Dugaan Kejahatan Perang Ukraina, ICC Kumpulkan Bukti-bukti
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan sedang mengumpulkan bukti kemungkinan kejahatan perang yang dilakukan di Ukraina.
Laman dw.com melansir, Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim A.A. Khan QC mengumumkan dia sedang membuka penyelidikanatas kejahatan perang yang terjadi terhadap penduduk sipil di Ukraina.
Dalam sebuah pernyataan, Khan menulis, “Saya telah memberi tahu Kepresidenan ICC beberapa saat yang lalu tentang keputusan saya untuk segera melanjutkan penyelidikan aktif dalam situasi tersebut. Pekerjaan kami dalam pengumpulan bukti sekarang telah dimulai.”
Tiga puluh sembilan penandatangan yurisdiksi pengadilan, termasuk Jerman, merujuk situasi di Ukraina ke ICC, mempercepat jalannya tindakan. Rusia bukan penandatangan Statuta Roma, perjanjian yang membentuk ICC
Warga Sipil Korban-korban Perang Ukraina
Kondisi terakhir, misi pemantauan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) di Ukraina mengatakan telah mencatat 752 kematian di antara warga sipil Ukraina sejak konflik dimulai pada pukul 4 pagi waktu setempat pada 24 Februari. Sementara itu 525 orang lainnya dilaporkan terluka dalam serangan itu.
Dalam sebuah pernyataan, misi pemantau mencatat, “Ini lebih dari jumlah total korban sipil yang dicatat oleh OHCHR di zona konflik Ukraina timur pada 2018-2021, ketika 136 orang tewas.”
“Sebagian besar korban ini disebabkan oleh penggunaan senjata peledak dengan area dampak yang luas, termasuk penembakan dari artileri berat dan sistem roket multi-peluncuran, serta serangan udara,” kata badan PBB itu.
Resolusi DK PBB
Pernyataan itu menambahkan bahwa PBB percaya bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi, terutama di wilayah yang dikendalikan Pemerintah, dan terutama dalam beberapa hari terakhir, karena penerimaan informasi yang tertunda dari beberapa lokasi di mana permusuhan intensif telah terjadi dan banyak laporan masih tertunda konfirmasinya.
Majelis Umum Persatuan Bangsa-bangsa, Rabu 2 Maret 2022, siap menegur Rusia atas invasinya ke Ukraina. Majelis Umum PBB juga akan menuntut Moskow untuk berhenti berperang dan menarik pasukan militernya dari Ukraina. Teguran ini merupakan langkah yang bertujuan untuk mengisolasi Rusia dari badan dunia tersebut secara diplomatis.
Pada Selasa malam, hampir setengah dari 193 anggota Majelis Umum menandatangani rancangan resolusi jelang pemungutan suara pada Rabu. Teks tersebut berbunyi ‘menyesalkan agresi Rusia terhadap Ukraina.’
Draf tersebut mirip dengan rancangan resolusi yang Rusia veto di Dewan Keamanan Jumat lalu. Tidak ada negara yang memiliki hak veto di Majelis Umum dan diplomat Barat mengharapkan pengadopsian resolusi tersebut.
“Perang Rusia menandai kenyataan baru. Ini mengharuskan kita, masing-masing, untuk mengambil keputusan tegas, bertanggungjawab serta memihak,” kata Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock kepada Majelis Umum PBB, Selasa.
Sebagai informasi, resolusi Majelis Umum PBB bersifat tidak mengikat namun membawa bobot politik kepada negara yang bersangkutan.
Selain itu, draf resolusi tersebut menuntut Federasi Rusia segera, sepenuhnya dan tanpa syarat menarik semua pasukan militernya dari wilayah Ukraina yang diakui secara internasional.
Rusia berharap lusinan negara anggota Dewan Keamanan PBB abstain dari pemungutan suara atau tidak terlibat sama sekali. Dalam dua pemungutan suara oleh Dewan Keamanan PBB tentang krisis Ukraina dalam sepekan terakhir, Cina, India, Uni Emirat Arab memilih untuk abstain.
“Kita harus meninggalkan ruang untuk jalur diplomatik,” kata Duta Besar UEA untuk PBB, Lana Nusseibeh.
“Saluran harus tetap terbuka dan negara-negara yang abstain memiliki saluran tersebut dengan Presiden (Vladimir) Putin dan akan menggunakannya untuk membantu dan mendukung dengan cara apa pun yang kami bisa,” kata Nusseibeh.