Limbah tambak udang walaupun terurai (organik), harus dinetralisir melalui IPAL sebelum dibuang ke laut. Sementara limbah industri yang mengandung logam berat yang tidak bisa diurai diserap oleh ikan, rumput laut, terumbu karang serta menghancurkan semua hasil laut malah diperbolehkan dibuang di laut.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan, Dewan Pakar PWI Jawa Timur