Dukung Aturan Pengeras Suara, Muhammadiyah Usul Tambah Waktu
PP Muhammadiyah menyambut baik surat edaran Menag Yaqut Cholil Qoumas yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Muhammadiyah mengatakan pedoman ini dibuat agar pengeras suara di masjid tidak digunakan sembarang waktu.
“Bagus, ada pengaturan. Supaya penggunaan pengeras suara masjid ataupun yang lain tidak sembarangan. Tidak sembarang waktu,” kata Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad seperti dilansir di situs Muhammadiyah, Selasa 22 Februari 2022.
Dadang meminta aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala ini bisa ditaati semua pihak. “Saya kira sudah bagus, tinggal ditaati oleh semua pihak,” ujar Dadang.
Menurut Dadang, penggunaan pengeras suara di masjid yang berada di bawah naungan Muhammadiyah telah disiplin. Dadang mengatakan pengeras suara digunakan hanya digunakan ketika azan saja.
Melatih Disiplin
“Masjid Muhammadiyah sudah disiplin dari dahulu. Penggunaan pengeras suara keluar hanya azan,” ujar Dadang.
Hal yang sama diungkapkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Namun Anwar meminta pelaksanaan aturan penggunaan pengeras suara itu tidak kaku.
“Itu suatu hal yang bagus. Cuma mungkin masalah implementasinya jangan terlalu kaku dan jangan disamakan untuk semua daerah,” ujar Anwar.
Dia lantas menjelaskan maksud dari pernyataannya soal aturan itu tidak kaku. Menurut Anwar, bagi daerah yang 100 persen penduduknya beragama Islam, seharusnya dimaklumi penggunaan pengeras suara atau speaker masjid yang keluar. Sebab, dia menilai hal itu sebagai syiar Islam.
“Oleh karena itu, mungkin di peraturan tersebut perlu ada konsideran yang mengatur dan memberi kelonggaran menyangkut hal demikian,” tutur Anwar.
Tambah Waktu
Selain itu, dia menilai penggunaan pengeras suara luar yang hanya dibatasi lima menit sebelum azan dikumandangkan sangat singkat. Anwar mengusulkan supaya waktu penggunaan suara Toa masjid keluar ditambah 10 menit agar masyarakat tidak telat datang ke masjid.
“Khusus untuk salat Subuh banyak orang yang terbangun setelah mendengar suara lewat loud speaker. Kemudian juga banyak dari mereka yang mandi terlebih dahulu sebelum berangkat ke mesjid. Jadi mungkin minimal memerlukan waktu 15 menit sebelum waktunya,” ujarnya.
Menurut dia, masyarakat muslim yang ada di kampung-kampung, terutama di daerah pedesaan, biasanya jarak masjid dengan rumahnya jauh. Jika waktu yang diberikan 5-10 menit, Anwar memperkirakan jemaah bisa telat, terutama bagi yang tak punya kendaraan.
“Hal-hal seperti ini tentu perlu dipertimbangkan. Untuk itu, bagaimana baiknya pelaksanaan sebuah peraturan perlu ada kesepakatan-kesepakatan dari masyarakat setempat,” ujar Anwar.