Duel Profesor Pertahankan Nama Baik
Oleh: Djono W. Oesman
Duel profesor ini bukan debat ilmu. Prof Yusuf Leonard Henuk mempolisikan Prof Musni Umar, tuduhan profesor palsu. Prof Musni laporkan Prof Yusuf mencemarkan nama baik. Polisi minta petunjuk Kemendikbud.
-------------
"Ya, kami akan koordinasi dengan Kemendikbud Ristek. Untuk memastikan, pemberian gelar dari mana itu?" kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes E. Zulpan kepada pers di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Minggu 3 April 2022.
Laporan polisi dua prof itu sudah masuk. Laporan Yusuf pada Senin, 24 Januari 2022. Laporan Musni, Sabtu, 2 April 2022. Jeda sembilan pekan.
"Laporan ini pasti kami tindak lanjut," kata Zulpan, belum memastikan tanggal.
Perkelahian hukum antar dua guru besar begini, sangat jarang. Kebanyakan, tawuran antar mahasiswa. Setidaknya, duel antar dosen-lah. Tapi, simaklah kronologi berikut:
Awalnya, Yusuf melaporkan Musni ke Bareskrim Polri. Lantas, diarahkan polisi ke Polda Metro Jaya. Akhirnya laporan masuk Polda Metro Jaya.
Dilanjut, membuat surat elektronik. Isinya, kata Musni, begini:
"Selamatkan generasi muda Indonesia dari tipu muslihat Musni Umar, dari pemakaian gelar profesor gadungan di UIC (Universitas Ibnu Chaldun) yang merugikan semua alumni UIC, yang memiliki ijazah palsu karena Rektor UIC bergelar prof palsu, memiliki jabatan fungsional."
Dilanjut: "Surat terbuka YLH (Yusuf Leonard Henuk) lewat Twitter, ditujukan ke berbagai pihak, termasuk Pak Presiden RI, Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta, Anies."
Dilanjut: "Disebutkan, jabatan saya rektor, gelar profesor gadungan, pekerjaan menjilat Anies. Ini juga sangat menyedihkan bagi saya. Karena sepatutnya, ilmuwan itu saling menghormati. Apalagi saya Rektor UIC, universitas Islam tertua di Indonesia. Sepatutnya dihormati, karena marwah dan martabat harus dijaga."
Sebaliknya, Yusuf membenarkan: "Benar. Saya laporkan polisi," ujar Yusuf.
Prof Yusuf, berdasarkan LinkedIn, guru besar di Departemen Ilmu Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ia meraih gelar sarjana strata satu (S1) dari Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, 1980-1984. Selanjutnya, memperoleh gelar Master in Rural Science (M.Rur.Sc.) dari University of New England, 1991 1995. Lanjut ke program Doctor of Philosophy (Ph.D) dari University of Queensland, Amerika, 1998-2001.
Yusuf menduga, gelar profesor Musni, palsu. Karena Musni dinilai tidak punya jurnal internasional.
Yusuf: "Gelar profesor yang dia klaim, tidak diakui. Gelar profesor itu harus ditandatangani Mendikbud. Seperti gelar saya (profesor) ditandatangani Mendikbud. Dia juga tidak punya jurnal internasional. Cari saja, tidak ada."
Dilanjut: "Itu contoh buruk bagi dunia pendidikan." Makanya, dipolisikan.
Musni tidak terima. Ia merinci latar belakang pendidikan. Kelahiran Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Ia mendapat gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan, Universitas Islam Jakarta (UIJ).
Lanjut ke S2 raih gelar Master of Sciense (M.Si) dari Fakultas Sosiologi Politik, Universitas Indonesia.
Lanjut ke S3 di Universitas Kebangsaan, Malaysia. Dibimbing Prof Dr Kamaruddin M. Said. Meraih gelar doktor di situ.
Ia dianugerahi gelar profesor dari Asia University, Malaysia. Ia mengakui, gelar profesornya tidak tercatat di Keputusan Presiden RI, juga tidak di Kemendikbud Ristek.
Musni: "Mengapa saya dapat gelar profesor? Pertama di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kami bersama Pak Try Sutrisno, Quraisy Shihab, dll, diberi SK Malaysia untuk menjalin hubungan negara serumpun. Di situ banyak profesor yang mengenal saya, karena sering melalukan seminar-seminar. Dan ada yang mengusulkan saya untuk diberi gelar profesor di AEU (Asia e-University) Malaysia."
Dilanjut: "Tapi bukan berarti itu gadungan. Sama sekali tidak ada unsur penipuan, tidak ada yang dirugikan. Bahkan sejak saya pimpin, UIC berkembang luar biasa. Tadinya dari 300 mahasiswa, sekarang tercatat dan aktif 2.751."
Maka, ia didampingi pengacara, M Husein Marasabessy, melaporkan Yusuf ke Polda Metro Jaya. Dengan tuduhan berlapis.
Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik dan fitnah.
Apa tanggapan Yusuf? Ternyata, ia tak gentar. Ia membalas enteng.
Yusuf: "Itu terlalu kecil. Apalagi Pasal 27, tidak ada persoalan. Asal jangan Pasal 28. Kalau memang pembuktian saya benar, berarti saya bukan mencemarkan nama baik. Pasal 27, kalau ikut restorasi justice, kan bisa mediasi. Kalau saya salah, saya minta maaf."
Siapa yang benar? Apa sih gelar profesor?
Profesor dari bahasa Latin. Bermakna "seseorang yang dikenal oleh publik berprofesi sebagai pakar".
Di Indonesia, gelar profesor merupakan jabatan fungsional, bukan gelar akademis.
Berdasar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 1 Butir 3, menyebutkan:
"Bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Sebelumnya (sebelum UU nomor 14 tahun 2005) dosen dengan gelar akademis magister (S2), bahkan sarjana strata satu (S1) bisa menjadi guru besar/profesor."
Lalu, "Sejak tahun 2007 hanya mereka yang memiliki gelar akademik doktor saja yang bisa mendapat gelar profesor. Karena hanya profesor inilah yang berwenang membimbing calon doktor."
Di UU tersebut, tugas profesor ada empat:
1) Memberi kuliah dan memimpin seminar dalam bidang ilmu yang mereka kuasai. Baik bidang ilmu murni, sastra, ataupun bidang-bidang yang diterapkan langsung seperti seni rancang (desain), musik, pengobatan, hukum, atau bisnis.
2) Melakukan penelitian dalam bidang ilmunya;
3) Pengabdian pada masyarakat, termasuk konsultatif (baik dalam bidang pemerintahan ataupun bidang-bidang lainnya secara non-profit);
4) Melatih para akademisi muda/mahasiswa agar mampu membantu menjadi asisten atau bahkan menggantikannya kelak.
Syarat mendapatkan gelar profesor, berdasar Permenpan 46 tahun 2013 (pasal 26 ayat 3) adalah:
1) Ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat;
2) Paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3);
3) Karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi; dan
4) Memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
5) Dosen yang berprestasi luar biasa dan memenuhi persyaratan lainnya dapat diangkat ke jenjang jabatan akademis dua tingkat lebih tinggi atau loncat jabatan.
6) Dikecualikan paling singkat 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf c angka 2: Apabila dosen yang bersangkutan memiliki tambahan karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi setelah memperoleh gelar Doktor (S3) dan memenuhi persyaratan lainnya.
Jabatan profesor hanya berlaku ketika orang yang bersangkutan mengajar di lingkungan akademik. Jika sudah mengundurkan diri (atau diberhentikan) dari kampus, maka tidak berhak lagi menyandang jabatan profesor.
Jika seorang profesor sudah pensiun, maka jabatan profesornya juga otomatis hilang.
Syarat tersebut diikuti syarat: Setelah dosen melalui tahap pencapaian angka kredit yang sudah ditentukan sesuai nilai kumulatif yang diperoleh secara berjenjang dari jabatan fungsional akademik Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor/guru besar (nilai kumulatif minimal 850).
Dosen yang bersangkutan (yang akan jadi profesor) wajib melaksanakan tridarma perguruan tinggi. Salah satunya bidang penelitian dan membuat publikasi. Terutama publikasi internasional bereputasi dan berdampak dari hasil-hasil penelitiannya.
Jumlah profesor di Indonesia, berdasarkan laporan Statistik Pendidikan Tinggi, 2019, tercatat 6.243 profesor atau guru besar. Itu naik 4,7% dari tahun sebelumnya yang 5.961 profesor.
Proporsi profesor sebesar 2% dari total dosen di Indonesia yang sebanyak 308.607 orang.
Jumlah itu sekaligus menjadi yang terkecil dibandingkan dosen dengan jabatan fungsional lainnya.
Lalu, bagaimana dengan status gelar profesor Musni? Kini masih diproses di Polda Metro Jaya. "Pekan ini para profesor kami panggil untuk dimintai keterangan," kata Kombes Zulpan.
Berarti, bakal ada yang menang dan kalah. Taruhan reputasi. Dan kelanjutan profesi.