Dua Hari Perjalanan Menemui Mikro Plastik
Terik panas matahari tak mereka hiraukan. Gerah semakin bertambah karena ada di antara mereka yang memakai life jacket atau pelampung. Empat perempuan ini yang menamakan dirinya sebagai Tim Brantas Seger Waras, sedang bersiap menyusuri kali.
Mereka adalah Aeshnina Azzahra (12), Sofi Azilan (19), Thara Bening (16) dan Daru Rini (42). Mereka akan menyusuri kali selama dua hari berturut-turut. Susur kali ini bukan untuk memancing atau semacamnya, tapi untuk mengetahui dari dekat kondisi Brantas.
Mereka tergerak untuk mengetahui kondisi Sungai Brantas setelah ada penelitian yang menyebut jika Indonesia termasuk negara yang terancam polusi mikro plastik dalam air. Isu mengenai sampah plastik dan mikro plastik memang sedang menjadi perhatian dunia.
Ini bermula pada Maret 2018 lalu Saat itu ada 12 media di dunia yang mempublikasikan secara serentak hasil penelitian dari State University of New York at Fredonia. Penelitian ini mengungkap adanya kandungan mikro plastik di dalam air kemasan.
Peneliti dari State University of New York at Fredonia menguji 259 botol air minum dari 11 merek yang dijual di delapan negara. Salah satunya dari Indonesia. Indonesia dijadikan salah satu obyek penelitian karena menjadi salah satu negara dengan pangsa besar air minum dalam kemasan. Para peneliti pun mengambil sampel 30 botol air mineral dalam kemasan botol plastik. Mereka membeli air mineral dari Jakarta, Bali dan Medan.
Hasilnya, 93 persen air mineral dalam kemasan botol plastik yang dijadikan sampel dalam penelitian tersebut, ternyata mengandung mikro plastik. Selain itu, setiap botol plastik air mineral yang menjadi sampel, rata-rata mengandung 382 mikroplastik per liter.
Isu sampah plastik semakin menjadi perhatian setelah National Geographic Indonesia pada Juni 2018, memberitakan soal temuan kantung plastik seberat 7,7 kilogram di perut paus laut yang terdampar di pesisir Thailand. Hewan laut itu mati setelah lima hari berjuang. Di saat mendekati ajalnya, hewan tersebut memuntahkan beberapa kantung plastik.
***
Dengan menggunakan perahu plastik, Tim Brantas Seger Waras memulai perjalanan dari hulu, tepatnya dari Pasinan, Wringinanom, Gresik pada 20 Oktober lalu. Hari itu, perjalanan berhenti di Bambe, Gresik.
Diceritakan Thara, dari Wringinanom ia masih dapat melihat bantaran sungai yang hijau akan tumbuh-tumbuhan di kanan kiri. Sayang, semakin perjalanan mendekati hilir, pemandangan tadi perlahan memudar digantikan pemandangan yang sebaliknya.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Daru. Memasuki wilayah Krikilan, Bambe, di sepanjang bantaran sungai mulai tampak dijadikan pemukiman dan sampah-sampah bertebaran. Padahal, bantaran sungai seharusnya menjadi menjadi lahan resapan air saat musim penghujan.
“Minimal 15 meter, maksimal 50 meter di tepi sungai itu, harusnya merupakan kawasan resapan. Fungsinya ketika musim penghujan dan air meluap, kawasan tersebut dapat menjadi penangkalnya," ujar Daru.
Resapan ini menjadi penting agar tidak terjadi banjir atau longsor yang membahayakan warga. Tapi kalau sudah terlanjur dijadikan pemukiman, lahan industri, rumah makan dan sebagainya. Jangan kaget kalau terjadi longsor dan banjir.
Selanjutnya, Minggu 21 Oktober 2018, empat perempuan ini melanjutkan misi penyusurannya dari Bambe ke Gunung Sari. Semakin ke sini, pemandangan sungai dan bantarannya semakin menyedihkan.
Pemukiman warga yang didirikan di sepanjang bantaran semakin rapat, anak-anak kecil nampak bermain, berenang di air yang keruh bercampur sampah. Selain itu, ditemukan juga puluhan timbunan sampah berupa bungkus snack (16%), popok (11%), sedotan (9%), tas kresek (8%), dan bungkus mie instan (6%). Kelimanya adalah yang mendominasi golongan sampah plastik.
Mereka menemukan juga sampah plastik lainnya berupa air minum dalam kemasan, kantong plastik es, makanan sachet, sampo sachet, bungkus detergen, pembalut dan popok. Sampah-sampah tersebut, turut menjadi penyumbang keberadaan mikro plastik.
Usai susur kali, mereka kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya kandungan mikro plastik dalam air. Hasilnya, ditemukan lebih dari 75 partikel mikro plastik dalam satu liternya. Bentuk yang ditemukan adalah serpihan atau bentuk fragmen ukuran 1 milimeter.
Sumber polutan mikro plastik, selain dari sampah domestik, beberapa pabrik yang didirikan di sepanjang aliran sungai Kali Brantas diindikasi sebagai penyumbang polutan. Direktur Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton), Prigi Arisandi, menyebut salah satunya adalah pabrik kertas yang berada di wilayah Warugunung.
“Di wilayah Warugunung ada buangan limbah dari pabrik kertas. Outlet pembuangan limbahnya ditemukan gumpalan-gumpalan kertas. Dalamnya juga ditemukan serpihan plastik,” ujar Prigi.
Temuan sumber pencemaran ini juga sejalan dengan hasil penelitian dari Andreas Agus. Dia adalah peneliti ekologi ikan Ecoton. September lalu dia pernah melakukan kegiatan bedah lambung pada beberapa ikan. Hasilnya, di dalamnya tak hanya ditemukan mikro plastik. Serpihan plastik sachet pun ada.
Dari temuan ini, harusnya mulai menyadarkan kita soal bahaya pencemaran mikro plastik. Kontaminasi mikro plastik dalam perairan Kali Surabaya sangat berbahaya. Apalagi air dari Kali Surabaya menjadi bahan baku dari PDAM Surabaya.
Padahal, apabila masuk ke dalam tubuh, maka mikro plastik akan tertahan di dalam organ tubuh dan sulit disekresikan. Ini akan mengganggu kerja organ tubuh seperti ginjal dan hati.
Parahnya lagi, mikroplastik ini dapat juga membawa logam berat dan juga beberapa mikro organisme yang merugikan tubuh manusia. Mikro organisme ini menempel pada mikro plastik. Logam berat dan mikro organisme patogen ini kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi tubuh. (tts)