Dua Pesan Penting, Kasus Penyelewengan Dana ACT
Terbongkarnya kasus penyimpangan dana ACT (Aksi Cepat Tanggap) sebagai lembaga nirlaba yang melakukan penyelewengan, menjadi sorotan publik. Agaknya, ACT sedang dilanda prahara manajemen.
Majalah Tempo kali ini, menyampaikan laporan utama yang cukup mengejutkan banyak pihak. Disebutkan, dana patungan dari umat (katanya) untuk kemanusiaan, di tangan manajemen pengelola ditemukan indikasi penyimpangan. Yang paling terasa menyentak persoalan gaji yang jadi bahan rebutan petingginya.
Hasil laporan penelusuran Tempo : Ibnu Khajar (Presiden ACT saat ini) mendapat gaji Rp 250 juta/bulan. Petinggi lainnya sekelas Senior vice president bergaji Rp 150 juta/bulan. Tempo menyebutkan, didapat dari "bocoran" internal ACT sudah dipastikan dibantah Ibnu Khajar dkk. Kalau sudah keluar di media, bantahan menjadi tidak penting lagi.
Hasil wawancara Tempo dengan Ahyudin (mantan Presiden ACT, yang dulu pernah bermain api dengan Bukalapak terkait sumbangan yang mengalir ke ISIS) menyebutkan : "Gaji di ACT tinggi. Saya pasang tinggi gajinya. Saya paksa kerja habis-habisan supaya ACT bisa mempersembahkan program yang baik. Tapi 25 persen gaji saya kembalikan ke lembaga sebagai wakaf".
Umat Islam dan publik secara luas bisa mencium aroma ketidakharmonisan di antara para petingginya. Apapun alasannya gaji ratusan juta untuk petinggi di sebuah lembaga donasi, itu berasa menyakitkan. Mereka yang numpang hidup dari sumbangan umat, tidak seharusnya demikian bukan?
Ini sebenarnya Lembaga Donasi atau Partai Politik sih? Lembaga Filantropi atau Holding?
Dana hasil menyisihkan sedikit demi sedikit rejeki umat, diembat juga. Ratusan spanduk, iklan, selebaran bernuansa dramatis disebar demi mengetuk pintu nurani umat, ternyata dipermainkan petingginya. Kita jadi salah satu penyumbang yang sudah ikhlas sejak dalam fikiran, sebagian kita juga berstatus penerima sumbangan dana dengan berbagai syarat dan alasan.
Bagi yang pernah membaca laporan keuangan ACT bahwa ada puluhan milyar dana disalurkan ke fakir miskin, korban bencana alam, perang, kekeringan, kelaparan silahkan analisa logikanya, bahwa sebenernya jumlahnya bukan puluhan tetapi ratusan milyar?
Sebagian mengalir ke kantong kantong pengurus dan tingginya biaya operasional. Penerima sumbangan mustahil protes karena "baik hatinya" lembaga donasi. Bagi para pemberi sumbangan tetap diam mengatasnamakan keihklasan. Pamali mempertanyakan sesuatu yang sudah ikhlas diberikan, khawatir mengurangi janji pahala?
Dalam menyikapi kasus ACT, berikut dua pesan penting disampaikan Prof Mas'ud Said, Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatl Ulama (ISNU) Jawa Timur, dan Islah Bahrawi, seorang intelektual Muslim yang gencar sekali mempromosikan Islam moderat di media sosial.
Dua Pesan Penting, Hikmah Kasus ACT
Prof Mas'ud Said, Ketua ISNU Jawa Timur
Kasus ACT adalah pelajaran besar bagi kita,
1. Betapa teman teman sebelah scr besar2an, semaunya mengumpulkan dana dg kekuatan media dan juga kekuatan tim yang besar terdiri dari orang orang dg gaji besar dan peruntukan yg luar biasa luas.
2. Betapa integritas pribadi pengelola, sistem tatakelola yg benar, kesabaran dan kesediaan untuk bekerja ikhlas, serta tak mengambil sesuatu selain haknya merupakan poin paling penting. Kalau perlu kita adalah donatur juga.
3. Betapa mudahnya ummat diseret, dipangaruhi branding baik, tapi tertipu oleh merek orang orang yg memafaatkan isu agama untuk kepentingan pribadi dan golongan. Padahal banyak kepalsuan.
4. Kita yang lagi bekerja dlm dana sosial seperti LAZISNU menjadi harus super hati hati, harus mawas diri. Pengawasan internal dan internal seperti audit eksternal harus kuat dan rutin. Mohon dukungan.
5. Kita masih bersyukur bahwa lembaga lembaga dana sosial seperti Lembaga Amil Zakat Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) masih sangat baik reputasi orang2nya dan penerapan kehati hatiannya, integritasnya, peruntukannyapun sesuai syariah. Kita mungkin hanya kalah promosi ke luar.
6. Semua ini bisa terjadi kepada siapa saja, dimana saja, lembaga apapun sehingga sikap saling dukung, saling mengingatkan dan saling bantu adalah akhlak jamiyah yg harus kita kembangkan.
Salam hormat.
Islah Bahrawi, Intelektual Muslim
Sejak lama nama agama dan Tuhan jadi alat hipnotis untuk menipu satu sama lain. Baik untuk kepentingan ekonomi maupun politik. Para pelaku penipuan seringkali memanfaatkan ajaran agama yang menganjurkan "banyak berbagi dalam kesamaan iman" dengan imbalan pahala di akhirat. Inilah "bisnis" perputaran uang bersifat fisik, dengan konsekwensi "rewards and punishment" bersifat metafisik. Situasi ini juga yang membuat kejahatan donasi atas nama agama seringkali berujung ikhlas dari para korbannya. Karenanya, "jualan agama dan tuhan" adalah industri yang akan terus hidup dan paling minim risiko.
ACT - jika benar seperti yang ditulis Tempo - adalah kejahatan kesekian dari pemanfaatan nama Tuhan dan kemanusiaan untuk kepentingan pribadi. Bukan hanya dalam Islam, di hampir semua agama modus serupa seringkali terjadi. Ada gambar air mata yang dijual atas nama kesamaan iman demi menggugah lembar demi lembar uang untuk diceburkan ke dalam "kotak amal". Atas nama keimanan, peleburan dosa dan kebahagiaan akhirat, umat tentu saja tidak akan banyak bertanya karena mereka yakin bahwa Tuhan memiliki "kalkulatornya" sendiri.
Tapi ternyata ACT juga punya kalkulator sendiri. Gaji ratusan juta dan fasilitas mewah konon digelontorkan untuk para pemimpinnya. Air mata di sana, dipamerkan di setiap jalan untuk kemewahan di sini. Semuanya dipersatukan dalam baliho tragis nan dramatik dengan bumbu Palestina, Syuriah dan bencana alam lainnya. Intimidasi "neraka" bagi yang tidak mau berbagi, ternyata menjadi "surga" bagi pimpinan ACT.
Bukan hanya ACT, banyak pendakwah menakut-nakuti umat dengan dosa dan neraka, sembari mengais pundi untuk membeli Supercar dan Harley. Benar kata ekonom Edward Trunfio, "Agama adalah mesin uang yang paling menggiurkan; kerugiannya dicatat oleh malaikat, labanya tercatat di buku tabungan".
Saya mungkin termasuk orang yang sulit percaya dengan "jubah-jubah" agama. Karena menurut saya, manusia tetaplah manusia, dengan segala ketidaksempurnaan dan ambisinya. Bersyukurlah kita yang dituduh "kafir atau liberal", berarti kita tidak punya potongan untuk menipu umat dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan.
#lawanpolitisasiagama
#2024tanpapolitisasiagama
Advertisement