Dukung Pemilu 2024 Ditunda, PBNU Dikecam Warganet
Wacana penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi polemik. Ada pihak yang pro dan kontra dengan wacana tersebut. Salah satu pihak yang mendukung adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf menyebut penundaan pemilu masuk akal.
"Ada usulan penundaan pemilu dan saya rasa ini masuk akal, mengingat berbagai persoalan yang muncul dan dihadapi bangsa ini. Usulan penundaan Pemilu 2024 ini dapat didudukkan bersama oleh seluruh pihak untuk mencari solusi terbaik bagi bangsa ini. Nanti kita lihat apa saja yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban bangsa ini,” kata pria yang akrab disapa Gus Yahya dikutip dari Antara.
Warganet Geger
Mengetahui tanggapan tersebut, warganet geger. Tagar PBNU menjadi topik populer di Twitter. Terpantau pada Senin, 28 Februari 2022 terdapat 1.657 lebih cuitan. Komentar warganet pun beragam.
Ada yang kontra dengan pendapat Gus Yahya. “Memundurkan jadwal pemilu menurut Ketua PBNU "dinilai masuk akal". Standarnya masuk akal: bubarkan DPR/DPD dalam kondisi sekarang dan copot wapres yang lebih banyak diam juga masuk akal. Jika standarnya konstitusi ya lain lagi. DPR tak bisa dibubarkan, wapres juga tak boleh dicopot,” tulis akun @saidixxx.
Ada pula yang menyebut PBNU bisa disuap. “Kelemahan NU itu ada di perut dan amplopan. Organisasi ini atau PBNU itu organisasi amplopan dengan kedok sowan ulama dengan amplop coklat atau bisyaroh. Semua bisa sesuai permintaan, dari yg salah bisa dianggap benar sesuai dengan pesanannya. Bahkan bisa membenarkan yang salah. Itu fakta,” celetuk @lurahxxx.
Namun, warganet lainnya mendukung keputusan Gus Yahya. Dia meminta netizen tidak menyangkutpautkan pendapat pribadi dengan organisasi.
“PBNU memiliki filosofinya sendiri kenapa tidak terlibat dalam Pemilu. Ketika Ketum bicara tentang Pilpres yang menurutnya masuk akal jika diundur, bukan berarti filosofi PBNU keliru. Kritik pada Mas Yahya ketika bicara tentang hal ini memang perlu,” sahut @Stakof.
Langgengkan Oligarki
Selain warganet, sederet tokoh turut membuka suara. Salah satunya Rizal Ramli, Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Rizal menganggap perpanjangan jabatan tanpa didahului pemilihan yang sah, tidak bisa diterima hukum di tanah air.
"Perpanjangan jabatan tanpa pemilihan itu sangat inkonstitusional. Itu sebetulnya pemberontakan konstitusi. Kok tega-teganya, sih," kata Rizal, mengkutip JPNN.com.
Rizal juga menganggap langkah mengusulkan penundaan Pemilu 2024 oleh elite politik tidak berpihak ke rakyat. "Tidak ada empati dengan kesulitan rakyat," imbuhnya.
Senada dengan Rizal, Pengamat Politik Adi Prayitno mengatakan usulan penundaan pemilu berbahaya. Pasalnya, penundaan tersebut berpotensi mengakibatkan kekosongan kekuasaan. Sehingga dikhawatirkan menimbulkan kekacauan politik secara nasional.
"Penundaan pemilu itu bukan berarti presiden kemudian otomatis jabatannya diperpanjang, DPR/MPR tidak otomatis jabatannya diperpanjang karena tidak ada aturan itu," kata Adi.
Sementara, pengamat politik Universitas Paramadina Khoirul Umam menyebut penundaan pemilu ditungganggi kepentingan politik. "Jangan ubah sesuai keinginan. Biarkan rakyat memberikan evaluasi bagi pemerintahan yang konstitusional, parpol harus berani berkompetisi secara fair. Jangan permainkan demokrasi dan hak politik rakyat untuk kepentingan oligarki," kata Khoirul, dikutip dari Kompas.com.
Tunda Demi Perekonomian
Diketahui, usulan penundaan Pemilu 2024 disampaikan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias gus Muhaimin. Dia menegaskan bahwa usulan penundaan pelaksanaan pemilu murni merupakan inisiatif dirinya. Sebab, penundaan pemilu bertujuan agar momentum pertumbuhan ekonomi yang membaik tidak terganggu oleh pemilu.
Kendati demikian, Muhaimin mengaku tak mempersoalkan jika ada pihak-pihak yang menolak usulannya. Sementara, Gus Muhaimin mengeklaim, banyak akun di media sosial setuju dengan usulan dirinya agar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda satu hingga dua tahun. Klaim tersebut, mengacu pada analisis big data perbincangan di media sosial.
Menurut dia, dari 100 juta subyek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," katanya.
Kemudian usulan itu mendapatkan dukungan dari Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.
Klaim Dipertanyakan
Pernyataan Muhaimin Iskandar ditanggapi peneliti media sosial dari Drone Emprit Ismail Fahmi. Ismail justru mempertanyakan kebenaran pernyataan Muhaimin.
“Klaim itu ia sampaikan dengan mengacu pada analisa big data perbincangan yang ada di media sosial. Twitter user Indonesia hanya 18 juta. Pengguna Facebook di Indonesia sekitar 176 juta orang. Impossible juga 100 juta user ngomongin perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan pemilu 2024. Kalau di medsos bisa lebih tinggi ketidakpuasan. Tahu sendiri netizen gimana,” katanya.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq menilai, penundaan Pemilihan Umum 2024 mustahil terjadi. Rofiq beralasan, Presiden Joko Widodo telah menegaskan dirinya tidak berminat memperpanjang masa jabatannya.
Rofiq pun mengapresiasi sikap Jokowi yang tegas menolak masa jabatan presiden menjadi maksimal tiga periode. Menurut dia, sikap tersebut merupakan sikap yang bijaksana sekaligus memberi kesempatan kepada generasi mendatang untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2024.
Rofi menyebut, penundaan pemilu didasari kepentingan Gus Muhaimin.
"Pada saat Presiden bertemu dengan partai nonparlemen presiden dengan tegas menyatakan sama sekali tidak tertarik memperpanjang jabatannya menjadi 3 periode. Mungkin ini maunya Cak Imin saja," ujar Rofiq.
Tak Ada Uang
Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule meminta pemerintah untuk jujur tentang kondisi keuangan negara. Menurutnya, keuangan negara saat ini amburadul. Sementara dana untuk menggelar pemilu 2024 mencapai Rp 76 triliun.
“Di satu sisi, pembangunan ibukota negara (IKN) membutuhkan dana Rp 466 triliun. Pemilu ditunda karena tak ada uang. Alasan paling masuk akal,” tegasnya mengkutip RMOL.
Atas dasar tersebut, Iwan Sumule kembali mengingatkan pengkhianatan terhadap konstitusi negara akan membuat kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial tak bisa diwujudkan. Dia pun mengajak masyarakat untuk kompak dan berani menentang usulan tersebut.
“Fortis Fortuna Adiuvat. Keberuntungan berpihak pada yang berani,” tutupnya.
Pemilu Dimajukan 2022
Menurut Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies, pemilu baiknya dimajukan pada 2022. Sebab, diprediksi kondisi keuangan negara diperkirakan akan semakin sulit pada 2024. Di mana defisit anggaran akan kembali menjadi maksimal 3 persen dari PDB.
Meskipun demikian penundaan Pemilu dari 2024 menjadi, misalnya, 2027 tidak memecahkan masalah. Karena tidak ada jaminan, keuangan negara pada 2027 akan membaik. Sebagai solusi Anthony menyebut dengan memajukan Pemilu 2024 menjadi 2022.
“Defisit anggaran tahun 2022 masih dibolehkan tidak terbatas, dan Bank Indonesia masih dibolehkan membeli surat utang negara untuk pembiayaan defisit anggaran tersebut. Sehingga keuangan negara 2022 tidak menjadi masalah sama sekali untuk membiayai pelaksanaan Pemilu. Jangan lewatkan kesempatan ini, karena tahun 2023 keuangan negara akan berjalan normal kembali,” katanya dikutip dari Gelora.co.
Advertisement