Dua Catatan Penting! Dalil Surat Fatihah, Berdoa dan Kirim Pahala
Pengantar Redaksi: KH M Ma'ruf Khozin, Pemangku Pondok Pesantren Raudlatul Ulum Suramadu, Bangkalan, Madura, berkesempatan menyampaikan dakwah di pelbagai forum. Bukan hanya di masjid dan majelis taklim orang-orang kampung dan perkotaan, tapi juga dalam suatu pengajian.
Masih saja banyak orang mempertentangkan masalah dalil Surat Al-Fatihah yang dibacakan dan pahalanya dikirim untuk seseorang yang telah meninggal dunia. Bagi orang-orang pesantren, kirim Al-Fatihah kepada para guru dan orang-orang yang telah meniggal dunia merupakan hal yang lazim.
Tapi, bagaimana dengan yang menolaknya? Mereka beranggapan hal itu sebagai amalan yang mengada-ada alias bid'ah. Benarkah demikian?
Berikut catatan Kiai Ma'ruf Khozin, yang Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur:
Membahas Dalil Surat Fatihah di Haul Pengasuh Pondok Pakong, Bangkalan
Alhamdulillah, siang tadi ada pelaksanaan haul pengasuh pondok pesantren Pakong Bangkalan, KH Bahar bin KH Nawawi. Saya turut hadir bersama para cucu, cicit, para alumni, juga para santri dari Pondok Jatipurwo, Kiai Usman Al Ishaqi. alhamdulillah juga kami tetap meneguhkan Amaliah sesepuh dalam kirim pahala untuk para kerabat yang sudah wafat.
Di luar sana memang tersiar kabar bahwa Pondok Pakong sudah berubah haluan, tetapi tidak sepenuhnya benar. Sebab kerabat, alumni dan simpatisan masih banyak yang hadir dan mengamalkan. Memang pernah ada penyebaran video yang meragukan terkait dengan doa Fatihah terkhusus bila diperuntukkan bagi orang yang sudah wafat, maka saya bahas dan saya kaji secara tuntas bersama dengan dalil-dalilnya, juga pengamalan para ulama salaf.
1. Al-Fatihah Sebagai Doa
Surat Fatihah dijadikan doa sudah melalui proses ijtihad dengan metode istimbath, seperti yang disampaikan oleh Imam Ramli saat ditanya tentang boleh tidaknya berdoa dengan Fatihah. Ar-Ramli menjawab:
(فأجاب) بأن لقراءة الفاتحة عقب الدعاء بعد الصلوات أصلًا في السنة
Bahwa membaca surat Fatihah setelah doa yang dilakukan setelah salat memiliki dalil dasar di dalam hadis (Fatawa Ar Ramli, 160-161)
Hadis yang dimaksud sebagaimana disampaikan para ulama Mesir adalah firman Allah dalam hadis qudsi:
ﻗﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: ﻗﺴﻤﺖ اﻟﺼﻼﺓ ﺑﻴﻨﻲ ﻭﺑﻴﻦ ﻋﺒﺪﻱ ﻧﺼﻔﻴﻦ، ﻭﻟﻌﺒﺪﻱ ﻣﺎ ﺳﺄﻝ
Allah berfirman bahwa "Fatihah telah aku bagi Antara aku dan hambaku menjadi dua bagian bagi hambaku apa yang ia minta" (HR Muslim)
Lafaz Ash-Shalat maksudnya adalah Al-Fatihah seperti penjelasan Imam Nawawi:
ﻗﺎﻝ اﻟﻌﻠﻤﺎء اﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ ﻫنا اﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﺳﻤﻴﺖ ﺑﺬﻟﻚ ﻷﻧﻬﺎ ﻻ ﺗﺼﺢ ﺇﻻ ﺑﻬﺎ
Para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan salat dalam hadis ini adalah Fatihah Fatihah disebut dengan salat karena salat tidak sah kecuali dengan membaca Fatihah (Syarah Muslim, 4/101)
Berikut adalah dalil seorang sahabat yang mengamalkan doa Fatihah sebagai doa tanpa menunggu perintah dari Nabi dan setelah dilaporkan kepada Nabi ternyata Nabi tidak menyalahkan:
فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ » (رواه مسلم)
Pemimpin kabilah sakit digigit hewan, lalu oleh sahabat dibacakan RUQYAT surat Fatihah, lalu sembuh. Setelah tiba di Madinah, sahabat sampaikan pada Nabi, Nabi senyum bertanya: “Kok tahu kalau Fatihah adalah doa?” (HR Muslim)
2. Al-Fatihah untuk Orang yang Sudah Wafat
Adakah tuntunannya? Mari kita perhatikan hadis berikut yang dinilai Hasan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إذا مات أحدكم فلا تحبسوه وأسرعوا به إلى قبره. وليقرأ عند رأسه بفاتحة الكتاب وعند رجليه بخاتمة سورة البقرة في قبره. رواه الطبراني في الكبير
Hadis “Jika seseorang meninggal maka segerakan dikubur. Bacakan Surat Fatihah di kepalanya dan akhir Baqarah di bagian kaki di kuburnya" (HR al-Thabrani dalam al-Kabir dari Ibnu Umar)
Itu kan saat pemakaman? Bantah mereka. Maka sampaikan Amaliah ulama Salaf, Imam Ahmad berikut ini:
قَالَ أَحْمَد : إذَا دَخَلْتُمْ الْمَقَابِرَ فَاقْرَءُوا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ ، وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ، وَاجْعَلُوا ثَوَابَ ذَلِكَ إلَى أَهْلِ الْمَقَابِرِ ؛ فَإِنَّهُ يَصِلُ إلَيْهِمْ ، وَكَانَتْ هَكَذَا عَادَةُ الْأَنْصَارِ فِي التَّرَدُّدِ إلَى مَوْتَاهُمْ ؛ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ
Ahmad berkata: ”Jika masuk kubur bacalah Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Nas, hadiahkan untuk ahli kubur, maka akan sampai. Inilah kebiasaan sahabat Anshor yang bolak-balik kepada orang yang meninggal untuk membaca al-Quran” (Mathalib Uli an-Nuha 5/9)
Di masa Ahli Tafsir Al-Razi (605 H) pun sudah dijumpai mengirim doa Fatihah untuk putranya yang sudah wafat, sebagaimana beliau tulis dalam kitab tafsirnya:
ﻭﺃﻧﺎ ﺃﻭﺻﻲ ﻣﻦ ﻃﺎﻟﻊ ﻛﺘﺎﺑﻲ ﻭاﺳﺘﻔﺎﺩ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ اﻟﻔﻮاﺋﺪ اﻟﻨﻔﻴﺴﺔ اﻟﻌﺎﻟﻴﺔ ﺃﻥ ﻳﺨﺺ ﻭﻟﺪﻱ ﻭﻳﺨﺼﻨﻲ ﺑﻘﺮاءﺓ اﻟﻔﺎﺗﺤﺔ
Saya berpesan kepada siapa saja yang membaca kitab saya dan menerima ilmu yang ada di dalamnya dari beberapa faedah yang indah dan mulia untuk secara khusus membacakan Fatihah bagi anak saya dan saya sendiri (Mafatih Al-Ghaib, 18/523)
Bagi kita yang mengamalkan sudah tercukupi dengan dalil hadis dan amalan ulama kita sejak dulu. Sementara bagi yang tidak berkenan tidak akan sanggup mengubah keyakinan mereka meski kita membawa banyak hadis, selama hadis-hadis ini tidak keluar dari mulut ustaz-ustaz mereka.
Advertisement