Dua Pesawat Militer Rusia Angkut Serdadu Mendarat di Venezuela
Kedua pesawat tersebut, sebagaimana diberitakan kantor berita Rusia, Sputnik, dikirim ke Venezuela guna "memenuhi kontrak teknis militer". Javier Mayorca, seorang wartawan Venezuela seperti dikutip dari BBC, menulis melalui Twitter bahwa dirinya melihat sekitar 100 serdadu dan 35 ton perlengkapan keluar dari kedua pesawat Rusia itu.
Laporan kedatangan dua pesawat tersebut mengemuka tiga bulan setelah Rusia dan Venezuela menggelar latihan militer gabungan.
Rusia telah lama menjadi sekutu Venezuela, yang diwujudkan dengan meminjamkan uang miliaran dollar AS serta menyokong industri minyak dan militer negara Amerika Selatan itu.
Rusia juga secara eksplisit menentang aksi Amerika Serikat dalam menerapkan rangkaian sanksi terhadap pemerintah Venezuela yang dipimpin Presiden Nicolás Maduro.
Pada Senin 25 Maret, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, berbicara dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov, melalui telepon guna mendesak Moskow "menghentikan perilaku tidak membangun" di Venezuela.
"Menlu mengatakan kepada Menlu Rusia, Lavrov, bahwa Amerika Serikat dan negara-negara kawasan tidak akan berpangku tangan selagi Rusia menambah ketegangan di Venezuela," sebut keterangan resmi Deplu AS.
Apa yang dibawa dua pesawat Rusia?
Cuitan Javier Mayorca, seorang wartawan Venezuela, menyebut pesawat kargo Antonov-124 milik Angkatan Udara Rusia dan sebuah pesawat jet berukuran lebih kecil mendarat dekat Caracas pada Sabtu 23 Maret.
Menurutnya, Jenderal Rusia, Vasily Tonkoshkurov, memimpin pasukan saat mereka keluar dari pesawat.
Sebuah pesawat militer berbendera Rusia tampak di area parkir pesawat di bandara pada Minggu 24 Maret. Foto-foto pada media sosial juga menunjukkan sejumlah serdadu Rusia berkumpil di bandara.
Hubungan antara Moskow dan Caracas menguat selama beberapa bulan terakhir, justru ketika relasi antara AS dan Venezuela memburuk.
Pada Desember lalu, Rusia mengirim dua pesawat tempur ke Venezuela sebagai bagian dari latihan militer. Bertepatan dengan kedatangan pesawat Rusia, Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, menuduh Amerika Serikat sedang berencana membunuhnya dan menggulingkan pemerintahannya.
Maduro juga menuding pemimpin oposisi, Juan Guaidó—yang mendeklarasikan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela pada Januari 2019—berupaya menggalang upaya kudeta dengan bantuan "imperialis AS".
Pihak Kremlin menebalkan tuduhan Maduro dengan menyebut Guaido berusaha "melakukan upaya ilegal untuk merebut kekuasaan" dengan sokongan AS. Ditambahkan oleh Kremlin, Rusia akan menempuh "semua cara yang diperlukan" untuk mendukung Maduro.
Apa latar belakangnya?
Maduro memenangi pemilihan presiden pada April 2013 sepeninggal mentornya, mendiang Presiden Hugo Chávez. Pada Mei 2018, Maduro terpilih untuk masa jabatan kedua dalam pemilihan yang dinilai cacat oleh sejumlah pengamat internasional.
Di tengah polemik soal politik, Venezuela dilanda keruntuhan ekonomi mengingat inflasi tahun lalu mencapai 800.000%. Karena situasi ini, tiga juta warga Venezuela telah meninggalkan negara mereka. Guaido menuding Presiden Maduro tidak becus menjabat presiden. Guaido kemudian menyatakan dirinya sebagai presiden sementaradan mendapat sokongan dari dalam negeri serta sejumlah negara, termasuk AS dan negara-negara Eropa.
Akan tetapi, pemerintahan Maduro terus mendapat sokongan Rusia, yang memperluas kerja sama di bidang persenjataan dan pinjaman.
Advertisement