Dugaan Peras-memeras di Perkara Kementan
Oleh: Djono W. Oesman
Dugaan pimpinan KPK memeras mantan Mentan, Syahrul Yasin Limpo yang tersangka korupsi, bergulir. Pihak Polda Metro Jaya minta pihak KPK menyerahkan dokumen terkait perkara, yang statusnya akan disita polisi. Perkara kian mengerucut.
—------------
DUGAAN pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap Syahrul (tersangka korupsi) sebesar SGD 1 miliar ternyata terus menggelinding. Bahkan, penyidik Polda Metro Jaya kini menyita dokumen terkait perkara.
Direktur Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Jumat 20 Oktober 2022, mengatakan:
"Jadi, mendasari pada penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan permohonan izin khusus penyitaan terhadap dokumen maupun surat mendasari itu.”
Maksudnya, itu adalah tindakan penyitaan dokumen oleh aparat Polda Metro Jaya terhadap pimpinan KPK, yang sudah mendapat izin dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Cuma, penyitaan tidak dilakukan secara langsung, berupa penggeledahan. Melainkan, meminta pimpinan KPK menyerahkan dokumen dimaksud kepada pihak Polda Metro Jaya.
Ade Safri: "Kami telah membuat surat kepada Pimpinan KPK RI untuk meminta menyerahkan dokumen yang telah ditetapkan oleh PN Jaksel terkait dengan izin khusus penyitaan.”
Ditanya wartawan, apa isi dokumen yang diminta pihak Polda itu? Ade menyatakan, tidak bisa menyebutkan. Sebab, isinya termasuk dalam materi penyidikan terkait dugaan kasus pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap eks Mentan, SYL.
Ade: "Itu beberapa dokumen ataupun surat, yang diminta oleh penyidik kepada pimpinan KPK RI. Dokumen terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, atau gratifikasi, atau penerimaan hadiah, atau janji, oleh pegawai negeri atau pegawai negara yang berhubungan dengan jabatannya. Itu kami minta diserahkan pada Senin (23 Oktober 2023) yang merupakan jadwal tim penyidik gabungan.”
Berarti sangat seru. Tersangka Syahrul sudah ditahan KPK sejak Kamis, 12 Oktober 2023. Dua tersangka lain di perkara ini, ditahan sehari sebelumnya. Yakni, tersangka Kasdi Subagyono (KS) selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan dan Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan.
Syahrul diperiksa perdana di KPK pada Jumat 20 Oktober. Ia didatangkan dari rumah tahanan, berbaju rompi oranye dengan kedua tangan diborgol besi, saat dibawa ke Gedung KPK.
Sebaliknya, pengaduan Syahrul ke polisi bahwa ia diperas pimpinan KPK, juga diproses. Ketua KPK, Firli Bahuri yang mestinya dimintai keterangan di Polda Metro Jaya, Jumat 20 Oktober, ternyata tidak hadir.
Kombes Ade Safri: “Kami lakukan pemanggilan ulang untuk Ketua KPK, Firli Bahuri hari ini. Untuk dimintai keterangan pada Selasa 24 Oktober di Polda Metro Jaya.”
Dengan pemeriksaan itu, diduga ada pemerasan oleh pimpinan KPK. Pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Bukan cuma Ketua KPK, tapi juga unsur pimpinan lainnya.
Soal penyitaan dokumen di KPK oleh Polda Metro Jaya, dibenarkan Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat 20 Oktober kepada wartawan ia mengatakan:
"Benar. Hari ini dari Polda Metro Jaya mengirim surat ke KPK, terkait permohonan dokumen-dokumen. Saya secara pribadi sampai saat ini belum mengetahui suratnya.”
Dilanjut: "Namun pada intinya, permintaan itu akan kami respons karena ini resmi dari Polda Metro Jaya.”
Perkara ini tampak balas-berbalas antara para tersangka korupsi, Syahrul, Kasdi dan Hatta melawan pimpinan KPK. Para tersangka sudah ditahan sepekan lebih. Dengan bukti permulaan yang dianggap KPK, cukup.
KPK menyatakan, Syahrul diduga memerintahkan Kasdi dan Hatta memeras para bawahannya Eselon satu dan dua, agar setor uang rutin ke Syahrul senilai USD 4.000 sampai USD 10.000 (tergantung jabatan dan posisi) rutin per orang per bulan.
Sumber dana diduga pemerasan itu, diambilkan dari anggaran Kementerian Pertanian yang sudah digelembungkan (markup). Bukan uang pribadi para pihak yang diperas.
KPK sudah menemukan bukti uang pemerasan yang diterima Syahrul Rp 13,9 miliar. KPK juga menyita uang Rp 30 miliar dan 12 pucuk senjata api dari rumah dinas Syahrul. KPK juga sudah menyita cek senilai Rp2 triliun dari rumah dinas Syahrul. KPK juga sudah menyita uang tunai Rp400 juta dari rumah tersangka Kasdi.
Menurut pengumuman KPK, uang diduga hasil pemerasan itu digunakan untuk kepentingan pribadi Syahrul. Antara lain, pembayaran cicilan kartu kredit, cicilan pembelian mobil Toyota Alphard milik Syahrul, perbaikan rumah pribadi Syahrul, tiket pesawat bagi keluarga Syahrul, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah.
KPK juga mengumumkan, Syahrul menyetorkan uang ke Partai Nasdem pimpinan Surya Paloh (Syahrul jadi menteri dari Partai Nasdem) senilai miliar rupiah. KPK tidak menyebut jumlah tepatnya.
Mirisnya, uang diduga hasil pemerasan itu, kata pihak KPK, juga digunakan untuk ibadah Umrah Syahrul ke Tanah Suci bersama Kasdi dan Hatta, senilai miliaran rupiah. Tidak disebut nilai tepatnya.
Sangat parah. Uang negara diduga dicuri menteri (saat itu) untuk kepentingan seperti disebutkan KPK di atas.
Parahnya, para terduga pencuri uang negara dengan modus pemerasan, diduga diperas pula oleh pimpinan KPK selaku penyidik terduga pemeras.
Pastinya perkara ini tidak mungkin ditarik mundur. Para tersangka sudah ditahan KPK. Sebaliknya, Ketua KPK, Firli Bahuri tidak hadir saat dimintai keterangan, sehingga dipanggil ulang untuk hadir di Polda Metro Jaya, Selasa, 24 Oktober 2023.
Dugaan pemerasan pimpinan KPK terhadap Syahrul, menguat dengan tidak hadirnya pimpinan KPK pada jumpa pers penahanan tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Stadion Mandala Krida, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Gedung KPK, Jumat 20 Oktober. Di acara itu tidak ada pimpinan KPK yang hadir. Kecuali Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur.
Di situ Asep didampingi Jubir KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati. Formasi jumpa pers ini jarang terjadi setiap KPK menggelar jumpa pers.
Formasi rutin biasanya, jumpa pers selalu dihadiri para pimpinan KPK, juga Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, hingga Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur.
Tapi, ketidakhadiran para pimpinan KPK di jumpa pers itu bukan bukti hukum bahwa pimpinan KPK memeras Syahrul. Itu cuma tidak sesuai formasi biasanya. Sebab, bisa saja para pimpinan KPK masih ogah ditanya wartawan soal dugaan pemerasan terhadap Syahrul.
Penyidikan perkara ini (peras-memeras) sangat ditunggu masyarakat. Seandainya kelak pimpinan KPK terbukti memeras para pemeras, sangat parah kondisi negeri ini.
(*) Penulis adalah wartawan senior
Advertisement