Dua Hal Tingkat Kewalian Gus Miek, Bikin Heran KH Achmad Siddiq
KH Chamim Djazuli (Gus Miek) dikenal sebagai wali yang menggerakkan Semaan Al-Quran. Meski telah lama wafat, nama harum putra Kiai Djazuli Ustman Ploso Kediri, justru menjadikan ia semakin dekat di hati umat.
Terbukti, banyak umat Islam menziarahi makamnya. Berikut petikan dari buku Perjalanan dan Ajaran Gus Miek karya M. Nurul Ibad, yang bertutur tentang dua hal tingkat Kewalian Gus Miek dan bikin bingun KH Achmad Siddiq (almagfurlah) semasa hidupnya.
Tingkat Kewalian Gus Miek
Suatu ketika, rombongan keluarga KH Achmad Siddiq yang tengah khusyuk ziarah di makam Sunan Ampel terganggu oleh kedatangan rombongan Gus Miek yang terdiri dari berbagai latar belakang sosial.
Rombongan Gus Miek yang cukup banyak itu sedikit gaduh, sehingga mengusik ketenangan rombongan yang lain, termasuk rombongan KH Achmad Siddiq.
Melihat rombongan Gus Miek yang campur-aduk dan gaduh itu, KH Achmad Siddiq menyingkir lalu melanjutkan perjalanan ke Pasuruan, menemui Kiai Hamid Pasuruan yang masih merupakan kerabatnya.
KH Achmad Siddiq bercerita kepada Kiai Hamid bahwa dirinya telah bertemu dengan Gus Miek dan rombongannya saat ziarah di makam Sunan Ampel Surabaya.
“Ya… Pak Kiai, begini, Gus Miek itu di atas saya,” jawab Kiai Hamid setelah mendengar pengaduan KH Achmad Siddiq.
“Ah, masak?” tanya KH Achmad Siddiq tidak percaya karena Kiai Hamid sudah sangat masyhur kewaliannya di kalangan ulama Jawa.
“Saya itu tugasnya ‘sowan’ kepada para kiai. Kalau Gus Miek itu tugasnya kepada bromocorah (bajingan),” jawab Kiai Hamid.
KH Achmad Siddiq hanya diam saja mendengarkan dan penuh keraguan.
“Benar, Pak Kiai. Gus Miek itu tugasnya kepada para bromocorah, para pemabuk, pejudi, perempuan nakal, dan orang-orang awam. Untuk tugas seperti itu saya tidak sanggup,” tegas KH Hamid Pasuruan.
Setelah mendengar jawaban Kyai Hamid, KH Achmad Siddiq dengan perasaan yang berkecamuk langsung berangkat ke Ploso menemui KH Djazuli (ayahnya Gus Miek) untuk mengadukan jawaban KH Hamid tersebut.
“Begini, Kiai Ahmad, saya dengan Gus Miek itu harus bagaimana?! Dulu, Kiai Watucongol (Mbah Dalhar) juga menceritakan kehebatannya Gus Miek. Saya jadinya hanya bisa diam saja,” jawab KH Djazuli.
Diceritakan juga, KH Ahmad Shiddiq pernah mengadu kepada Kiai Hamid tentang sepak terjang Gus Miek dan para pengikutnya karena kebetulan KH Ahmad Shiddiq juga sering ke Tulungagung, di rumah mertuanya, sehingga ia sering menyaksikan hal yang ganjil.
Berkumpul Gus Miek, Seperti Mendapat Lailatul Qadar
KH Achmad Siddiq, sebelum dekat dengan Gus Miek, pernah menemui Gus Ud untuk bicara empat mata menanyakan tentang siapakah Gus Miek itu.
"Mbah, saya sowan karena ingin tahu Gus Miek itu siapa, kok banyak orang besar seperti Kiai Hamid menghormatinya?” tanya KH Achmad Siddiq.
“Di sekitar tahun 1950-an, kamu datang ke rumahku meminta doa. Aku menyuruh seorang bocah untuk mendoakan kamu kan. Itulah Gus Miek. Jadi, siapa saja, termasuk kamu, bisa berkumpul dengan Gus Miek itu seperti mendapatkan Lailatul Qadar,” jawab Gus Ud.
Begitu Gus Ud selesai mengucapkan kata Lailatul Qodar, Gus Miek tiba-tiba turun dari langit-langit kamar lalu duduk di antara keduanya.
Sama sekali tidak terlihat bekas atap yang runtuh karena dilewati Gus Miek. Setelah mengucapkan salam, Gus Miek kembali menghilang.
Bibarokati Sema'an Al Qur'an Wa Dzikrul Ghofilin Jantiko Mantab.. Aaamiinn ya robal alamin
*) Dikutip dari buku "Perjalanan dan Ajaran Gus Miek" karya M. Nurul Ibad.