Dukung MAJU, P2TSIS: Hanya Machfud Mampu Atasi Surat Ijo
Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS) menegaskan komitmennya mendukung pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya nomor urut dua, Machfud Arifin-Mujiaman, di Pemilihan Walikota (Pilwali) Surabaya.
Ketua Dewan Penasehat P2TSIS, Muhammad Farid menyampaikan, dukungan ini diberikan karena hanya pasangan MAJU yang dinilai mampu mengatasi permasalahan surat ijo yang selama ini membuat banyak masyarakat Kota Pahlawan sengsara.
“Hanya Pak Machfud yang berkomitmen dengan pemilik tanah surat ijo dari awal, beliau berkomitmen kuat agar masalah ini segera tuntas," tegas Farid ketika ditemui di Surabaya, Sabtu 21 November 2020.
Karena itu, ia memastikan, tidak ada kontrak dukungan antara P2TSIS dengan paslon nomor urut satu, Eri Cahyadi-Armuji. "Ruwet, isi kontrak itu nggak jelas. Saya juga baru tahu itu. Yang jelas P2TSIS tidak ada kontrak dengan Eri-Armuji," ungkapnya.
Farid juga menyesalkan isi dalam kontrak tersebut. Sebab, tanah surat ijo dianggap sebagai barang milik daerah. Sebab, menurutunya surat ijo bukanlah milik Pemerintah Kota Surabaya.
Dia mengungkapkan, pada 1970 sudah ada kesepakatan antara Walikota Surabaya dengan Gubernur Jawa Timur tentang tanah negara yang partikelir bisa dijadikan hak milik. Sayangnya, pada tahun itu juga tak ditindaklanjuti oleh Walikota Surabaya.
"SK HPL 1953 ada 11 diktum, dan itu syarat yang harus dicukupi oleh Pemkot Surabaya. 3 diktum itu cacat hukum, cacat administrasi, dan cacat prosedur, sehingga pemkot tidak memenuhi diktum yang ada," ungkapnya.
Sementara itu, Cawawali Surabaya Mujiaman mengatakan, dalam buku “Arek Suroboyo Menggugat” yang dibuat kelompok tersebut sudah memuat sejarah surat ijo, dasar hukum, dan solusi. Saat ini tinggal kehendak dan kemauan pemimpinnya.
Dengan itu, Mujiaman memastikan, pengentasan permasalahan surat ijo ini menjadi salah satu fokus utama pasangan MAJU apabila terpilih nanti. "Machfud Arifin-Mujiaman siap berjuang bersaama Rakyat untuk surat ijo menjadi SHM, secara hukum bisa dipertanggung jawabkan, secara politik juga bisa dikerjakan," ujarnya.
"Langkah pertama retribusi akan dihapus. Berikutnya SHM di depan mata, karena bisa dipertanggung jawabkan secara akademik dan politik," imbuhnya.