Dua Tarikan Saling Berseberangan, Tantangan Kementerian Agama
Saya berbahagia Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas bin KH Cholil Bisri diangkat sebagai menteri agama. Ia memberitahu saya kemarin sebelum menghadap Presiden Joko Widodo. Saya langsung merespons, saya akan bantu semaksimal mungkin.
Keputusan Presiden itu adalah pilihan tepat. Seperti bapaknya, Yaqut bersikap tegas dan terus terang (jujur) serta mempunyai latar belakang pendidikan umum dan agama yang baik.
Tugasnya sangat berat khususnya meneruskan pembangunan toleransi beragama yang mulai diletakkan pertama oleh Kiai Wahid Hasyim (almaghfurlah), menteri agama tahun 1950 / 1951.
Dasar toleransi adalah Pancasila/Bhineka Tunggal Ika. Menurut Kiai Wahid Hasyim upaya untuk menegakkan toleransi di Indonesia akan senantiasa menghadapi tarikan dari dua kubu yang berseberangan.
Kubu Pertama: Mereka yang ketika itu menolak pembentukan kementerian agama yaitu kaum sekularisme (liberalisme dan komunisme). Mereka ingin toleransi yang bersumber pada peradaban Barat.
Kubu Kedua: Mereka yang bereforia merasa sebagai kemenangan umat Islam sehingga berpandangan kementerian agama seolah milik umat Islam semata. Gampangnya mereka disebut fundamentalisme yang melihat toleransi dari aspek yang sempit.
Pandangan Kiai Wahid Hasyim itu relevan dengan situasi yang dihadapi Indonesia saat ini yang berada dalam pergulatan peradaban (صرع الحضارة) antara peradaban Barat yang ingin mendominasi atas peradaban Timur khususnya Islam. Pesan itu diucapkan oleh beliau pada hari lahir (harlah) Kementerian Agama tahun 1951.
Selamat Berjuang. Lanjutkan perjuangan Kiai Wahid Hasyim, Bismillah!.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politi, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015. Tinggal di Jakarta.
Advertisement