Dukanya Menjadi Marketing Jargas PT. PGN
Jangan pernah membayangkan posisi marketing di program Jargas PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) layaknya marketing sales sebuah perusahaan otomotif yang cantik-cantik dan ganteng. Jika Anda mempunyai bayangan seperti itu keliru.
Jabatan marketing di program Jargas di PT. PGN ternyata mempunyai tanggungjawab yang sangat besar. Tak hanya harus jual tampang. Menjadi marketing di program Jargas PT. PGN harus mengeluarkan tenaga dan pikiran yang lebih. Bahkan juga harus dihadapkan dengan pergulatan batin. Seperti yang dialami oleh Sumarto, marketing Jargas untuk wilayah Surabaya.
Pria ramah ini usianya sudah hampir satu abad. Karena kenyang dengan pengalaman lapangan, dia akhirnya ditunjuk menjadi marketing di program Jargas di Surabaya oleh PT. PGN. Tugas marketing Jargas di PGN bukan hanya mencari pelanggan. Namun juga harus ngopeni pelanggan yang jumlahnya ribuan.
Dari jumlah pelanggan saja sudah bisa dibayangkan bagaimana repotnya ngopeni pelanggan yang ribuan itu. Repot dan kerja keras itu ditambah lagi dengan rata-rata pelanggan Jargas yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Pernah, suatu saat Sumarto harus mengatasi pelanggan yang berbulan-bulan menunggak membayar tagihan.
Saat mengunjung rumah pelanggan yang menunggak itu, hati Sumarto menjadi sedih. Pasalnya, si pelanggan ini ternyata seorang janda yang bekerja menjadi penjual pecel keliling. Janda ini bernama Kasiyani.
"Dari namanya saja sudah Kasiyani. Dia memang harus dikasihani," kata Sumarto bercanda.
Janda Kasiyani ini menunggak tagihan Jargas kurang lebih antara enam sampai sembilan bulan. Sumarto tak ingat persis berapa lama janda Kasiyani ini menunggak membayar tagihan Jargas. Namun yang jelas, karena menunggak berbulan-bulan, tagihan Kasiyani menjadi membengkak menjadi Rp 1,6 juta.
"Akhirnya saya beri keringanan sebulan lagi lagi untuk membayar tagihan," kata Sumarto.
Namun, meski sudah diberi kelonggaran waktu untuk membayar tagihan, janda Kasiyani ternyata tetap tak bisa melunasi tagihannya. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, aliran Jargas janda Kasiyani ini harus diputus.
"Kalau tagihannya masih kurang ratusan ribu saja, mungkin saya bisa membantu dengan memakai uang pribadi saya. Namun ini tagihannya mencapai jutaan," kata Sumarto sedih.
Cerita tak kalah sedih juga kembali dialami. Kala itu ada seorang janda yang juga menunggak pembayaran Jargas. Janda ini tinggal di rumah sendiri. Anak-anaknya sudah bekerja dan berumah tangga di lain kota. Setelah didatangi dan ditanyakan apa kesulitannya membayar Jargas, janda ini minta waktu lagi agar aliran Jargas di rumahnya jangan sampai diputus. Dia minta waktu untuk bisa melunasi tagihannya.
"Akhirnya, dia menggadaikan cincin perkawinannya untuk membayar tagihan Jargas. Sedih juga mendengar cerita seperti itu," ujar Sumarto.
Dia pun berharap, kepada para pelanggan Jargas agar tertib dalam membayar tagihan karena akan lebih ringan.
"Kalau sampai memutus Jargas pelanggan karena tak mampu membayar tunggakan, sebenarnya rasanya sedih sekali. Hati ini rasanya seperti teriris-iris," ujar Sumarto.