Dua Hari Ikut Kegiatan Disbudpar Provinsi Jatim, Para Satrawan Cuma Dapat Honor Rp 100 Ribu
Terlalu, itulah yang dialami para satrawan Jawa Timur. Dua hari mengikuti kegiatan Training of Trainer (TOT) yang diadakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tanggal di hotel Utami Jl. Juanda Sidoarjo 20 dan 21 Februari lalu, ketika acara selesai, mereka cuma diberi uang saku sekaligus uang transportasi sebesar Rp 100 ribu.
Padahal sebagian besar dari mereka yang seluruhnya berjumlah 70 sastrawan, datang dari luar kota antara lain Pacitan, Madiun, Nganjuk, Ngawi, Sumenep, Jember, Banyuwangi dan daerah-daerah lain. Beberapa peserta segera saja mengungkapkan kekecewaan mereka di media sosial, termasuk Facebook.
Tjahyono Widarmanto, sastrawan dari Ngawi yang mengikuti kegiatan ini menilai kebijakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jatim ini menunjukkan perilaku yang tidak berbudaya, melecehkan profesi sastrawan, dan melakukan eksploitasi terhadap para sastrawan yang diundang.
Dihubungi Jumat 23 Februari siang, Tjahyono yang juga mengajar di SMA Negeri di Ngawi menjelaskan sebenarnya para peserta atas inisiatif panitia telah membuat grup Whatsapp, dan sudah mengeluhkan tentang uang saku yang mereka terima.
"Tetapi ternyata keluhan kami tidak ditanggapi oleh panitia, yang juga ikut dalam grup itu. Kami ini diundang sebagai penulis, meskipun diantara peserta ada juga yang menjadi PNS atau guru. Karena itu para peserta berharap nanti akan mendapatkan ganti uang transport, syukur-syukur juga dapat uang saku. Tetapi ternyata cuma dapat Rp 100 ribu. Kami para peserta berpendapat pasti ada yang tidak beres dengan seratus ribu itu,” katanya.
Sementara peserta lain, Muhammad Lefand dari Jember mengaku heran, kegiatan Dinas Provinsi kok memberi uang saku cuma segitu, Rp 100 ribu. “Saya itu sering ikut kegiatan seperti ini baik tingkat kabupaten maupun nasional. Di tingkat kabupaten saja saya mendapat uang transport dan uang saku Rp 100 ribu per hari. Lha ini di tingkat provinsi kok malah dapat segitu. Saya tidak melihat berapa angka yang tercantum dalam 8 lembar kwitansi yang harus saya tandatangani. Sekali lagi saya cuma heran, bukan mau menuntut atau mau macam-macam. Cuma heran,” katanya.
“Dari tempat saya ke Surabaya pulang pergi, kira-kira saya menghabiskan Rp 140 ribu. Untuk mendapat surat tanda kesehatan sebagai persyaratan peserta, saya bayar Rp 20 ribu. Karena tidak ada pemberitahuan mengenai berapa yang akan saya peroleh, berdasarkan pengalaman, saya perkirakan tiap peserta akan mendapat paling tidak Rp 400 ribu. Itu berdasarkan pengalaman saya mengikuti kegiatan baik di tingkat kabupaten maupun nasional,” katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium, Pelatihan dan Pengembangan Kesenian pada Disbudpar Provinsi Jatim Effie Wijayati minta maaf kalau para peserta TOT itu mempersoalkan nominal yang mereka terima. “Selama tiga hari saya ada tugas di Jakarta, jadi saya tidak tahu ada persoalan yang mengganjal seperti itu,” katanya pada ngopibareng.id.
“Tetapi saya memahaminya, dan saya mohon maaf pada teman-teman penulis peserta TOT. Saya sebagai penanggungjawab kegiatan itu sebenarnya bertindak bonek, (bondo nekat). Saya ingin mencari masukan dari para penulis, yang nantinya mereka akan menjadi intsruktur di daerah untuk program penulisan. Tetapi anggaran kami sangat terbatas. Itulah yang saya sebut bonek,” jelas Effie Wijayanti.
Effie berharap masalah tidak berlarut-larut, dan pihaknya akan melakukan perbaikan untuk pelaksanaan mendatang. “Ini adalah awal, sebagai orang baru di Disbudpar saya akan banyak belajar. Karena dari titik awal ini akan ada kelanjutan-kelanjutan program kerjasama dengan penulis. Selama ini, katanya yang mendapat perhatian adalah seniman bidang seni lain seperti tari atau seni yang lain. Program untuk sastrawan belum pernah ada, jadi ini adalah awalan. Kalau dalam pelaksanaannya ada yang tidak sempurna, saya mohon maaf,” katanya. (nis)