Riset Mengejutkan: Puluhan Spesies Kopi Berisiko Punah
Isu kopi sepertinya sedang digoreng kencang di luaran sana. Gorengannya pun maut. Pakai wajan analisis dan pisau bedah riset. Kemudian di-publish gede-gedean.
Bukan main. Semua media pun lantas memberitakannya. Ada apa sebenarnya dengan kopi? Benarkah akan punah seperti gambaran Jurassic dalam film-film fantasi itu?
Masuk akal kopi digoreng isunya begitu rupa. Sebab, kopi, sedang sangat hits di dunia. Jadi komoditas mendunia pula. Membuntuti pamor perdagangan sawit dan karet yang belakangan lesu berkepanjangan.
Pun, semua orang (kini) sepertinya sudah butuh kopi. Lalu lintas kopi juga begitu agresif. Di Indonesia, kopi Indonesia, meski secara produksi belum beranjak dari nomor empat dunia, dia masih jadi favorit yang tak tergantikan. Karakteristik rasa yang sangat kaya membuatnya seperti itu.
Nyaris tak ada kopi Indonesia yang tidak diburu masyarakat dunia. Untuk bahan baku kopi single origin maupun bahan baku kopi blend. Konon, sebagai bahan baku kopi blend, kopi Indonesia adalah wanted number one. Tak ada yang bisa menggantikan. (Contoh paling sederhana, kopi PTPN XII, di Bondowoso-Jawa Timur sana, tak ada yang tersisa begitu panen tiba. Kok panen sih, bahkan belum berbuah pun pasar ekspor sudah menguncinya habis).
Pada suasana seperti ini, ada saja berhembus kabar "menakutkan" menyangkut kopi. Sebentar lalu, muncul publikasi hasil riset bahwa kopi bisa memicu kanker. Bahkan ada negara yang mengharuskan produsen kopi mencantumkan label peringatan bahaya kanker di setiap produk kopi, berikut memasang papan peringatan di depan pintu-pintu masuk "warung" kopi.
Belum lagi perdebatan hasil riset ini rampung, pada 16 Januari 2019 lalu, sebuah jurnal ilmiah multidisiplin yang diterbitkan oleh Asosiasi Amerika, bernama Science Advances memublish hasil riset yang mencengangkan. Menurut riset itu: bahwa 60 persen spesies kopi terancam punah. Kepunahan itu sebagai akibat perubahan iklim dan penggundulan hutan.
Mengejutkan bukan? Ini siapa yang kena? Di Indonesia, lahan-lahan kopi sebagian besar adalah tanah hutan. Nah di lahan-lahan hutan ini setidaknya terdapat 125 juta orang yang mencari rezeki sebagai petani kopi.
Jurnal Science Advances menyebut, dari 124 spesies kopi yang telah didokumentasikan para ilmuwan, hanya ada dua varietas kopi, Arabica dan Rustica (boleh jadi ini dimaksudkan untuk menyebut kopi robusta, red), yang mendominasi pasar global. Sebagian besar dari mereka tumbuh secara alami di daerah tropis seperti Afrika, Asia, dan Australasia.
Aaron Davis, pakar kopi di Royal Botanic Gardens, Kew, memimpin tim peneliti yang membuat katalog spesies kopi dan menguji risiko kepunahannya selama dua dekade. Proyeknya mengungkapkan bahwa 35 galur tumbuh di habitat yang tak dilindungi, sedangkan 75-nya memenuhi standar spesies yang terancam berdasarkan “red list” IUCN.
Nyaris tak ada kopi Indonesia yang tidak diburu masyarakat dunia. Untuk bahan baku kopi single origin maupun bahan baku kopi blend.
Tim itu juga menemukan bahwa 45 persen spesies kopi liar tidak disimpan di bank benih. Meskipun kopi liar biasanya tidak untuk dikonsumsi, tanaman kopi ini sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies yang dibudidayakan, terutama di zaman perubahan iklim ini.
“Spesies ini punya sifat berguna untuk pengembangan kopi, seperti toleransi iklim dan kekeringan, tahan hama dan penyakit, kadar kafein rendah atau nol, dan perbaikan sensorik (rasa),” bunyi penelitian itu.
Dengan kata lain, spesies kopi telah mengembangkan beragam adaptasi yang dapat dibiakkan secara selektif menjadi galur varietas kopi yang dapat mengambil manfaat darinya. Sekalipun spesies liar rentan punah dari kekeringan atau deforestasi, tanaman ini mungkin punya daya tahan yang lebih tinggi terhadap hama atau penyakit. Sifat-sifat spesifik tersebut dapat diintegrasikan ke dalam varietas yang dibudidayakan.
Perubahan iklim telah menurunkan produksi kopi dengan mengganggu penyerbuk, menyebarkan hama, dan menyebabkan peristiwa cuaca ekstrem jangka pendek serta perubahan lingkungan jangka panjang.
Menurut penelitian itu, suhu yang lebih hangat dapat menyebabkan lahan yang digunakan untuk memproduksi kopi berkualitas tak lagi produktif pada 2050.
Apa sebenarnya yang diinginkan para ilmuwan?
Mereka mengatakan kita harus memahami risiko yang dihadapi perkebunan kopi. Sekaligus memastikan bahwa perkebunan kopi memiliki ketersediaan sumber daya untuk mengatasi berbagai ancaman.
Pohon kopi, sama seperti banyak tanaman tropis, memiliki biji yang tidak akan bertahan dalam proses pengeringan-pembekuan pada bank bibit konvensional. Bahwa 45 persen spesies kopi belum "didukung" keberadaannya di luar alam liar.
Dr Eimear Nic Lughadha dari Kew mengatakan ini adalah pertama kalinya pengkajian IUCN Red List dilakukan untuk mengetahui risiko kepunahan kopi dunia dan angka 60 persen dan ini sangat tinggi.
"Kami berharap data baru ini akan menggarisbawahi spesies yang diprioritaskan bagi keberlangsungan sektor produksi kopi, sehingga langkah yang diperlukan dapat diambil untuk melindungi spesies ini," katanya. (widikamidi/sumber Science Advances)