Dua Pelawak Asal Jawa Timur Ditahan di Hongkong
Dua pelawak Indonesia asal Jawa Timur, Cak Percil dan Cak Yudho, ditangkap petugas Imigrasi dan Polisi Hong Kong, saat akan menghibur komunitas WNI pada acara Guyon Maton, di daerah Tsim Sha Tsui, Hong Kong.
Keduanya ditangkap, Minggu, 4 Februari 2018 lalu, karena dituding melanggar UU Imigrasi Hong Kong dengan tampil melawak di sebuah acara dan menerima bayaran dengan hanya berbekal visa turis.
Petugas Imigrasi dan polisi Hong Kong langsung menurunkan spanduk acara dan menyitanya sebagai bukti, dan membawa dua pelawak dan juga seorang WNI yang menjadi ketua panitia acara itu untuk diinterogasi.
Kepanikan sempat terjadi, hingga petugas Imigrasi dan polisi sempat menenangkan semua WNI yang datang di acara itu dan meminta mereka tidak meninggalkan tempat acara sampai akhirnya dua pelawak dan ketua panitia acara dibawa ke kantor Imigrasi untuk diinterogasi.
Setelah diinterogasi, Imigrasi akhirnya melepas ketua panitia acara yang adalah seorang TKI di Hong Kong itu dengan ketentuan wajib lapor satu bulan ke depan.
Namun Cak Percil dan Cak Yudho langsung masuk tahanan dan kasus mereka dinaikkan ke pengadilan. Selasa, 6 Februari 2018, keduanya menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Shatin, Hong Kong.
“Pihak Imigrasi Hong Kong secara nyata telah menemukan bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi pelanggaran izin tinggal maupun penyalahgunaan visa turis,” kata Konsul Kejaksaan dari KJRI Hong Kong, Sri Kuncoro, kepada Valentina Djaslim, seorang wartawan Indonesia di Hong Kong.
Saat ini, Cak Percil dan Cak Yudho menjadi tahanan di penjara Imigrasi Hong Kong sambil menunggu jadwal sidang mereka selanjutnya pada awal Maret 2018 mendatang.
Selama masa tahanan hingga penentuan vonis nanti, dua pelawak ini akan terus didampingi tim hukum dari KJRI Hong Kong.
Sekedar informasi, UU Imigrasi Hong Kong melarang semua orang yang datang ke kota itu dengan visa turis untuk menjadi pembicara, penghibur, atau hadir di sebuah acara dengan menerima bayaran.
Jika orang itu datang ke sebuah acara dengan menerima bayaran, maka dia harus mengajukan visa hiburan ke Imigrasi Hong Kong, dan bukan hanya masuk ke kota itu dengan berbekal visa turis.
Untuk mendapatkan visa hiburan ini, penampil yang bersangkutan harus memiliki organisasi sponsor atau penjamin yang berdomisili dan berizin resmi di Hong Kong, dan membayar biaya yang sama dengan biaya visa kerja.
Sementara visa turis tidak mengharuskan adanya sponsor dan diberikan secara cuma-cuma selama 30 hari untuk semua WNI yang bersangkutan akan masuk melalui gerbang imigrasi di bandara atau pelabuhan Hong Kong.
Pelanggar UU Imigrasi Hong Kong terancam denda maksimal HKD 50.000 (sekitar Rp87 juta) dan penjara paling lama dua tahun.
Kasus serupa sebelumnya juga menimpa Ustad Somad yang ditolak Imigrasi di Bandara Hong Kong untuk masuk dan bertausiah pada akhir Desember 2017 lalu.
Baik Ustad Somad maupun Cak Percil dan Cak Yudho, sama-sama masuk ke Hong Kong dengan menggunakan visa turis sekalipun bertujuan tampil di sebuah acara dengan mendapatkan bayaran. (frd)