Dua Hal Penting dalam Muhammadiyah, Sidang Tanwir dan Muktamar
Sejak awal berdirinya pada 1912 hingga kini, Muhammadiyah sudah pernah mengadakan permusyawaratan tertinggi sebanyak 48 kali. Dari tahun 1912-1921, permusyawaratan ini menggunakan bahasa Belanda “Algemene Vergadering”. Sekali pernah menggunakan istilah Belanda yang lain “Jaarvergadering” di tahun 1922. Dari tahun 1922-1946 menggunakan istilah “Congres” untuk menunjuk permusyawaratan akbar di Persyarikatan.
Dalam rentang tahun 1946-1950, Muhammadiyah tidak sempat melakukan permusyawaratan tertinggi karena bangsa Indonesia sedang sibuk dengan perlawanan terhadap penjajah dan persiapan menuju kemerdekaan. Baru pada tahun 1951 hingga saat ini, Muhammadiyah menggunakan istilah “Muktamar”.
Secara definitif, Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi di Muhammadiyah yang diselenggarakan dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat.
Sementara Tanwir muncul dan resmi digunakan pada tahun 1932 ketika Muhammadiyah dipimpin oleh KH. Hisyam. Dalam perjalanannya, kata “Tanwir” sebagai suatu kegiatan permusyawaratan, diresmikan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin pada tahun 1935.
Namun, kata “Tanwir” baru tercatat dalam dokumen resmi persyarikatan sebagai permusyawaratan tertinggi dalam Anggatan Dasar Muhammadiyah tahun 1959 Bab VI Pasal 16. Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah yang paling mutakhir secara eksplisit disebut dalam Pasal 24:
“(1) Tanwir ialah permusyawaratan dalam Muhammadiyah di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat”.
Penjelasan Abdul Mu'ti
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan tentang perbedaan antara Muktamar dan Tanwir. Meski keduanya kerap disebut sebagai permusyawaratan tertinggi di Persyarikatan, namun nyatanya memiliki konsep dan fungsi yang berbeda.
Menurut Mu’ti, anggota dalam Sidang Muktamar terdiri dari anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, perwakilan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, perwakilan Pimpinan Daerah Muhammadiyah, organisasi otonom tingkat pusat. Sementara anggota Sidang Tanwir meliputi anggot Pimpinan Pusat Muhammadiyah, pimpinan ortom tingkat pusat, dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.
“Kalau Tanwir anggotanya hanya sekitar 250 orang sekian. Tapi kalau Muktamar ada perwakilan daerah yang setiap daerah bisa saja empat hingga delapan orang tergantung besar kecilnya daerah tersebut. Jadi bisa saja anggota Muktamar itu sepuluh kali lipat lebih banyak dari Tanwir,” terang Mu’ti, dilansir situs resmi muhammadiyah.or.id, dikutip Selasa 15 November 2022.
Mu’ti menerangkan perbedaan lainnya ialah tentang materi sidang. Di dalam Muktamar terdapat beberapa hal yang dilakukan seperti pemilihan anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, penyusunan program kerja, dan jika diperlukan membuat perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Sementara pada sidang Tanwir, ujar Mu’ti, tidak ada pemilihan, namun memiliki kewenangan untuk mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga jika diperlukan, dan dimungkinkan mengambil keputusan yang strategis di luar pemilihan yang tidak mungkin dilaksanakan menunggu Muktamar. Karenanya, Tanwir bisa saja diselenggarakan setiap tahun, tergantung kebutuhan yang mendesak.
Mu’ti juga turut mengungkapkan, Sidang Tanwir pada 18 November 2022 nanti di Surakarta akan membahas beberapa persoalan seperti pengesahan jadwal Muktamar, pengesahan calon yang sudah diverifikasi oleh panitia pemilihan, dan memilih 39 nama sebagai calon anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dinyatakan sah oleh Tanwir.
Ke-39 nama ini nanti akan dibawa ke arena Muktamar untuk dipilih oleh peserta Muktamar, kemudian diambil 13 nama sebagai calon anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang baru. Selain itu, ke-13 nama ini nanti bermusyawarah menetapkan Ketua dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah untuk periode 2022-2027.
“Ketua Umum dan Sekum PP Muhammadiyah harus dipilih saat itu juga, karena di Muhammadiyah tidak ada istilah demisioner, tidak ada juga seremoni serah terima jabatan,” terang Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.