Dua Hal Penting tentang Bangga Nasab dan Mencela Keturunan
Beberapa waktu terakhir, ada sekelompok orang membanggakan keturunan. Ada yang kemudian meledek dan kemudian terjadi polemik berkepanjangan.
Polemik yang menyehatkan, akan menjadi proses pencerahan karena berdasar ilmu. Sayangnya, seiring perkembangan media sosial, melalui media sosial itu justru menjadi orang saling mencela dan menghinakan.
Guna memahami hal itu, Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur memberikan catatan tentang "Bangga Nasab dan Mencela Keturunan". Berikut ulasannya:
SANTRI pintar baca kitab banyak. Tapi santri yang mau menekuni dalil-dalil Aswaja dengan mempertahankan hujjah cuma sedikit.
Santri yang biasa debat di Bahtsul Masail banyak. Tapi yang mau berdialog dengan aliran lain sedikit.
Santri yang ahli berbicara seabrek. Tapi santri yang bisa menulis apalagi buat konten kreatif masih minim.
Santri yang tidak ahli kitab rezekinya lancar, sudah biasa. Santri pintar dan rezekinya tersendat juga sudah biasa.
كم عالم عالم أعيت مذاهبه • كم جاهل جاهل تلقاه مرزوقا
Betapa banyak orang berilmu tapi sulit kehidupannya. Dan sangat banyak orang bodoh kau jumpai banyak rezekinya.
Melihat Ust Saiful Anwar ini saya teringat keadaan saya dulu. Dan Alhamdulillah, Allah memudahkan santri dari ujung timur pulau Jawa ini mendapat kemudahan "teman tidur baru" (ketiduran di dekat laptop).
Sekarang lagi ramai saling mengunggulkan nasab dan mencela nasab orang lain. Anehnya, oknum kedua belah pihak mengaku memiliki garis keturunan Nabi shalallahu alaihi wasallam.
Padahal Sang Junjungan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻭﻋﻦ ﺳﻠﻤﺎﻥ، ﻋﻦ ﻧﺒﻲ اﻟﻠﻪ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺛﻼﺛﺔ ﻣﻦ اﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» ". ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻟﻜﺒﻴﺮ
"Ada tiga dari bagian Jahiliyah, membanggakan keturunan, mencela nasab dan meratapi kematian" (HR Thabrani dari Salman)
ﻭﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗﺎﻝ: " «ﺃﺭﺑﻊ ﻓﻲ ﺃﻣﺘﻲ ﻟﻴﺲ ﻫﻢ ﺑﺘﺎﺭﻛﻴﻬﺎ: اﻟﻔﺨﺮ ﻓﻲ اﻷﺣﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻄﻌﻦ ﻓﻲ اﻷﻧﺴﺎﺏ، ﻭاﻟﻨﻴﺎﺣﺔ» " ﻗﻠﺖ: ﻫﻮ ﻓﻲ اﻟﺼﺤﻴﺢ ﺑﺎﺧﺘﺼﺎﺭ. ﺭﻭاﻩ اﻟﺒﺰاﺭ، ﻭﺇﺳﻨﺎﺩﻩ ﺣﺴﻦ.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Empat hal yang tidak akan ditinggalkan oleh umatku, bangga dengan keturunan, mencela nasab orang lain dan meratapi kematian" (HR Al Bazzar, sanadnya Hasan)
Saya lebih senang dengan orang yang tidak memiliki nasab keturunan orang besar tapi ilmu dan amalnya berguna bagi banyak orang. Di sini berlaku hadis;
ﻭﻣﻦ ﺑﻄﺄ ﺑﻪ ﻋﻤﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺴﺮﻉ ﺑﻪ ﻧﺴﺒﻪ
"Barang siapa yang amalnya telat maka tidak dapat mempercepat kedudukan nasabnya" (HR Muslim)
(Dua Hal Penting) Beberapa ulama menjelaskan makna hadis ini:
1. Imam An-Nawawi:
ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﻛﺎﻥ ﻋﻤﻠﻪ ﻧﺎﻗﺼﺎ ﻟﻢ ﻳﻠﺤﻘﻪ ﺑﻤﺮﺗﺒﺔ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻷﻋﻤﺎﻝ ﻓﻴﻨﺒﻐﻰ ﺃﻥ ﻻﻳﺘﻜﻞ ﻋﻠﻰ ﺷﺮﻑ اﻟﻨﺴﺐ ﻭﻓﻀﻴﻠﺔ اﻵﺑﺎء ﻭﻳﻘﺼﺮ ﻓﻲ اﻟﻌﻤﻞ
Maknanya, seseorang yang amalnya kurang tidak dapat menyusul kedudukan orang-orang yang banyak amalnya. Dianjurkan agar tidak bersandar pada kemuliaan nasab dan keagungan leluhur, tapi lalai dalam beramal (Syarah Muslim)
2. Al-Mubarakfuri
ﻭﺷﺎﻫﺪ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﺃﻛﺜﺮ علماء اﻟﺴﻠﻒ ﻭاﻟﺨﻠﻒ ﻻ ﺃﻧﺴﺎﺏ ﻟﻬﻢ ﻳﺘﻔﺎﺧﺮ ﺑﻬﺎ ﺑﻞ ﻛﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎء اﻟﺴﻠﻒ ﻣﻮاﻝ ﻭﻣﻊ ﺫﻟﻚ ﻫﻢ ﺳﺎﺩاﺕ اﻷﻣﺔ ﻭﻳﻨﺎﺑﻴﻊ اﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺫﻭﻭ اﻷﻧﺴﺎﺏ اﻟﻌﻠﻴﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﻟﻴﺴﻮا ﻛﺬﻟﻚ ﻓﻲ ﻣﻮاﻃﻦ ﺟﻬﻠﻬﻢ ﻧﺴﻴﺎ ﻣﻨﺴﻴﺎ
Saksinya, bahwa kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf tidak memiliki nasab yang mereka banggakan. Bahkan banyak dari ulama Salaf yang berasal dari budak yang dimerdekakan. Tapi mereka menjadi pemimpin umat dan sumber kasih sayang. Sementara mereka yang memiliki nasab mulia, yang tidak seperti di atas karena kebodohannya, mereka terlupakan dan dilupakan (Tuhfah Al-Ahwadzi Syarah Sunan Tirmidzi)
(Teruntuk siapapun yang merasa nasabnya mulia tapi tidak mendalami ilmu agama, saya mengikuti dawuhnya KH Maimun Zubair, bahwa mereka seperti sobekan Al-Quran. Mau dibaca tidak bisa, tapi juga tidak boleh diinjak-injak).
Demikian pesan-pesan Ust Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu.
Dzikir Harian
اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا، وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ.
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Sayyidul Istighfar
اللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لآ إِلٰهَ إِِلآّ أَنْتَ ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَ أَبُوْءُ بِذنْبِي، فَاغْفِرْلِيْ ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إلاَّ أَنْتَ
Artinya:
“Ya Allah, Engkaulah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau sudah menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan berusaha selalu ta’at kepada-Mu, sekuat tenagaku Yaa Allah. Aku berlindung kepada-Mu, dari keburukan yang kuperbuat. Kuakui segala nikmat yang Engkau berikan padaku, dan kuakui pula keburukan-keburukan dan dosa-dosaku. Maka ampunilah aku ya Allah. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Shalawat Fatih
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ، الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ، نَاصِرِ الْحَقِّ بِالْحَقِّ، وَالْهَادِي إِلَى صِرَاطِكَ الْمُسْتَقِيْمِ وَعَلىَ آلِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ العَظِيْمِ .
Semoga hari ini lebih baik dari hari sebelumnya
زيني الياس
Demikian semoga bermanfaat. Amiin.