Dukung Pengaturan Pengeras Suara Masjid, ini Penjelasan UINSA
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UINSA) merespon Surat Edaran Nomor 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala oleh Menteri Agama Republik Indonesia.
Rektor UINSA, Prof Masdar Hilmy menyampaikan, pihaknya mendukung adanya SE tersebut sebagai upaya menjaga kerukunan umat beragama. "Jika kita secara jujur membaca isi SE Menteri Agama tersebut, sama sekali tidak melarang umat Islam untuk menggunakan pengeras suara dalam melakukan syiar beragama," katanya saat ditemui di Gedung A Ruang Rektor Lantai 2, Jumat, 25 Februari 2022.
Namun, ia melanjutkan, SE tersebut dikeluarkan untuk mengatur ekspresi keberagaman di ruang publik dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM). "Tapi SE tersebut dikeluarkan dalam rangka mengatur ekspresi keberagaman diruang publik dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.
Menurutnya, aturan semacam ini bukan hal baru di Indonesia. Pada tahun 1978 Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas) Kemenag pernah mengeluarkan SE serupa. "Mengapa aturan ini dikeluarkan? jawabannya jelas bisa dilacak dari alurnya, untuk mendukung dalam menciptakan keberagaman agama dan keberadaan mempererat toleransi umat beragama," ungkapnya.
Masdar mengungkapkan, pengeras suara di masjid atau musala bagi umat Islam memang tidak masalah. Tapi bagi mereka yang minoritas bisa dianggap tidak nyaman dari perspektif mereka.
"Keluhan-keluhan tersebut mungkin yang diterima Kemenag dan ditanggapi melalui SE ini. Kita harus melihat bahwa Kemenag mewakili semua umat beragama di Indonesia," terang Masdar.
Ia pun mengungkapkan, kepada masyarakat Indonesia untuk melihat aturan ini sebagai regulasi, bukan untuk menjerumuskan dalam konteks umat beragama. "Bahwa kehadiran kebijakan negara yang diciptakan untuk kemaslahatan publik dan umat beragama," imbuhnya.
Disisi lain, Ketua Pusat Studi Moderasi Beragama, Prof Ahmad Zainul Hamdi menjelaskan, aturan semacam ini banyak diterapkan di negara lain, seperti Mesir, Malaysia dan Arab.
"Di beberapa negara juga diatur. Malaysia misalnya, mengatur toa untuk azan saja. sementara di Mesir melarang penggunaan toa selama Ramadhan. Jadi sebenarnya bukan di Indonesia saja yang mengatur hal semacam ini," kata Ahmad Zainul.
Advertisement