Dua RS Menolaknya, Akhirnya Warga Menur Ini Meninggal Dunia
Innalillahi wa innalillahi rojiun. Semoga Slamet Budi Santoso, warga Menur, Surabaya, mendapat tempat indah di sisiNya. Dia adalah pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19, yang sudah berusaha untuk mendapatkan kesembuhan.
Tetapi karena usahanya itu menemui jalan buntu, Kamis kemarin pukul 12.15 laki-laki berusia 55 tahun ini akhirnya meninggal dunia di RS Dr Soetomo. Sesak nafasnya yang beberapa hari terakhir diderita, akhirnya berhenti juga saat Surabaya diguyur hujan.
Sebelumnya karyawan perusahaan ekspedisi itu sempat ditolak oleh dua rumah sakit di Surabaya, yaitu Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) dan RS Haji Surabaya.
Berita duka ini seakan melengkapi kesedihan keluarga yang ditinggalkan, terutama istri dan dua putra serta empat cucunya. Meskipun pihak rumah sakit belum menetapkan almarhum positif Covid-19, tetapi pihak keluarga dan para tetangga yakin Slamet Budi Santoso meninggal dunia akibat corona. Asumsi itu berdasarkan pada tanda tanda pada diri almarhum selama sakit, yakni demam, batuk dan sesak nafas.
Tetapi karena tetangga yakin almarhum mengidap covid, dampaknya beberapa warga keberatan kalau jenazahnya dimakamkan di pemakaman kampung Menur.
Agung, 31, putra sulung almarhum mencoba menjelaskan kepada warga bila ayahnya masih berstatus PDP. Itupun atas dasar gejala sakit yang diderita, bukan hasil tes medis. Karena itu Agung berharap ayahnya bisa dimakamkan di pemakaman kampung.
Tetapi perundingan yang dilakukan Kamis 28 Mei 2020 hingga malam menemui jalan buntu. Warga tetap menolak jenazah Slamet Budi Santoso dimakamkan di makam warga. Bukan saja ditolak dimakamkan di pemakaman kampung, bahkan jenazah almarhum pun oleh warga diminta untuk tidak dibawa ke ke rumah duka. Menyedihkan.
Untuk menghindari perdebatan lebih runcing, akhirnya pihak keluarga mengalah, dan menyerah. Sekaligus mengikuti saran dokter RS Dr Soetomo, jenazah almarhum akhirnya dimakamkan di TPU Keputih, Surabaya Timur, Kamis tengah malam pukul 23.15 WIB. Dengan protokol pemakaman penderita covid tentu saja.
Prosesi pemakaman hanya disaksikan istrinya, Sunarti, kedua putranya Agung dan Brian serta seorang teman putranya. Sedang pemakaman dilakukan petugas dari Rumah Sakit Dr Soetomo. Prosesi pemakaman berakhir sekitar pkul.00.15, di tengah gelapnya pekaman, dan rintik hujan.
Istri dan anak-anak almarhum sedih bukan saja karena kehilangan orang yang mereka cintai, tetapi juga karena proses pemakaman yang menyayat hati. Saat sakit dijauhi tetangga, apalagi saat meninggal.
"Apa salah suami saya, sampai memperoleh perlakuan seperti ini. Ditolak di rumah sakit sampai akhirnya meninggal. Waktu akan dimakamkan pun dipersulit. " kata Sunarti kepada Ngopibareng.id yang menghubunginya Jumat 29 Mei 2020.
Sambil terisak Sunarti menceritakan kronologi sakit suaminya, yang prosesnya dianggap demikian cepatnya. Bermula sembilan hari lalu, ceritanya, suaminya menderita demam. Dia menganggap demam biasa. Karena itu ia hanya memberi obat penurun demam yang dibelinya di warung dekat rumah.
Beberapa hari masih demam, sudara almarhum menganjurkan agar dibawa ke rumah sakit. Tapi Slamet Budi Santoso menolak, dan memilih tetap di rumah saja. Alasannya, dia takut kalau dinyatakan sebagai penderita corona.
"Kemudian muncul gejala baru, selain badannya panas, juga nafasnya sesak. Hari Rabu 27 Mei siang . akhirnya saya membawanya ke dokter Wiyoto yang praktek di Jalan Manyar, tak jauh dari rumah," kata Sunarto.
Setelah diperiksa, oleh dokter Wiyoto diberi surat pengatar untuk ke RSUA. Dalam surat pengantar itu disebutkan kalau pasien Slamet Budi Santoso terindikasi Covid-19 dengan tanda tanda primer demam dan sesak nafas.
"Maka saya segera menuju ke RSUA. Tapi di RSUA suami saya ditolak masuk IRD. Petugas IRD mengatakan RSUA sudah penuh pasien covid, jadi untuk sementara waktu tidak menerima pasien baru. Oleh petugas kemudian disarankan dibawa ke RS Haji Surabaya. Waktu itu kondisi suami saya semakin lemah, nafasnya tersengal sengal," kata Sunarti sambil sesenggukan.
Berharap suaminya bisa segera mendapat pertolongan, Sunarti segera membawa Slamet Budi Santoso ke RS Haji yang jarak dari rumahnya di Menur sebenarnya juga tidak terlalu jauh. Sementara itu, kondisi suaminya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Karenanya dia berharap segera sampai di rumah sakit, dan suaminya dapat segera ditolong.
Tapi harapannya itu sirna. Sekujur badan Sunarti terasa lemas. "Badan saya seperti limbung, ketika sampai di Rumah Sakit Haji, suami saya juga ditolak masuk dengan alasan yang sama, yaitu sudah tidak ada tempat," kata Sunarti.
Oleh petugas IRD RS Haji, Sunarti disarankan agar suaminya dibawa ke rumah sakit rujukan yang lebih dekat, yaitu RS Islam Jemur Sari atau RS Dr Soetomo. Akhirnya diputuskan membawa Slamet Budi Santoso ke ke RS Dr Soetomo, dengan pertimbangan jaraknya lebih dekat dibanding ke RS Islam Jemur Sari. Waktu terus berjalan, menjelang malam.
Tetap ditemani sulungnya, Brian, 26 tahun, Sunarti yang makin panik melihat kondisi suaminya, segera meluncur ke RS Dr.Soetomo. Tiba di IRD, awalnya hati Sunarti sedikit lega karena langsung diambil tindakan.
"Saya berdoa bapaknya anak anak jangan sampai terkena virus corona, meskipun mengalami deman dan gangguan pernafasan," katanya.
Slamet Budi Santoso kemudian dimasukkan ke ruang isolasi darurat. Tapi upaya terakhir ini ternyata hanya berlangsung semalam. Keesokan harinya, siang hari, Slamet Budi Santoso dinyatakan meninggal dunia.
Sekarang, Sunarti beserta anak dan cucunya harus tetap tinggal di rumah, sedikitnya selama 14 hari. Tidak boleh dikunjungi atau menerima tamu dari keluarga terdekat sekalipun."Sekarang saya harus menjalani karantina mandiri. Sambil berusaha menghilangkan kesedihan yang makin bertambah, makin bertambah," katanya.
"Yang saya sesalkan, bukan karena suami saya meninggal. Karena hal itu sudah menjadi ketetapan Allah. Siapapun akan menghadapi kematian meskipun tak pernah diminta," kata Sunarti. "Yang membuat saya sedih mengapa setelah kematiannya, jenazah korban virus corona seperti suami saya diperlakukan sehina itu," kata Sunarti, Jumat siang. (asmanu sudharso)
Advertisement