Dulu Haram Hormat Bendera, Besok Siap Berjuang untuk Negara
BEGITU namanya dipanggil, dengan tegap, perempuan ini melangkah mantap ke mimbar di depan. Menghadap kawan-kawannya. Ia pun memulai menyampaikan isi hatinya. Ucapan salam dilantunkan dengan lantang. Namun, suaranya lantas berubah. Tersendat-sendat. Menahan tangis.
"Ternyata pandangan saya terhadap TNI selama ini, salah. TNI yang ada di benak saya berbeda dengan yang saya temui dalam kenyataan. Dua hari ini benar-benar telah membuka mata saya. Saya mohon maaf," ungkap Nasriati, yang berasal dari Aceh.
Masih dengan suara terbata-bata menahan tangis, perempuan berjilbab ini terus melanjutkan ucapannya. Ia mengatakan, apa yang dia lakukan di usianya saat ini, tidak ada apa-apanya dibanding para prajurit seusianya. "Mereka telah banyak berbuat untuk tanah air, bangsa dan negara. Sedangkan kami masih banyak bermain," ujarnya. Kawan-kawannya yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, hening. Menyimak yang disampaikan Nasriati.
Nasriati lantas melanjutkan. Diungkapkannya, para prajurit TNI rela mati dalam pengabdiannya pada bangsa dan negara. Pengorbanannya luar biasa. Sedangkan dirinya belum memberikan apa-apa. "Saya benar-benar mohon maaf. Selama ini saya keliru. Dan berjanji mulai saat ini akan menjadi lebih baik dan siap mengabdi pada negeri ini," tandasnya.
Nasriati menyampaikan isi hatinya mewakili peserta perempuan. Sebelum ia, wakil dari peserta laki-laki telah menyampaikan testimoninya. Wakil peserta pria, Faisal Hidayat Tanjung, memaparkan "kesadarannya" untuk kembali "ke jalan yang lurus." Dia bercerita sempat menangis saat di acara Caraka dan Renungan Suci diminta mencium Bendera Merah Putih.
"Selama tiga tahun saya tidak pernah ikut upacara bendera. Juga tidak pernah menghormat bendera. Haram, begitu yang disampaikan orang ke saya. Namun, dua hari di sini, semuanya berubah. Saya ikut upacara dan mencium bendera kebangsaan. Ini bagian dari sikap nasionalisme yang harus saya miliki," tegas peserta asal Sumatera Barat ini.
Selain menolak mencium bendera, laki-laki yang sering menjadi narasumber seminar ini juga mengaku sering menjelek-jelekkan TNI. Saat menyampaikan materi, juga selalu menceritakan keburukan TNI. Juga saat bercerita kepada kawan-kawannya. Faisal mengakui ternyata itu semua karena ketidaktahuannya. Karena kebodohannya.
Maka, laki-laki berbadan subur ini pun lantas menegaskan komitmennya. Komitmen untuk berubah menjadi lebih baik. "Saya berjanji tidak akan menjelekkan TNI. Saya akan ceritakan yang saya ketahui tentang TNI. Ternyata TNI sangat baik," tegasnya sembari memohon maaf.
Begitulah dua testimoni mewakili 85 peserta Pendidikan dan Latihan (Diklat) Bela Negara Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM) Fisipol UGM, 20-21 Juli 2018. Peserta AKM yang mengikuti Diklat Bela Negara di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta ini berasal dari seluruh provinsi di Indonesia. Testimoni disampaikan saat upacara penutupan Diklat di VIP Room AAU.
Dua hari menginap di ‘kawah candradimuka’ TNI AU, selain mengubah cara pandang peserta AKM juga membuat hubungan mereka dengan pembimbing dari AAU menjadi sangat akrab. Terlihat, kendati acara penutupan sudah selesai, mereka seakan enggan meninggalkan ruang VIP yang menjadi tempat acara.
Mereka asyik berfoto ria dengan para pembimbing yang mengenakan pakaian doreng. Mereka juga meminta foto dengan Kolonel Dartono yang menjadi "guru favorit" selama Diklat Bela Negara. Kolonel Dartono pun dengan sabar melayani mereka.
Kepada para peserta Diklat Bela Negara tersebut Kolonel Dartono menegaskan agar tali silaturahmi dengan pihak AAU tetap terjalin dengan baik. Kendati mereka nantinya mengabdi di berbagai tempat yang menyebar di seluruh Indonesia, diharapkan hubungan dengan AAU tidak putus. "Kabarkan apa yang telah Anda capai maupun persoalan-persoalan yang Anda hadapi di lapangan nantinya. Kami pun akan siap membantu. Siapa tahu kami bisa memberi solusi," tandas Dartono.
Apa strategi khusus yang diterapkan AAU dalam mendidik para pemuda yang akan terjun menjadi penggerak perubahan ke masyarakat ini? Mengapa mereka yang awalnya benci TNI, haram mencium bendera tiba-tiba bisa berubah? Saat hal ini ditanyakan kepada Kolonel Dartono, ia menjawab tidak ada strategi khusus. “Tidak ada trik khusus. Hanya kebetulan teman-teman kan relatif terbiasa menanamkan nilai-nilai kejuangan. Jadi Alhamdulillah, teman-teman bisa menerapkan metode dengan karakteristik peserta,’’ jawab Dartono.
Ditambahkan, secara garis besar, materi klasikal disesuaikan dengan kondisi yang terjadi saat ini. Digunakan rujukan yang relevan dengan situasi saat ini. Begitu pula untuk materi terkait fisik atau lapangan. “Kita jelaskan maksudnya, filosofinya dan manfaatnya. Sehingga peserta betul-betul meresapi dan memahami. Peserta AKM rata-rata sangat kritis. Sehingga metode penyampaian kita pertimbangkan secara baik,” tandas alumnus S2 Ketahanan Nasional UGM ini.
Diklat Bela Negara bagi peserta program AKM ini merupakan bentuk nyata sinergi antara institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan pihak perguruan tinggi. TNI diwakili AAU. Sedangkan perguruan tinggi diwakili Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM). Fisipol UGM yang membuka rekrutmen bagi calon wirausahawan sosial menginisiasi Akademi Kewirausahaan Masyarakat (AKM).
AKM adalah program yang memfasilitasi para sarjana yang belum terserap dalam bursa kerja untuk dapat mengambil andil di dalam masyarakat melalui kegiatan kewirausahaan sosial atau biasa disebut sociopreneurship. Di Indonesia, jumlah pengangguran terbuka yang merupakan lulusan perguruan tinggi semakin meningkat setiap tahunnya. Selain itu, lebih dari 22.000 desa di Indonesia masuk ke dalam kategori desa tertinggal.
Melalui Creative Hub, Fisipol UGM menggelar program AKM ini untuk menyalurkan kreativitas dan potensi para sarjana tersebut ke daerah-daerah yang membutuhkan. Menurut Direktur Creative Hub (C-Hub) Fisipol UGM Matahari Faransahat, rangkaian kegiatan AKM ini direncanakan melalui beberapa proses.
Pertama, para pendaftar diseleksi melalui proses pendaftaran. Setelah melalui proses seleksi, para SP atau Sarjana Pendamping sekitar 100 orang ini dididik dengan materi-materi mengenai sociopreneurship selama beberapa hari. Kegiatan pada tahap kedua ini dinamakan proses kloning atau inkubasi. Cloning wirausaha pedesaan akan melibatkan Pebisnis, Filantropi, Sociopreneur Sukses, Pemerintah, Sarjana, dan Komunitas Internasional.
Sebelum dimulainya masa inkubasi, para peserta mengikuti Diklat Bela Negara. “Peserta program SP-AKM menjalani Pendidikan dan Latihan (Diklat) Bela Negara dengan TNI. Untuk batch pertama ini AAU yang menjadi mitra. Diklat Bela Negara ini dimaksudkan guna mempersiapkan jasmani serta rohani peserta untuk siap terjun langsung ke lapangan,” tegas Matahari Faransahat.
Selama dua hari peserta yang berasal dari seluruh Indonesia ini menginap dan digembleng di Komplek AAU Yogyakarta. Selain mendapat materi fisik di lapangan, mereka juga mendapat materi "rohani" atau intelektual. Asupan untuk otak dan pikiran mengenai cinta tanah air atau nasionalisme. Ada empat materi yang ditekankan selama Diklat Bela Negara ini. Yakni motivasi, ketahanan mental, kepemimpinan lapangan dan nasionalisme bela negara.
"Diklat ini akan menjadi bekal pengalaman berharga untuk para peserta," tegas Gubernur AAU Marsekal TNI Sri Mulyo Handoko dalam sambutannya menutup Diklat Bela Negara AKM Fisipol UGM ini di Ruang VIP AAU, Sabtu (21/7).
Dalam sambutan yang dibacakan Pgs Direktur Pengkajian Kolonel Sus. Drs Dartono Msi, Gubernur AAU merinci manfaat dan inti dari masing-masing materi. Disebutkan, sebagai pejuang kewirausahaan sosial, peserta AKM harus memiliki motivasi yang lebih baik. Motivasi dalam pengabdian. "Landasi pengabdian Anda dengan tulus ikhlas. Jika ikhlas, pekerjaan yang berat menjadi ringan," pesannya.
Menjadi pejuang kewirausahaan sosial, perlu asah dan siap mental secara maksimal. Mental erat kaitannya dengan sosiopreneurship. Yang memiliki mental kuat akan lebih berhasil.
"Begitu pula dalam hal kepemimpinan lapangan. Saat terjun ke masyarakat, kalian semua dituntut menjadi contoh tidak sekadar memberi contoh. Anda akan dianggap sebagai sosok yang mampu di banyak hal. Disiplin, sikap yang tegas merupakan hal penting dalam kepemimpinan lapangan," tambah Gubernur AAU.
Sedangkan materi Nasionalisme Bela Negara, menurut Gubernur AAU, diharapkan membentuk sikap dan perilaku peserta yang dijiwai kecintaan terhadap bangsa dan negara. Mereka akan semakin sadar terhadap persoalan bangsa. Mereka juga semakin terbuka pikirannya bahwa persoalan bangsa juga menjadi tanggung jawabnya.
Materi dua hari yang disampaikan Tim AAU di bawah kordinasi Direktur Pengkajian ini, rupanya sangat mengena. Setidaknya, hal tersebut terlihat dari ungkapan para peserta saat testimoni seperti terungkap di awal tulisan ini.
Eka Yudhya Sarjana dari AKM-Fisipol UGM mengaku puas dengan sinergi yang terjalin dengan AAU ini. Dia melihat para peserta mendapatkan bekal yang sangat berharga dan pas. "Menempatkan materi Nasionalisme Bela Negara di depan program sangat tepat. Apalagi materi yang disampaikan kepada peserta juga sangat mengena," tegas Eka Yudhya.
Alumnus Hubungan Internasional Fisipol UGM ini pun mengucapkan terima kasih kepada pihak AAU. Dirinya berharap sinergi dan kolaborasi positif seperti ini bisa terus berlangsung di masa-masa yang akan datang. "Masukan-masukan dari para peserta batch pertama AKM ini yang berkaitan dengan materi bela negara akan kami perhatikan untuk perbaikan pada batch berikutnya," tandasnya. (Erwan Widyarto)
Advertisement