Tahun 2022 Indonesia Produksi Baterai Lithium Mobil Listrik
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menargetkan pada tahun 2022 Indonesia mampu menghasilkan baterai lithium secara mandiri. Kebutuhan akan baterai lithium ke depannya akan semakin meningkat, seiring dimulainya industri motor listrik dan mobil listrik di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Menristekdikti saat mengunjungi Pusat Pengembangan Bisnis dan Unit Produksi Baterai Lithium Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta 31 Maret 2019. Menteri Nasir menjelaskan, bahwa saat ini Indonesia tengah mengembangkan teknologi guna memproses bahan baku lithium di Halmahera dan diperkirakan tahun 2021 sudah terbangun.
"Saat Halmahera sudah terbangun, bahan baku lithium sudah tersedia. Maka tahun 2022 atau 2023 kita sudah bisa memproduksi baterai lithium secara mandiri. UNS sudah jalan, tinggal membuat sistem otomatisasi," ujar Menristekdikti.
Menristekdikti mengapresiasi UNS yang telah mengembangkan baterai lithium ion sejak tahun 2012 dan saat ini sudah masuk dalam industri. Menteri Nasir mengatakan baterai merupakan komponen penting bagi industri motor dan mobil listrik, oleh karena itu Indonesia harus mampu menghasilkan baterai lithium secara mandiri.
Menteri Nasir berharap baterai lithium UNS nanti dapat menyuplai kebutuhan salah satu industri motor listrik nasional yang baru tumbuh yaitu motor listrik GESITS.
"Jika dilihat dari kompetitornya yang sekelas dengan Honda yang harganya sampai Rp 60 juta, yang dijual oleh GESITS hanya 23 juta rupiah, baterai yang menjadi tumpuannya yang nilainya 30 persen dari cost tersebut. Sangatlah tepat bagi UNS yang mengembangkan baterai lithium yang saat ini sudah masuk industri," tutur Nasir.
Menristekdikti berharap ke depan baterai bisa menjadi salah satu alternatif energi terbarukan yang ada di Indonesia mengingat fosil yang ketersediaannya sangat terbatas. Para peneliti dituntut senantiasa dapat mengembangkan inovasi di bidang ini demi masa depan Indonesia yang lebih baik.
Pada kesempatan yang sama Rektor UNS Jamal Wiwoho melaporkan tentang Pengembangan baterai lithium UNS yang dimulai sejak tahun 2012 sejalan dengan pencanangan program Mobil Listrik Nasional (MOLINA).
"Baterai lithium yg dikembangkan UNS saat ini dapat diaplikasikan untuk kendaraan listrik dan alat penyimpan energi dari pembangkit energi yang terbarukan," ungkap Jamal.
Selain itu, sang rektor menyampaikan bahwa sampai saat ini sebagian besar bahan material yang digunakan untuk produksi baterai lithium masih impor.
"Oleh karena itu, kami sudah merencanakan untuk pengembangan ke depan akan menggunakan material aktif dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari dalam negeri," ungkap Jamal.
Sementara itu Ketua Tim Peneliti Teaching Factory Baterai Lithium UNS Agus Purwanto mengatakan hasil penelitiannya setelah diproduksi dalam skala penelitian menghasilkan 1000 unit baterai/harinya bekerjasama dengan Pertamina.
"Kami bekerjasama dengan industri swasta seperti Pertamina dalam memproduksi baterai lithium UNS secara massal untuk kebutuhan pasar kendaraan listrik, kata Agus. (asm)