Dua Hal Keburukan Dijauhi, Konsep Menjadi Muslim yang Sempurna
Tak ada manusia yang sempurna, kecuali Nabi dan Rasul serta orang-orang pilihan yang menjadi kekasih Allah Subhanahu wa ta'ala (SWT). Tapi, Islam mengajarkan bagaimana menjadi Muslim yang sempurna.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (SAW.) bersabda :
عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرٍو يَقُوْلُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ
Dari Amir mengatakan, aku mendengar Abdullah bin Amru mengatakan, Rasulullah SAW. bersabda:
"Muslim yang sempurna adalah yang Muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang Allah larang."
( H. R. Bukhari no . 6484 )
Anjuran Mengangkat Tangan Saat Berdoa
Kita dianjurkan untuk mengangkat tangan dalam berdoa. Ini sejumlah pandangan para salafussalih.
قَالَ الْإِمَامُ مُـحْيِ الدِّيْنِ النَّوَوِيُّ فِيْ كِتَابِهِ شَرْحِ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ: “تُقِرُّ بِأَنَّ الْخَالِقَ الْمُدَبِّرَ، الْفَعَّالَ هُوَ اللهُ وَحْدَهُ، وَهُوَ الَّذِيْ إِذَا دَعَاهُ الدَّاعِيْ اِسْتَقْبَلَ السَّمَاءَ، كَمَا إِذَا صَلَّى الْمُصَلِّيْ اِسْتَقْبَلَ الْكَعْبَةَ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأَنَّهُ مُنْحَصِرٌ فِي السَّمَاءِ كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُنْحَصِرًا فِيْ جِهَةِ الْكَعْبَةِ، بَلْ ذَلِكَ لِأن السَّمَاءَ قِبْلَةُ الدَّاعِيْنَ، كَمَا أَن الكعبةَ قِبْلَةُ الْمُصَلِّيْنَ”.
Telah berkata al-Imam Muhyiddin an-Nawawi di dalam kitabnya Syarh Sahih Muslim :
Kamu menetapkan sesungguhnya Dialah yang mencipta, yang mentadbir, yang berkuasa melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.
Dan Dialah (Allah) yang apabila seseorang berdo'a kepada-Nya, dia menghadap ke langit ( menadah tangan ke langit ) sebagaimana orang yang sholat menghadap ke Ka`bah.
Dan ini bukanlah bermakna Allah berada di langit sebagaimana Allah tidak berada di Kabah, sebaliknya langit merupakan kiblat bagi orang-orang yang berdo'a, begitu juga Kabah menjadi kiblat bagi orang-orang yang sholat.
(Al-Imam al-Nawawi, Syarah Sahih Muslim (1996), Dar al-Makrifah,Beirut Lubnan, c. 3. J. 5. h . 26.)
Telah berkata al-Imam al-Hafiz Ibn Hajaral-Asqalani al-Syafie al-Asy`ari rahimahullah (W. 852 H. ) dalam kitabnya Fath al-Bari :
قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ الْعَسْقَلَانِيُّ فِيْ كِتَابِهِ فَتْحِ الْبَارِيِّ: “اَلسَّمَاءُ قِبْلَةُ الدُّعَاءِ كَمَا أَنَّ الْكَعْبَةَ قِبْلَةُ الصَّلَاةِ”.
Langit merupakan kiblat bagi doa sebagaimana Ka`bah kiblat bagi sholat.
Ibn Hajar al-Asqalani ( t.t ), Fath al-Bari bi Sharh Sahih al-Bukhari, Beirut: Dar al-Marifah, j. 2, h. 233.
قَالَ الشَّيْخُ مُلَّا عَلِيُّ الْقَارِيُّ الْحَنَفِيُّ فِيْ كِتَابِهِ شَرْحِ الْفِقْهِ الْأَكْبَرِ: “السَّمَاءُ قِبْلَةُ الدُّعَاءِ بِـمَعْنَى أَنَّهَا مَـحَلُّ نُزُوْلِ الرَّحْمَةِ الَّتِيْهِيَ سَبَبُ أَنْوَاعِ النِّعْمَةِ”.
Telah berkata asy-Syeikh Mulla `Ali al-Qari al-Hanafi di dalam kitabnya Syarh al-Fiqhal-Akbar :
” Langit merupakan kiblat bagi doa dengan makna bahwasanya ia adalah tempat turunnya rahmat yang ia merupakan sebab terciptanya berbagai nikmat bagi manusia.
KESIMPULANNYA
Berdoa menengadahkan tangan ke langit bukan bermakna bahwa Allah berada di langit, tetapi karena langit adalah kiblat doa sebagaimana Ka'bah kiblat shalat.
Allah tidak butuh tempat, Allah berdiri sendiri, dan Allah berbeda dengan makhluknya, jadi mustahil Allah butuh pada langit atau Arsy sebagai tempat.
Ibarat orang yang sedang berbicara via telepon, bukan berarti yang diajak bicara ada di dalam telepon bukan....!!!
Semoga Allah SWT. menerima taubat kita, menerima ibadah kita, mengampuni semua dosa kita, mengabulkan semua doa kita. Aamiin....!!!
Semoga Bermanfaat.