Dulu Penyiar Saiki Sego Bakar
Bang-Jo. Bukan Bang Jo lho ya. Pembedanya ada strip alias tanda sambung di tengahnya. Bang-Jo itu dimaksudkan singkatan dari Abang dan Ijo.
Kalau Bang Jo, tanpa strip di tengah, singkatan juga tapi lebih identik dengan singkatan untuk menyebut abang (orang). Artinya Kakak. Bisa Abang Jo (Jonathan), Abang Jo (Jojon), Abang Jo (Joko), dan seterusnya.
Di luar dua itu, ada satu Bangjo lagi. Kalau ini menulisnya seringkali terlihat digandeng. Tanpa setrip. Tanpa spasi jeda. Cukup: Bangjo saja.
Kalau yang ini singkatan lawas. Orang lawas juga pasti tahu. Orang lawas itu maksudnya orang-orang di luar zaman milenial. Zaman Orba mungkin. Bangjo untuk menyebut lampu abang dan ijo di perempatan atau pertigaan jalan.
Lampu traffict light maksudnya. Kalau orang kampung pasti susah mengeja kata Inggris itu. Lalu gampang saja menyingkatnya dengan Bangjo. Karena memang faktanya lampu menyala bergantian abang dan ijo.
Bukankah ada lampu kuningnya? Sebelum lampu merah dan hijau menyala? Sepertinya gak usah dibahas ya, sebab ini akan bicara soal sego bakar. Lha kenapa harus bahas lampu kuning segala!
Seru kan... kalau sudah mainan singkat-singkatan kata begini. Tapi kalau disuruh memilih Bang Jo tanpa setrip atau pakai setrip di tengahnya, saya pilih yang pakai setrip saja deh. Alasannya, Bang-Jo yang ini bisa bikin lidah melet-melet seperti kena pelet. Bikin lidah juga berdecap-decap sensasional. Lalu juga bikin mulut komit-komat: uenakkkk.
What? Kenapa? Karena Bang-Jo yang ini adalah menu kuliner sego bakar. Bang merujuk pada sensasi sego bakar cita rasa pedas. Warnanya Abang. Memerah. Merah karena berlumur lombok abang pedas.
Sementara Jo merujuk pada ijo. Ijo bersayur. Tidak pedas. Kombinasi sayur-mayur segar yang berdansa dengan tiga lauk andalan. Bisa suwiran ayam, bisa cumi, bisa juga tuna.
Hemmm... mau pilih mana? Hemmm... jajal saja semuanya kalau pernah coba. Tapi yang penting jangan lupa ngajak saya kalau untuk urusan coba-mencoba he he he he.
Di Solo, di Jogjakarta, atau umumnya wilayah Jawa Tengah, kuliner dengan sensasi bebakaran masif ditawarkan. Mulai dari kuliner kelas resto hingga lesehan kaki lima. Sensasi bakar-bakar makanan begini justru menemukan habitnya di angkringan-angkringan pinggir jalan.
Apa saja dibakar. Makanan apa saja ditaruh di atas bara api. Tak hanya sekadar untuk menghangati, tapi memberi sensasi bau gosong adalah tujuan yang dicari. Mulai tahu, tempe, ote-ote, cakar ayam, kepala ayam, telur muda, burung puyuh, kadang makanan "larangannya Gus Dur" juga masuk panggangan di atas bara.
Makanan larangannya Gus Dur? Ah gak usah dibahas juga, itu hanya istilah untuk menyebut makanan bernama saren yang beberapa warungan/angkringan pinggir jalan ada yang menyediakannya. Ada yang merasa tidak tabu menyantap makanan jenis itu.
Apa saja dibakar. Makanan apa saja ditaruh di atas bara api. Tak hanya sekadar untuk menghangati, tapi memberi sensasi bau gosong adalah tujuan yang dicari.
Kok jauh sih, bicara Solo-Jogja segala. Bukankah ini mau bicara Sego Bakar Bang-Jo? He he he he iya, ini namanya ndlewer. Mohon dimaafkan.
Bang-Jo penciptanya adalah Shinta Sabrina. Cantik. Inovatif. Kreatif. Dulu dia adalah penyiar radio. Top. Suaranya sangat ditunggu para pendengar. Kalau Ning Shinta ini lagi off siaran, para pendengarnya suka sedih sambil memeluk pesawat radio. Saat itu Shinta Sabrina jadi penyiar Radio MetroFemale di Surabaya.
"Kami pilihkan beras terbaik. Yang utuh-utuh. Tidak ada yang meniran. Begitu juga dengan santan, daun sereh serta rempah-rempah lainnya. Semuanya pilihan. Semua dijaga hingga menjadi nasi gurih. Kemudian nasi dibungkus dengan daun pisang, dengan posisi yang benar. Dua tangkup daun pisang, sisi luarnya yang bersih digunakan sebagai alas bagian dalam dan juga bagian luar. Lalu dibakar," kata Shinta Sabrina.
Ada beberapa item pilihan untuk sego bakar bang-jo ini. Kata Shinta, selain menu pilihan tuna, ayam suwir dan cumi di dalam pelangan daun pisang itu juga dilengkapi dengan sayur kacang polong dan kentang. Tak Lupa daun kemangi. Inilah yang akan membuat aroma Sego Bakar Bang-Jo menjadi khas dan tak tertahankan aromanya.
Kalau tak kuat tahan lapar, jangan sekali-sekali mendekat saat proses pembakaran berlangsung. Sebab semerbak aroma kelezatan yang keluar tak hanya sekadar menggoda, tetapi mampu membuat cacing-cacing di dalam perut meronta dahsyat minta segera dikasih makan. Hehehehehe.
Kok tertawa sih? Biar seremmm. Kata orang keseraman bisa membuat orang makin lapar. Jadi 5 bungkus sego bakar bisa langsung tandas.
"Saat penyajian, kami tambahkan sayur segar kacang panjang dan irisan tomat. Ada sambal ada krupuk. Inilah paduan yang membuat rasa Bang-Jo bisa bikin merem melek tujuh hari tujuh malam," kata Shinta ikut melucu.
Mau pesan? Nih via WA: 0877 5590 2681. Harga juga murah meriah, @Rp. 15.000. Anak milenial menyebutnya 15K. Kalau mau dikirim tambah ongkos kirim dong. Kasihan para Ojol atau kurir pengiriman kalau tanpa ongkos kirim.
Nah itu posternya. Keren kan? Jangan hanya lihat gambar doang, buruan masage dong.
Era informasi online banyak digunakan para ibu rumah tangga untuk ikut ambil bagian dalam ceruk bisnis. Termasuk Shinta Sabrina ini. Sembari berbisnis dia tak perlu meninggalkan aktivitasnya sebagai Ibu di rumah.
Warung Shinta Sabrina yang tak kelihatan bangunan warungnya ini boleh dibilang sukses besar. Setidaknya di Surabaya. Begitu bejibun pesanannya. Sebab, tak banyak warung firtual yang mengupayakan sego bakar.
Di rumahnya di kawasan Delta Mandala, Semambung, Sidoarjo, Jawa Timur, jangan harap bisa menemukan orang jajan atau andok makan ya. Sepi-sepi saja rumah itu. Tapi begitu didekati, asap aneh akan terlihat mengepul-ngepul dari dapur rumah itu.
Jangan pula sampai panggil pemadam kebakaran lho, sebab tak ada yang terbakar di rumah itu. Yang ada adalah orang sibuk membakar bungkusan-bungkusan daun pisang yang di dalamnya terdapat Bang-Jo.
Huhhhhh jadi lapar saya Ning Shinta Sabrina... (widikamidi)