Dua Hal Penting! Mengulang-ulang Pertanyaan Dalil Maulid
Tradisi masyarakat Islam di Indonesia, merayakan Maulid Nabi merupakan keindahan dan kerinduan umat terhadap Rasul utusan Allah Ta'ala. Hal itu dianggap lebih penting, bahkan jauh lebih penting, adanya peringatan dua hari raya: Idul Fitri dan Idul Adha.
Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur memberi catatan penting, dalam dua hal khusus.
1. Tidak ada dalil perintah melaksanakan Maulid Nabi
Ada lagi dengan bahasa lain "Selama puluhan tahun menjadi Rasul tidak sekalipun dijumpai Nabi melakukan perayaan Maulid".
Mereka yang bertanya seperti itu rata-rata adalah para ustaz yang sudah bergelar doktor. Kalau yang awam kita maklumi. Hampir di banyak universitas Islam diajari mata kuliah Ushul Fiqh. Sudah terlalu maklum bahwa metode merumuskan hukum dari dalil ada 2 macam, secara Nash dan Istimbath.
Kelompok yang anti Maulid ini selalu menuntut dalil secara Nash, sudah pasti tidak akan ditemukan. Tapi mereka pura-pura tidak tahu bahwa ijtihad secara istimbath juga sah dan legal dalam hukum Islam.
Al Hafidz Ibnu Hajar berkata: Telah jelas bagi saya dalam menggali dalil Maulid dari sumber dalil yang sahih. Yaitu hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ الْيَهُوْدَ يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَسَأَلَهُمْ ؟ فَقَالُوْا هُوَ يَوْمٌ أَغْرَقَ اللهُ فِيْهِ فِرْعَوْنَ وَنَجَى مُوْسَى فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ شُكْرًا للهِ تَعَالَى
"Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam datang ke Madinah, beliau menjumpai kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura' (10 Muharram), kemudian Nabi menanyakan kepada mereka? Mereka menjawab: Asyura' adalah hari dimana Allah menenggelamkan Firaun dan menyelamatkan Musa. Maka kami berpuasa pada hari Asyura' sebagai bentuk syukur kepada Allah" [HR al-Bukhari]
ﻓﻴﺴﺘﻔﺎﺩ ﻣﻨﻪ ﻓﻌﻞ اﻟﺸﻜﺮ ﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻣﻦ ﺑﻪ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻣﻌﻴﻦ ﻣﻦ ﺇﺳﺪاء ﻧﻌﻤﺔ ﺃﻭ ﺩﻓﻊ ﻧﻘﻤﺔ، ﻭﻳﻌﺎﺩ ﺫﻟﻚ ﻓﻲ ﻧﻈﻴﺮ ﺫﻟﻚ اﻟﻴﻮﻡ ﻣﻦ ﻛﻞ ﺳﻨﺔ، ﻭاﻟﺸﻜﺮ ﻟﻠﻪ ﻳﺤﺼﻞ ﺑﺄﻧﻮاﻉ اﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻛﺎﻟﺴﺠﻮﺩ ﻭاﻟﺼﻴﺎﻡ ﻭاﻟﺼﺪﻗﺔ ﻭاﻟﺘﻼﻭﺓ، ﻭﺃﻱ ﻧﻌﻤﺔ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ اﻟﻨﻌﻤﺔ ﺑﺒﺮﻭﺯ ﻫﺬا اﻟﻨﺒﻲ ﻧﺒﻲ اﻟﺮﺣﻤﺔ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ اﻟﻴﻮﻡ؟ ﻭﻋﻠﻰ ﻫﺬا ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﺘﺤﺮﻯ اﻟﻴﻮﻡ ﺑﻌﻴﻨﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﻄﺎﺑﻖ ﻗﺼﺔ ﻣﻮﺳﻰ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ ﻋﺎﺷﻮﺭاء، ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻼﺣﻆ ﺫﻟﻚ ﻻ ﻳﺒﺎﻟﻲ ﺑﻌﻤﻞ اﻟﻤﻮﻟﺪ ﻓﻲ ﺃﻱ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ اﻟﺸﻬﺮ، ﺑﻞ ﺗﻮﺳﻊ ﻗﻮﻡ ﻓﻨﻘﻠﻮﻩ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﻣﻦ اﻟﺴﻨﺔ، ﻭﻓﻴﻪ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ
Dari hadis ini bisa diambil satu faidah diperbolehkannya melakukan syukur kepada Allah atas anugerah dari-Nya di hari tertentu, baik mendapatkan nikmat atau terlepas dari musibah, dan hal tersebut bisa dilakukan secara berulang kali setiap tahun. Bersyukur kepada Allah dapat diwujudkan dengan berbagai ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah dan membaca Al-Quran. Dan manakah nikmat yang lebih agung daripada kelahiran seorang Nabi, Nabi pembawa rahmat, di hari tersebut? Dari uraian ini dianjurkan untuk berusaha untuk mmenyesuaikan dengan hari kelahirannya agar sesuai dengan kisah Musa di hari Asyura'. Ulama yang tidak memperhatikan masalah ini, dia tidak mempedulikan di hari apa saja ia melakukan Maulid di bulan Rabiul Awal. Bahkan ada sekelompok ulama yang memberi kelonggaran untuk mengamalkan Maulid di hari apapun dalam satu tahun. Ini adalah terkait dalil Maulid. (Al-Hafidz As-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi)
2. Maulid adalah Tradisi yang di dalamnya ada unsur Syariat.
Seperti silaturahmi, sedekah, salawat dan lainnya. Jika niatnya mengamalkan tradisi maka tidak dapat pahala, karena dalam Islam tidak ada tradisi.
Kalimat ini disebarkan oleh seorang kiai di Madura, tetangga Kiai Nur Hasyim S Anam II . Secara nasab memang tergolong kakek saya, tapi beliau ngaji ke kakek saya di Malang. Guru beliau di Malang menjalankan Maulid semua.
Apakah betul statement beliau? Beliau cuma mengada-ada dan belum di level ahli hadis apalagi Mujtahid.
Hal yang berkaitan dengan pahala difatwakan oleh Ahli hadis Al-Hafidz As-Suyuthi:
ﻓﻘﺪ ﻭﻗﻊ اﻟﺴﺆاﻝ ﻋﻦ ﻋﻤﻞ اﻟﻤﻮﻟﺪ اﻟﻨﺒﻮﻱ ﻓﻲ ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ اﻷﻭﻝ، ﻣﺎ ﺣﻜﻤﻪ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ اﻟﺸﺮﻉ؟ ﻭﻫﻞ ﻫﻮ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺃﻭ ﻣﺬﻣﻮﻡ؟ ﻭﻫﻞ ﻳﺜﺎﺏ ﻓﺎﻋﻠﻪ ﺃﻭ ﻻ؟
Ada pertanyaan tentang amalan Maulid Nabi di bulan Rabiul Awal, apa hukumnya dalam agama? Terpuji ataukah tercela? Apakah pelakunya dapat PAHALA atau tidak?
الْجَوَابُ-عِنْدِي أَنْ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوْلِدِ الَّذِي هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآَنِ وَرِوَايَةُ اْلأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فِي مَبْدَأِ أَمْرِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا وَقَعَ فِي مَوْلِدِهِ مِنَ اْلآيَاتِ ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِي يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارُ الْفَرَحِ وَاْلاِسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ
Jawab: Menurut saya, bahwa subtansi dari Maulid yang berupa berkumpulnya banyak orang, membaca al Quran, membaca kisah-kisah Nabi Muhammad mulai beliau diutus menjadi Rasul dan hal-hal yang terjadi saat kelahirannya yang terdiri dari tanda-tanda kenabian, dilanjutkan dengan suguhan hidangan untuk makan bersama kemudian selesai tanpa ada tambahan lagi, maka hal ini tergolong bidah yang baik, yang pelakunya mendapatkan pahala karena ia mengagungkan derajat Nabi Muhammad Saw, menampakkan rasa senang dan kebahagiaan dengan kelahirannya yang mulia (al-Hawi, Fatawa as-Suyuthi 1/727)
Tinjauan hukum bukan terletak pada nama bungkusnya tapi isi kandungannya dan tata cara pelaksanaannya, seperti penjelasan dalam Fatwa Ulama Al-Azhar:
فَالْخُلاَصَةُ أَنَّ اْلاِحْتِفَالَ بِأَيَّةِ مُنَاسَبَةٍ طَيِّبَةٍ لاَ بَأْسَ بِهِ مَا دَامَ الْغَرَضُ مَشْرُوْعًا وَاْلأُسْلُوْبُ فِى حُدُوْدِ الدِّيْنِ ، وَلاَ ضَيْرَ فِى تَسْمِيَّةِ اْلاِحْتِفَالاَتِ بِالأَعْيَادِ ، فَالْعِبْرَةُ بِالْمُسَمَّيَاتِ لاَ بِاْلأَسْمَاءِ
“Kesimpulannya bahwa peringatan apapun dengan momentum-momentun yang baik hukumnya tidak apa-apa, selama tujuannya sesuai Syariat dan pelaksanaannya berada dalam koridor agama. Tidak ada masalah dengan penamaan peringatan tersebut dengan perayaan, sebab tinjauannya adalah pada subtansi kegiatan, bukan pada nama” (Fatawa al-Azhar, 10/160)
"Foto hanya pemanas. Kebanyakan para istri resah kalau suaminya berfoto dengan Ra Karror, kuatir diajari trik menyandingkan 2 istri di kuade. Kecuali istri saya, tidak kuatir sama sekali. Karena ia merasa doktrinnya lebih manjur," tutur Ust Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Suramadu, Bangkalan.